Mohon tunggu...
Ribut Achwandi
Ribut Achwandi Mohon Tunggu... pengembara kata

Penyiar radio yang suka menulis.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Optimalisasi Peran Media Massa Lokal sebagai Pemroduksi Bahasa

28 Agustus 2025   15:53 Diperbarui: 28 Agustus 2025   16:18 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Media massa (dok. pribadi)

Setelah Sumpah Pemuda diikrarkan pada tanggal 28 Oktober 1928 silam sejumlah tokoh pemuda rupanya masih digelisahkan oleh masalah bahasa. Peran media massa tak luput disorot. Tak lain persinggungan antara bahasa dan media massa yang amikal.

Bahasa menyediakan bahan untuk diolah menjadi informasi atau berita yang selanjutnya disajikan dan disebarluaskan media massa. Dengan begitu, di samping memproduksi informasi atau berita, media massa juga berperan sebagai pemroduksi bahasa.

Sadar akan peran penting media dan didorong kegelisahan atas usia bahasa Indonesia yang masih sangat muda, sejumlah tokoh ini memandang perlu mengupayakan penguatan bahasa Indonesia. Kala itu, tujuan utamanya adalah memperkokoh rasa persatuan sebagai bangsa Indonesia. Sekurang-kurangnya, agar cita-cita terlahirnya bangsa Indonesia yang merdeka dapat terwujud.

Akan tetapi, tak cukup dengan itu. Untuk membuat bahasa Indonesia kokoh masih terdapat sejumlah ihwal penting lain yang patut diperjuangkan. Di antaranya, peran bahasa Indonesia bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan kontribusinya bagi pembentukan ideologi bangsa yang kuat. Tak pelak, upaya penguatan peran bahasa sampai pula pada pembahasan yang krusial. Salah satunya melalui kajian-kajian falsafah kebahasaan.

Tentu, bukan perihal yang mudah untuk dilakukan. Pengaruh bahasa-bahasa asing kala itu dikhawatirkan akan memperkeruh suasana kebahasaan bahasa Indonesia. Belum lagi kedudukan bahasa-bahasa daerah yang masih cukup kuat bagi penggunanya. Bahkan, penggunaan bahasa Melayu kerap berdampingan dengan bahasa Indonesia.

Maka, sejumlah tokoh itu pun berupaya memformulasikan rumusan yang kokoh bagi bahasa Indonesia. Selain untuk menyeleksi, rumusan itu juga bertujuan untuk mengakomodir bahasa-bahasa yang tumbuh berkembang di tengah-tengah masyarakat. Sekaligus mengusung bahasa Indonesia sebagai bagian dari bahasa pergaulan dunia.

Sayangnya, seperti dicatat Sutan Takdir Alisjahbana (2003), tugas itu menjadi tugas yang berat. Pengalaman Indonesia sebagai bangsa terjajah membuat upaya untuk mendudukan bahasa Indonesia dalam pergaulan dunia terpaksa harus menyesuaikan diri dengan peradaban modern yang dibawa bangsa-bangsa Eropa melalui penjajahan. Keadaan ini diperparah dengan kelangkaan sumber-sumber utama ilmu pengetahuan milik bangsa sendiri.

Sementara, sejak masa ekspansi dan invasi bangsa Eropa ke negara-negara Asia Tenggara juga telah mengubah arah perkembangan ilmu pengetahuan hingga kini. Mereka kaya akan sumber-sumber itu.

Pada perkembangan berikutnya, di tengah-tengah pengerjaan PR besar itu, bahasa Indonesia juga dihadapkan pada fenomena baru. Terutama jelang Abad ke-21. Abdul Wahab (2003) mencatat, distorsi bahasa menjadi polemik yang dikhawatirkan justru akan merusak ekologi bahasa Indonesia. Hal itu erat kaitannya dengan perilaku sosial.

Menurut Wahab, antara ekologi sosial dan ekologi bahasa memiliki hubungan yang saling memengaruhi. Ekologi sosial yang karut-marut dapat menyebabkan kerusakan ekologi bahasa, demikian pula sebaliknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun