Mohon tunggu...
riawani elyta
riawani elyta Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Elita Duatnofa, Bangkit dari Prahara Menuju Multi Prestasi

19 Mei 2015   00:05 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:51 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Elita dan keluarga

Wanita kelahiran Depok, 23 November 1982 ini adalah anak tertua dari tiga bersaudara dan merupakan satu-satunya anak perempuan. Pernah mengenyam pendidikan pesantren di Jawa Timur, yang bagi Elita sangat berperan dalam mengembangkan karakternya. Setelah itu, Elita melanjutkan kuliah ke fakultas pertanian UGM melalui jalur PBUD atau tanpa test, tapi tidak sampai selesai. Elita kemudian mengenyam pendidikan di akademi kimia analisis swasta di Jakarta.

Elita dibesarkan dalam pola pendidikan demokratis religius. Menurut Elita, orang tuanya bukan tipe orang tua yang suka memberi pesan lewat kata-kata, tapi langsung menunjukkan lewatsikap. Awalnya cara ini membuat Elita bingung, tapi pada akhirnya Elita mengerti bahwa orang tuanya tidak ingin Elita menjadi manja. Orang tuanya mendidik Elita untuk tidak mendapatkan sesuatu secara mudah, kecuali hanya untuk urusan sekolah.

Misalnya, Elita hanya boleh mendapatkan celana jins baru kalau mendapat peringkat satu di sekolah. Ketika itu di sekitar rumah Elita masih jarang ada salon. Setiap kali mau ke salon, orang tua hanya memberi Elita uang, tetapi Elita harus pergi ke salon sendiri, entah naik ojek, atau jalan kaki. Begitu juga setiap berangkat sekolah, jika Elita terlambat,Bapaknya tidak akan mengantar. Elita tetap harus berangkat sendiri dan menanggung akibat kelalaiannya sendiri.

Sikap orang tuanya ini ternyata sangat berguna di kemudian hari, karena akhirnya Elita terbiasa gigih dalam mendapatkan sesuatu dan tidak bergantung pada orang lain. Selain itu orang tua Elita juga sangat mengedepankan pendidikan, Elita diijinkan mengikuti jenis les apapun yang diinginkan.

Dari hasil pernikahannya, Elita dikaruniai 3 orang anak : Hakiki Delviano (13), Rhezytta Delavia (10), dan Qaidzuma Delvinno (9). Kepada ketiga buah hatinya, Elita menerapkan pola asuh orang tuanya yang dianggapnya baik seraya melakukan evaluasi dan berusaha menyempurnakannya dengan menerapkan hal-hal yang dia inginkan tapi tidak ia dapatkan dari orang tuanya dulu, serta belajar dari buku-buku parenting.

Misalnya saja, Elita membiasakan memeluk anak-anaknya, melakukan komunikasi yang intens dan bersahabat dengan anak, menerapkan pembagian tugas dan tanggung jawab, saling bertukar rahasia, saling mendengar, saling terbuka dalam hal keuangan, mengucap kata-kata sayang dan pujian, memberi kejutan, juga membiasakan tersenyum dan berpelukan saat bangun tidur atau saat tiba di rumah. Semua itu adalah hal-hal yang selalu Elita inginkan sewaktu masih anak-anak, tapi tidak didapatkannya. Elita juga tidak jaim pada anak-anak, jika memang salah maka Elita akan mengakui kesalahannya dan tidak memaksakan diri menunjukkan kesempurnaan sebagai orang tua.

Bagi Elita, ridho orang tua tetaplah yang terpenting. Karena ridho Allah akan membersamai ridho orang tua. Tanpa ridho dan doa orang tua, Elita juga tidak yakin bahwa dia mampu melewati berbagai persoalan hidup yang pernah melandanya dan dapat meniti jalan menuju kesuksesan seperti sekarang.

Pola pendidikan Elita ternyata memberi hasil yang nyata pada anak-anaknya. Si sulung misalnya, berprestasi dalam bidang pramuka dan terpilih sebagai pratama pada jambore yang diikuti oleh ribuan peserta. Anak keduanya menunjukkan bakat dan minat di dunia menulis, saat ini sudah menghasilkan beberapa cerpen, dan karena karakternya yang dianggap jujur dan tertib, putrinya ini mendapat kepercayaan dari wali kelas untuk mencatat perilaku teman-teman sekelasnya setiap hari. Putrinya yang bernama kecil Zytta ini juga hampir menyelesaikan hafalan juz amma, nilai akademiknya memuaskan, juga pernah menjuarai beberapa lomba seperti kaligrafi, matematika dan tahfidz. Sementara si bungsu yang kerap dipanggil Qai, di sekolah mendapatkan predikat Siswa Tertib Beribadah dan sering menjadi imam untuk teman sekelasnya serta telah menghafal seluruh surat juz amma. Di mata para guru, si bungsu ini memiliki jiwa kepemimpinan, keberanian dan empati yang tinggi, selain bidang akademiknya juga cukup memuaskan.

Kesamaan dari ketiga anaknya itu adalah jiwa bisnis yang sudah tumbuh sejak kecil. Elita memang sering melibatkan anak-anak dalam bisnisnya agar anak-anaknya mengerti jerih payah orang tua dan lebih menghargai uang. Terbukti, hal itu kemudian menular pada anak-anaknya. Saat ini, si sulung sedang merintis bisnis ternak kambing. Sedangkan anak kedua dan ketiganya memulai berbisnis kue-kue kecil. Mereka juga jarang merengek minta dibelikan sesuatu, karena sudah diajarkan sejak dini bahwa jika menginginkan sesuatu harus berusaha dan bukan meminta.

Bagi Elita, anak-anak harus diberi tanggung jawab sedini mungkin sesuai usia dan harus diajak bekerja sama dalam berbagai hal. Kebersamaan dan tanggung jawab adalah hal penting. Elita juga berusaha menanamkan rasa empati, kasih sayang, rendah hati, dan keberanian bermimpi pada anak-anaknya.

[caption id="attachment_384263" align="aligncenter" width="300" caption="Elita bersama anak ke-2 dan ke-3"]

1431968303316580718
1431968303316580718
[/caption]

Ke depan, Elita bercita-cita memiliki outlet besar untuk coklat praline Chocolieta, dan bisnis cafe La Lieta menjadi lebih besar dari yang sekarang supaya dapat lebih banyak menebar manfaat bagi orang lain. Selain itu, Elita juga ingin mewariskan setidaknya satu bisnis untuk tiap anaknya. “Seperti kata orang bijak, kita tidak salah jika terlahir miskin, tapi kita bersalah jika meninggalkan anak-anak kita dalam keadaan miskin.” Ucap Elita tegas.

Sebelum wawancara berakhir, inilah pesan Elita yang ia titipkan untuk semua perempuan di negeri ini : “Setiap perempuan harus bisa lebih menghargai dirinya sendiri. Lakukan banyak hal positif sesuai passion, karena itulah yang akan menjadikan kita hidup. Miliki tujuan, dan mimpi, karena tanpanya hidup terasa kosong. Jika hidup terasa kosong, kita akan sulit menghargai diri sendiri, dan orang lain akan lebih sulit lagi menghargai diri kita. Dan meski kita berada dalam kondisi dan situasi seburuk apapun, selayaknya itu menjadi batu pijak untuk memberi kita tempat yang lebih tinggi.”

Dengan semua pencapaian Elita saat ini sebagai seorang istri yang bertanggung jawab, ibu dari anak-anak yang berkarakter dan berprestasi, penulis buku-buku motivasi, relawan inspirator dan juga seorang pebisnis wanita yang gigih, serta keberhasilannya menjadikan kemelut rumah tangga sebagai titik balik untuk bergerak maju bahkan berhasil pula menyelamatkan bahtera pernikahannya, rasanya tidaklah berlebihan kalau dikatakan, Elita Duatnofa layak menjadi salah satu perempuan dengan citra cantik Indonesia yang inspiratif dan menjadi contoh teladan bagi para perempuan lain. Inspirasi yang dipancarkan lewat kesabaran dalam mengarungi hidup, kegigihan dalam memperjuangkan kemandirian dan kesejahteraan keluarga, tekad untuk memberi lebih banyak manfaat kepada orang-orang di sekitarnya dan mendidik anak-anaknya tanpa meninggalkan kultur dan keluhuran nilai yang telah mengakar dalam kehidupan perempuan negeri ini. Yaitu perempuan Indonesia yang gigih dan mandiri dengan tetap mengedepankan keutuhan keluarga, memberikan kasih sayang dan pendidikan terbaik kepada anak-anaknya, tanpa melupakan kontribusinya sebagai makhluk sosial yang terus menebar manfaat kepada orang-orang di sekitarnya.

Sumber penulisan : Wawancara dengan Elita Duatnofa

Sumber foto        :  Koleksi pribadi Elita Duatnofa

.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun