Mohon tunggu...
Ribut Achwandi
Ribut Achwandi Mohon Tunggu... Penulis - Penyiar radio dan TV, Pendiri Yayasan Omah Sinau Sogan, Penulis dan Editor lepas

Penyuka hal-hal baru yang seru biar ada kesempatan untuk selalu belajar.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Hubungan Mesra antara Matematika, Bahasa, dan Sastra

22 September 2021   00:22 Diperbarui: 22 September 2021   16:06 1200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sastra | Sumber: Pexels/Suzy Hazelwood

Perbedaan itu membuat cara pandang saya sebagai seorang murid juga terpengaruh. Matematika terkesan menjadi momok. Sesuatu yang mengerikan, lebih horor dari sekadar film horor. 

Karena yang ditampilkan adalah keruwetan dan kerumitan-kerumitan yang sebenarnya sangat sederhana. Sementara bahasa, kala itu tak cukup membuat risau. 

Malah, saya menganggap pelajaran bahasa sebagai pelajaran yang paling gampang dan tak perlu menguras terlalu banyak pikiran.

Bahasa | Sumber: francescoch/Getty Images/iStockphoto 
Bahasa | Sumber: francescoch/Getty Images/iStockphoto 

Saking remehnya saya menganggap pelajaran bahasa, rupanya nilai terendah di NEM saya ada pada mata pelajaran bahasa Indonesia. Sementara, nilai mata pelajaran matematika dan mapel-mapel IPA ketika itu malah lumayan tinggi. Selisihnya juga lumayan jauh dari nilai bahasa Indonesia.

Di lain hal, dulu waktu masih menyandang predikat sebagai pelajar, tak jarang saya mendengar semacam pemeo. Bahwa anak-anak IPA itu pasti lebih pintar dari anak-anak IPS apalagi bahasa. 

Tak heran jika banyak orang yang membanggakan kelas IPA dibandingkan kelas lain. Bahkan, dalam beberapa kali sambutan saat upacara, secara implisit, kepala sekolah kerap menyebut anak-anak IPS sebagai biang masalah di sekolah.

Ingatan saya yang sekilas itu, saat berhadapan dengan kawan saya yang ahli matematika, seolah dihancurkan hingga remuk tak berbentuk. 

Pikiran yang kadung menemukan bentuk dan pola dalam diri saya seolah dipreteli. Bagaimana bisa matematika dianggap sebagai bahasa? Begitulah, pertanyaan yang membisiki pikiran saya ketika itu.

Kawan saya yang memang piawai berbicara itu kemudian memberi uraian. Bahwa sudah sejak dahulu bahasa dipahami sebagai sebuah sistem. 

Maka, di dalam sistem itu ada pola dan struktur yang terbangun dari unsur-unsur tertentu. Melalui sistem itu pula, di dalam bahasa terdapat konstruksi pikiran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun