Mohon tunggu...
Syaifullah Aji Trianto
Syaifullah Aji Trianto Mohon Tunggu... Mahasiswa - WNI

Mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam UIN Walisongo Semarang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kesadaran Perbatasan dari Sisi Sains (Bag. 2)

23 Februari 2017   23:23 Diperbarui: 26 Februari 2017   00:00 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alternatif Memandang Realitas Holistik

Kesadaran sepenuhnya masih menjadi misteri. Berangkat dari persoalan filosofis yang bertolak dari gagasan Descartes tentang filasafat dualismenya, memunculkan persoalan abadi yang dikenal sebagai Mind-Body Problem (Masalah Pikiran-Tubuh). Descartes membagi realitas menjadi dua subtansi, yang pertama disebut sebagai Res Extensa, ini terkait dengan dunia mekanis-klasik. Sedangkan yang kedua disebut sebagai Res Cogitans,yang berhubungan dengan pikiran dan kesadaran.

Filsafat dualisme Descartes berpendapat, bahwa antara pikiran dan tubuh merupakan dua subtansi yang berbeda. Sampai kemunculan Newton dengan hukum geraknya, yang pada akhirnya memungkinkan semua realitas itu dapat direduksi sepenuhnya kedalam mekanika klasik, dan subtansi realitas yang tersisa dari filsafat Descartes yang tinggal hanyalah Res Extensa. Dengan demikian, munculnya pikiran dan kesan kesadaran itu sendiri semata-mata merupakan konsekuensi dari mekanisme fisikal di dalam otak, dan lebih lanjut, kehendak bebas yang kita miliki tak lebih dari sebatas ilusi (epifenomenalism), apapun sejauh itu materi, maka semua yang ada di alam semesta ini, mau tidak mau harus tunduk patuh terhadap hukum-hukum fisika dan tetap dalam jangkauannya.

Pada sekitar awal abad ke 20, muncullah revolusi besar dalam bidang fisika, yang sampai sekarang dapat ditandai sebagai era fisika modern dengan dua pilar utamanya, yaitu Teori Relativitas dan Mekanika Kuantum. Berbagai gagasan-gagasan eksotis dan konsekuensi-konsekuensi aneh bermunculan seiring usaha para fisikawan untuk menyatukan teori relativitas dengan mekanika kuantum. Pengaruhnya yang paling besar adalah, kedua pilar utama fisika modern tersebut sepenuhnya hampir berhasil menjungkir balikan pandangan dunia mekanika klasik yang sudah 250 tahun lebih bertahan kokoh.

Terdapat perbedaan ganjil yang sangat kontras di sini, antara mekanika klasik dengan mekanika kuantum. Di mana mekanika klasik begitu terlihat berkuasa di alam semesta makro, yang berarti bahwa segala fenomena alam dunia klasik sehari-hari kita akan dengan gamblang dapat dijabarkan dan ter-prediksi secara akurat melalui mekanika klasik. Namun sebaliknya, di dalam alam semesta kuantum atau skala sub-atomik, mekanika klasik sama sekali kehilangan kuasanya. Dan dengan begitu, mekanika kuantum lah yang akhirnya memiliki wewenang untuk mengambil alih kuasa penuh dalam skala sub-atomik.

Fenomena-fenomena ganjil dalam skala sub-atomik tersebut, sama sekali tidak akan pernah dapat kita jumpai di dalam kehidupan sehari-hari kita. Yang demikian, sudah tidak dapat di sangkal, ini menjadi problem nyata para fisikawan sampai hari ini. Dengan suatu cara tertentu, entah kita sadari atau tidak, sebenarnya telah kita reduksi segala bentuk realitas alam semesta itu jadi seongok materi. Sehingga pandangan kita terhadap realitas dunia ini menghasilkan suatu gambaran yang tidak lengkap. Dengan demikian, dapat dikatakan, bahwa boleh jadi inilah sumber penyebab dari segala permasalahan ganjil yang dihadapi oleh para fisikawan hari ini.

Jika memang di satu sisi tubuh biologis kita ini adalah produk dari evolusi dan seleksi alamiah. Namun di sisi lain, kesadaran yang kita miliki ini jauh melampaui wujud biologis kita. Terlalu banyak waktu yang kita habiskan untuk mengamati segala sesuatu yang ada di luar, dan menyebabkan kita lupa bahwa diri kita sendiri juga merupakan bagian dari misteri alam semesta.

Terdapat pengalaman-pengalaman subjektif yang muncul dari diri kita yang seharusnya tidak dapat kita sangkal dan kita sangsikan begitu saja. Katakanlah, sebagian kecil pengalaman-pengalaman itu muncul dalam bentuk halusinasi, mimpi, intuisi, maupun firasat. Yang mana ini merupakan suatu kodrat alami yang kita miliki sebagai sarana kita untuk memandang dunia dengan cara unik tertentu.

Tapi demikian adanya, arus tren modern ini membawa kita sangsi dan bahkan menyangkal segala bentuk pengalaman subjektif tersebut, karena hal itu dianggap tidak menjamin kepuasan jasmaniah kita yang cenderung berambisi melahap semua bentuk material yang nampak. Padahal pengalaman subjektif tersebut merupakan alternatif dan potensi kita untuk dapat memandang dunia secara holistik.

Realitas alam semesta kita keseluruhan ini ibarat seperti fenomena gunung es. Disatu bagian, sedikit pucuk gunung yang nampak di permukaan itu adalah dunia klasik sehari-hari yang akrab dengan kita, dan pada bagian yang lain, volume gunung yang lebih besar itu terendam di bawah permukaan air berkorelasi dengan alam kuantum dengan beragam fenomena aneh dan ajaib yang masih menjadi misteri.

Mekanieme pikiran kita pun demikian, antara alam sadar dan alam bawah sadar memiliki cara kerja yang berbeda. Demikian juga, keduanya memiliki kapasitas kemampuan berbeda dalam mengolah informasi dan memandang realitas alam semesta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun