Mohon tunggu...
Rian Permana
Rian Permana Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa sastra yang mencoba mengamalkan ilmunya

Pecinta produk sastra yang mencoba mengolah kata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berani Berbeda Bukan Berarti Asal Beda

24 Februari 2020   16:30 Diperbarui: 24 Februari 2020   18:48 777
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berbeda dan Menguatkan | insuranceage.co.uk

Tulisan ini sudah pernah saya publikasikan pada blog pribadi saya di celotehegosaya.blogspot.com, dan saya merasa perlu untuk membaginya disini dengan harapan bisa dibaca oleh lebih banyak orang yang semoga bisa memberikan manfaat pada ruang lingkup yang lebih luas.

Untuk mengawali tulisan pertama saya disini, saya ingin mengawalinya dengan perkataan dari tokoh fisikawan hebat yang sangat terkenal, Albert Einstein. kutipan dari Albert Einstein tersebut berkaitan dengan bahasan yang saya angkat pada tulisan kali ini. 

"I am by heritage a Jew, by citizenship a Swiss, and by make up a human being and only a human being, without any special attachment any state or national entity whatsoever." 

Albert Einstein.

Sebagai manusia, perbedaan adalah hal yang sudah menjadi keniscayaan bagi kita. Perbedaan tersebutlah yang membuat kita menjadi "istimewa". Menurut asalnya saya membagi perbedaan tersebut menjadi 2: Perbedaan yang sudah melekat sejak kita lahir dan perbedaan yang kita pilih seiring perkembangan. Terkadang ada cerita tersendiri ketika kita terpaksa atau memutuskan menjadi berbeda. 

Pada tulisan kali ini saya ingin lebih mengulas tentang perbedaan yang kita pilih seiring perkembangan, seperti halnya opini terhadap sesuatu yang pada akhirnya bisa dikembangkan menjadi prinsip. Saya juga akan memberikan beberapa tips dan trik untuk meyakini "apakah saya cukup pantas untuk berbeda?". Namun patut untuk dicatat berdasarkan pada kutipan diatas, seberbeda apapun kita atau orang lain adalah tetap spesies yang sama, manusia.

  • Perjelas Konsep.

Ketika memilih sesuatu dalam konteks apapun pastikan kita memiliki alasan mulai hal yang remeh, sampai hal yang besifat fundamental seperti prinsip atau ideologi. Sering seringlah bertanya "Apa". Tanyakanlah, "apa sebenarnya yang saya pilih?" pertanyaan tersebut memaksa kita untuk mengulik, mencari referensi untuk menemukan alasan yang kuat akan hal yang kita pilih dan kelak akan kita yakini.

Akan menjadi hal yang lucu ketika kita meyakini sesuatu tapi kita tidak tahu sebenarnya apakah yang kita yakini itu? sering saya menemukan sosok seperti itu yang kemudian akan naik pitam bila dikritisi atau bahkan ditanya hal berkaitan namun dia tidak ketahui. contoh kejadiannya seperti ini : ada seorang berkata " pokoknya saya anti kapitalisme!" katanya dengan mantap dan yakin, namun kebingungan dan memutar kesana kemari ketika ditanya kapitalisme itu apa. Oleh karena itu pastikan kembali dasar pilihanmu dan perjelas konsep sedalam mungkin tentang apapun yang kamu pilih dan yakini. 

  •  Temukan Alasan.

Setelah kita yakin dan jelas dengan konsep yang kita yakini tersebut, jangan berhenti disitu, lanjutkan dengan mencari alasan. Tanyakanlah "Mengapa", mengapa saya memilih apel bukan jeruk? kenapa saya memilih biru bukan ungu?. dengan bertanya hal seperti itu, kita akan menyusun argumen, mencari dasar alasan, mencari perbandingan. 

Secara langsung atau tidak langsung, proses itu akan membuat kita memperdalam suatu hal, dan mendapat pengetahuan baru dari hal lain, tak jarang juga kita bahkan akan menemukan kesalahan atau kekurangan sendiri terhadap apa yang kita yakini kemudian membandingkan dengan pilihan lain. Dengan begitu, setiap pilihan kita memiliki alasan yang jelas dan berdasar, kita paham akan konsekuensinya, serta akan menjadikan kita manusia yang bertanggung jawab.

  • Bertukar pikiran, terima kritik

Pernahkah kita berpikir atau bertanya, mengapa atlet atau tokoh hebat tetap memiliki sosok guru atau pelatih? padahal terkadang guru atau pelatih mereka tidaklah sehebat mereka, namun setiap apapun yang dikatakan oleh sang guru pasti dijadikan pertimbangan. 

Dalam teori Johari Window meyakini adanya blind spot yang secara alamiah dimiliki oleh setiap manusia. Oleh karena itu, berinteraksi dan berdiskusi dengan orang lain akan membuat kita menemukan kelemahan atau cacat dalam pendapat kita. Namun patut diingat, bertukar pikiran tidak akan bisa terlaksana bila kita antikritik, maka berpikiranlah terbuka. 

Setelah memiliki konsep yang jelas akan apa yang kita yakini, memiliki argumen yang jelas, maka saatnya kita berbagi dan bertukar pikiran dengan yang lain, mendengarkan pendapat dari sisi yang berbeda dan menerima alasan yang jangan jangan belum pernah terpikir oleh kita atau tidak kita dapatkan dalam referensi yang kita kumpulkan. Tidak mau menerima kritik berarti kita merasa bahwa diri kita lah yang paling benar. 

Saya teringat dengan cerita, suatu ketika seorang filsuf dari Jerman yang terkenal akan filsafat semiotikanya, Ludwig Wittgenstein ditanya "apakah kamu berani membela pendapatmu sampai mati?" Wittgenstein pun menjawab "tidak, karena saya bisa salah". Atau dalam pendapat bapak ilmu hermenautika, Schleiermacher, meyakini bahwa pembaca mampu memahami pengarang lebih baik daripada pengarang memahami dirinya sendiri. Jadi berdiskusi, berbagi, dan menerima kritik akan menutup blind spot kita lalu menimbunnya dengan pengetahuan yang lain.

  • Pada Akhirnya Bukan Prinsip, Namun Tingkah Laku

Pada dasarnya, opini, prinsip, maupun pilihan kita adalah untuk menuju ke arah yang kita yakini yaitu kebaikan. Ketika sudah memilih sesuatu berdasarkan pemahaman akan konsep dasar yang jelas, argumen yang kuat, dan berbagi pikiran serta menutupi celah yang ada dari kritik yang didapat, pada akhirnya semua hal tersebut akan menjadi landasan kita dalam melakukan sesuatu. 

Emha Ainun Najib pernah berkata dalam ceramahnya, "segala hal yang kamu pikirkan, yang kamu yakini adalah ibarat bumbu masakan, kamu tidak perlu menceritakan bumbu masakanmu apalagi memperdebatkannya, yang perlu kamu lakukan adalah mengolahnya sehingga menjadi masakan yang lezat, artinya mau seperti sehebat apapun prinsipmu, serumit apapun opinimu, atau setinggi apapun keyakinanmu, yang terpinting adalah bagaimana kamu bisa menebar manfaat, memberikan rasa aman dan nyaman terhadap sekitarmu". 

Menariknya, teori sederhana dari Cak Nun ini sebenarnya memiliki rujukan teori yang mirip dari seorang psikolog amerika yang terkenal akan teori personalitasnya, Gordon Allport. Pada salah satu poinnya yaitu Psychophysical System, meyakini bahwa kepribadian adalah fenomena nyata yang mencakup aspek mental dan fisik, bila mentalnya berisi prinsip yang baik, maka akan termanifestasikan dalam kegiatan fisik yang baik pula.

Terimakasih sudah membaca tulisan saya ini, semoga bisa memberikan manfaat di berbagai sisi. Saya sangat terbuka dengan pendapat lain dan kritik. Bila memiliki sesuatu yang ingin disampaikan silahkan menulis di kolom komentar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun