Alhamdulillah satu hari lagi kita akan sampai pada Idul Adha. Memang tetap ada perbedaan jatuh hari Raya Idul Adha ini seperti tahun-tahun sebelumnya.
Kita hargai perbedaan ini. Toh, kita sama-sama memiliki pedoman masing-masing  dan sama kuat. Hal ini merupakan ciri khas kita dalam hidup toleran dan pengamalan nilai-nilai pancasila.
Dengan adanya perbedaan ini justru kita lihat dan rasakan sebagai khazanah kebebasan berpikir dalam kebinekaan tunggal ika. Ciri kekayaan bangsa kita Indonesia sejak zaman dulu kala..
Berbeda-beda namun tetap satu. Rukun tenteram dan damai dalam hidup berdampingan. Sudah lama ini menjadi ciri keberagaman bangsa Indonesia.
Saya masih ingat di kampung. Ada 2 faham di situ. Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama. Kami kompak dan rukun karena kami memang satu turunan bermarga Siregar dan Harahap yang dominan lalu berkembang dengan marga dan suku lain dengan alat pernikahan.
Pernah saya bertanya kepada ayah saya, mengapa opung Bahar dan opung Kali Akbar tidak sholat hari Raya di Masjid Muhammadiyah. Mengapa dua keluarga besar kami itu sholatnya di Masjid Nahdatul Ulama.
Lalu ayah saya bercerita. Meskipun kita berada di Kampung Petani, berupa desa kecil, kita tetap berpolitik. Dulu kampung ini tak punya masjid dan organisasi. Desa tak ada kemajuan. Tidak berkembang. Apalagi mengenai ilmu pengetahuan.Â
Warga yang datang dan bekerja ke kampung ini semakin banyak  tetapi belum terkoordinir. Tak ada sarana tempat berkumpul. Lalu bermusyawarahlah para ninik mamak, tetua kampung, dan naposo bulung (pemuda-pemudi terpelajar di kampung).