Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Dunia Terbalik pada Anak Kedua, Kecil Mandiri dan Besar Manja

22 Januari 2023   06:01 Diperbarui: 22 Januari 2023   07:19 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernahkah Anda menemukan fakta bahwa anak kedua Anda lebih mandiri dari anak pertama? Saya menemukan fakta ini pada waktu mereka usia 2 tahun hingga usia 10 tahun. Tepatnya ketika usia si sulung  5 tahun dan adiknya 2 tahun. 

Saat usia itu betapa bangganya saya kepada anak lelaki kedua saya. Umur 2 tahun tapi lebih mandiri dari si abang yang sudah berumur 5 tahun. Makan bisa sendiri. Mandi sendiri. Gosok gigi juga. Masang baju. Bahkan ketika kami naik bus umum akan pulang ke kampung, ia duduk sendiri sedang si abang di pangkuan saya.

Jangan bangga dulu Bun, bila menemukan anak kedua lebih mandiri dari anak pertama di usia pra SMP. Ini belum waktunya ia mandiri. Seperti pengalaman saya saat ini. Anak kedua, begitu menyita perhatian meski ia sekarang sudah duduk di kelas 11 SMA.

Si abang memang agak mabuk berkendara, kembali ke cerita di atas, sedang si adik, tidak. Santai dan tenang. Duh, bangganya saya. Demikian juga saat bermain mobil-mobilan, ia mandiri. Bercerita dengan mobil-mobilannya. Saya amati dari jauh. Saya pun tersenyum bahagia melihatnya.

Demikian juga kecerdasan, anak kedua lebih cerdas matematika daripada anak pertama. Kemampuan membaca mereka pun lebih cepat anak kedua mampu membaca. Kurang dua tahun ia sudah bisa membaca satu kata-satu kata.

Cuma, minat berbicara anak kedua lebih sedikit dari si abang. Saya pun khilaf membiarkan saja. Mungkin nurun dari si ayah begitu kesimpulan saya kala itu. Sebab, si ayah juga hemat bicara. Beda dengan si mama rajin banget bicara.

Justru suami heran jika saya hemat bicara. Pasti beliau nanya. Apa masalah diam-diam aja? Karena saya selalu memiliki topik untuk dibicarakan baik dengan si ayah maupun si abang. Anak nomor dua tidak. Ia asyik dengan mainannya atau temannya anak tetangga kami.

Inilah keunggulannya yang lain, ia sangat loyal kepada temannya. Jika temannya menangis, pasti ia turut menangis sambil membujuk-bujuk temannya. Ia punya teman yang banyak. Sekilas terlihat semua baik-baik saja bukan?

Ketika memasuki usia sekolah dasar pun ia baik-baik saja. Ia juara kelas. Meski cuma juara dua. Ia pun sangat kritis. Jika sampah di kelas mereka berserakan, ia tak segan kasih ide ke gurunya. " Mama saya Buk, di sekolah, mendenda muridnya Rp.500 satu sampah di bawah meja dan kursi muridnya."

Begitu ia usul kepada gurunya. Gurunya open bercerita dengan saya. Guru itu begitu memujinya. Demikian juga yang telat berwudhu untuk shalat dzuhur dia usul menghafal satu surat pendek, seperti saya memberi sanksi kepada murid saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun