Mohon tunggu...
RhetIM
RhetIM Mohon Tunggu... Buruh - Orang biasa

Aneh ajalah. Bingung mau dibuat apa, karena ada pepatah mengatakan, tak kenal maka tak sayang..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Ibu yang Takut untuk Menangis

14 Januari 2020   01:39 Diperbarui: 14 Januari 2020   02:46 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sebagai hukuman, tidak lagi ada uang saku untuk Sisca. Hanya bekal makanan saja yang masih diwajibkan untuk dibawanya ke sekolah. Tak lantas membuat Sisca menyerah.

Meski sudah diketahui bahwa sisa jajanan ia bayar dengan uang sakunya, tak menghalangi jalannya untuk tetap bertemu dan memberikan sisa makanan yang tidak terjual itu pada Mirna.

Jam masih menunjukkan pukul sembilan. Ia bergegas lebih awal untuk mengambil hasil jualan ibu tirinya. Sambil menunggu, terkadang Sisca membantu pemilik warung membersihkan gelas-gelas dan sendok yang kotor. Upahnya bisa ia jadikan untuk membeli sisa panganan yang seharusnya ia bawa pulang. Untuk dibawa pada Mirna.

***
Pagi-pagi sekali warga dihebohkan oleh kabar yang tidak mengenakkan. Sesosok mayat ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa.

Di sebuah halaman ruko, Mirna ditemukan dalam keadaan tidak bernapas lagi. Ada bekas tali yang menjerat di leher. Perbincangan itu tak habis-habisnya diulas. Pihak kepolisian melakukan olah TKP dan menanyakan langsung beberapa orang saksi yang mengetahui keberadaan korban dengan siapa terakhir kalinya.

Sisca masuk dalam interogasi. Bocah perempuan kecil itu tak mengerti. Matanya berkaca-kaca. Antara sedih juga kehilangan. Tidak banyak  yang ia jawab dan utarakan. Sisca hanya tahu bahwa di malam itu ternyata, adalah malam terakhir ia memberikan panganan.

Garis kuning Polisi membatasi area. Untuk beberapa waktu, ruko itu diharuskan untuk tutup. Beberapa karyawannya senang dengan adanya kejadian tersebut.

Hingga Polisi selesai menuntaskan penyelidikan. Secepatnya. Hanya itu keterangan yang diberikan. Wajar saja, ruko yang memperjualbelikan barang-barang elektronik itu memperlakukan karyawannya dengan semena-mena dan juga memberikan upah yang tidak layak. Pantas saja sebagian karyawannya menganggap itu buah dari karma.

"Dasar Cina!" Maki salah seorang sopir angkot yang sedang istirahat dengan suguhan segelas kopi.

"Lancar, Mas, setorannya?"

"Sepi, Bu. Gara-gara pengemudi online membuat pendapatan kita para sopir berkurang." Lagi-lagi sopir itu menyalahkan keadaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun