Mohon tunggu...
Arie Riandry
Arie Riandry Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurusan Studi Agama Agama
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Teks Komersil

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Kenapa Tayangan Anak Semakin Sedikit?

5 Agustus 2020   19:13 Diperbarui: 5 Agustus 2020   19:22 1102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : rinagu.com

Pertama, ia memiliki lingkup yang terlalu kecil untuk benar-benar bisa menghadirkan tayangan yang ramah anak, aturan KPI terjebak pada apa yang tidak muncul tapi bahkan tidak mewajibkan televisi untuk mengalokasikan waktu bagi tayangan anak. Contohnya pada Amerika Serikat misalkan, mewajibkan televisi untuk mengalokasikan tayangan setidaknya 3 jam dalam seminggu, untuk menyiarkan konten yang bisa merangsang pertumbuhan kognitif anak. 

Regulasi konten anak ini bahkan bisa masuk pada struktur industri yang lebih luas dan tidak hanya menyangkut KPI. Pemerintah Peranvis dan Kanada memberi insentif bisnis dengan meringankan pajak serta dukungan finansial bagi perusahaan yang memproduksi animasi anak. Masalah kedua, terletak pada terbatasnya perspektif KPI. 

Selain aturan yang tidak boleh kita perlu aturan tentang apa yang harus ada dalam tayangan anak. Kita menuntut televisi untuk menyediakan konten yang mendidik. Tapi apa sih artinya"Mendidik"?  Klasifikasi tayangan berdasarkan usia ini umumnya didasari oleh tahap perkembangan kognitif manusia. 

Misalnya pada usia 2-7 tahun anak mulai menguasai bahasa menajamkan, ingatan,serta mengembangkan imajinasi. Dengan demikian, tayanganpun harus menyesuaikan dan membantu pengembangan aspek kognitif ini, begitupun tahapan-tahapan usia selanjutnya. Perkembangan kognitif ini adalah aspek paling krusial namun seringkali diabaikan dalam diskusi regulasi, maupun produksi tayangan anak. 

Akibatnya, perbincangan kita sering kali jatuh pada persoalan moral yang abstrak seperti hujatan bahwa televisi, merusak moral generasi penerus bangsa. Padahal kalau diperhatikan lebih jauh, moralitas adalah satu-satunya yang ada di televisi kita yang sebenarnya jadi masalah bagaimana televisi menghadirkan moralitas itu sendiri.

Seiring dengan pertambahan usia, masalah dan cara berpikir seseorangpun akan semakin kompleks, pemahaman dan permasalahan moral anak Tk berbeda dari yang dihadapi anak SD, SMP, atau SMA. Namun televisi tidak menghadirkan perbedaan itu permasalahan moral untuk semua jenis tayangan selalu sama baik, jahat, hitam, putih tidak ada realisme tidak ada rasionalitas. 

Alih-alih mendidik televisi justru menghambat perkembangan kognitif anak dengan mencekoki dogma, tanpa menuntut anak untuk memahami moralitas. KPI pun terjerumus pada jurang yang sama dengan aturann yang gebyah huyah bahwa segala jenis kekerasan tidak baik bagi anak bahwa segala jenis hubungan asmara tidak cocok untuk anak. 

Anak dan remaja memang pihak rentan yang harus dilindungi namun menghilangkan hal-hal negatif dari media tidak akan menghapus fakta bahwa dunia itu sendiri bahkan dalam lingkungan anak sehari-hari penuh dengan hal negatif. Tentunya ini bukan berarti bahea media boleh begitu saja menampilkan kekerasan, seksualitas, atau narkoba pada anak. 

Kita tidak bisa membuat dunia bahwa sepenuhnya bersih dari hal negatif agar aman ditinggali anak . Tapi bisa mempersiapkan mereka untuk menghadapi hal ini dengan rasional agar mereka bisa menciptakan dunia yang lebih baik lagi nantinya bagi generasi yang akan datang berikutnya 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun