Mohon tunggu...
Ribut Achwandi
Ribut Achwandi Mohon Tunggu... Penulis - Penyiar radio dan TV, Pendiri Yayasan Omah Sinau Sogan, Penulis dan Editor lepas

Penyuka hal-hal baru yang seru biar ada kesempatan untuk selalu belajar.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Pertalian Darah Orang-orang Mulia yang Tak Kenal Putus

1 Januari 2022   03:47 Diperbarui: 1 Januari 2022   03:52 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Syekh Abdul Qadir al JailaniSumber foto: kalam.sindonews.com

Ia pun akhirnya memilih menghentikan perjalanannya. Tetapi, karena ia menghormati kesepakatan sebelumnya, ia tak keberatan jika rombongan kabilah itu melanjutkan perjalanan dan meninggalkannya sendirian di tanah gersang itu. Ia lantas berteduh di bawah sebatang pohon. Duduk menyandarkan tubuhnya. Ia pandangi kabilah itu. Lama-lama bayangan mereka menghilang dari pandangan matanya.

Di tengah kesendirian, pemuda itu merasakan sepi yang teramat. Di saat itu pula, ia merasa dirinya sebagai seorang pendosa. Sampai-sampai, ia berpikir, apakah karena ada dosa-dosa yang melekat pada jiwanya, sehingga kota suci Mekah menolaknya untuk datang. Padahal, betapa besar harapannya untuk bisa mencium pusara makam Rasulullah saw. Ia merenung sejenak, memikirkan cara terbaik apa yang bisa ia lakukan untuk menebus dosa-dosa itu, sehingga Mekah akan menerima dan membukakan pintu untuknya.

Sejak itu, hatinya, lisannya, dan pikirannya tak henti-hentinya memanjatkan doa permohonan ampunan. Ia pun bertawasul kepada shahibul wilayah yang kala itu dinisbatkan kepada Syekh Ahmad al Badawi. Lewat tawasulnya itu, ia memohon bantuan, agar Allah swt memberinya petunjuk dan kemudahan.

Dalam keadaan lelah yang tak tertahankan, pemuda itu terus saja berdoa. Berulang-ulang ia mengucapkan doa, baik dalam hati, lisan, dan pikirannya. Namun, keadaan badannya yang payah membawa pemuda itu tak kuasa melawan rasa kantuk. Kedua bola matanya makin redup. Perlahan pula memejam dan tubuhnya merebah.

Tidurnya begitu pulas, sampai-sampai ia tak menyadari kedatangan seorang tua yang menuntun seekor unta. Di dekat pohon tempat pemuda itu tertidur, orang tua itu berhenti. Lalu, ia bangunkan pemuda itu dari tidurnya.

"Bangunlah, Nak. Bangun," ucap orang tua itu sembari menepuk pundak pemuda itu.

Tak berapa lama, tubuh pemuda itu bergerak. Lalu, matanya perlahan mulai terbuka. Dilihatnya, seorang kakek yang tersenyum padanya.

"Syukurlah, akhirnya kau bangun," kata kakek itu. Lantas, ia memberikan kirbatnya. "Kau pasti haus. Ini, minumlah."

Pemuda itu segera menyambut kirbat itu dan meminum seteguk. "Terima kasih, Kek," ucap pemuda itu selepas ia meminum air dari kirbat milik kakek itu.

"Nak, boleh aku tanya sesuatu?" tanya kakek itu sambil menempatkan diri duduk di samping pemuda itu.

"Silakan, Kek," balas pemuda itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun