Masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang beragam, baik dari segi budaya maupun sosial. Keberagaman bangsa di Indonesia meliputi berbagai aspek seperti agama, bahasa, dan tradisi social budaya. Bangsa kita kaya akan ragam budaya dan tradisi yang senantiasa berkembang diantara para penerus hingga saat ini. Penduduk Indonesia, yang merupakan salah satu masyarakat paling majemuk di dunia karena keunikan yang berbeda-beda di setiap wilayah yang tersebar. Faktor etnis, agama, budaya, dan letak geografis memengaruhi keberagaman tradisi ini, yang pada gilirannya membentuk karakteristik masing-masing daerah. Tradisi dan adat istiadat yang dipengaruhi oleh letak geografis ini umumnya ditemukan pada masyarakat yang tinggal di lereng gunung atau di daerah pesisir pantai.Â
Adat merupakan konsep kebudayaan yang mencakup nilai-nilai budaya, norma, kebiasaan, lembaga, dan hukum adat yang umum dijalankan di suatu daerah. Secara sederhana, tradisi merujuk pada hal-hal yang sudah dilakukan sejak dulu kemudian menjadi bagian dari kehidupan berbangsa suatu penduduk, berkaitan dengan daerah, budaya, waktu, dan agama yang serupa. Hal terpenting merupakan informasi yang senantiasa berkembang dari waktu ke waktu, baik secara tulisan maupun lisan, sebab tanpa adanya penyampaian ini, adat atau tradisi bisa punah. Tradisi petik laut biasanya dipimpin oleh para sesepuh atau tokoh desa di daerah yang melaksanakannya, dan biasanya diadakan pada bulan Muharram atau Suro. Masyarakat yang menjalankan tradisi ini percaya bahwa jika tidak melaksanakannya, bisa terjadi peristiwa buruk seperti perahu tenggelam, hasil laut yang menurun, bahkan bencana alam seperti gempa atau tsunami. Oleh karena itu, masyarakat pesisir sangat menjaga kelangsungan tradisi ini, terutama mereka yang sudah lama menjalankannya, untuk menghindari dampak negatif jika tradisi ini terabaikan (Hamidah, 2024).Â
Tradisi petik laut ini mengandung nilai-nilai penting untuk menjaga kelestarian laut dan sumber daya alamnya. Nilai-nilai yang ada dalam tradisi ini meliputi gotong royong, sosial, estetika, dan religius. Tradisi ini dilaksanakan selama tiga hari; hari pertama diisi dengan pengajian seperti pembacaan Yasin dan tahlil, hari kedua dengan khataman Al-Qur'an, dan hari ketiga menjadi puncak acara dengan pelarungan sesajen ke laut. Seluruh kegiatan ini dilakukan bersama-sama, yang memperlihatkan nilai kebersamaan, gotong royong, sosial, estetika, dan religious (Hamidah,2024).
Upacara petik laut mengandung berbagai nilai, seperti gotong royong, sosial, estetika, dan religius. Masyarakat nelayan memanfaatkan waktu luangnya untuk saling membantu dalam mempersiapkan kebutuhan upacara, seperti menyiapkan sesaji. Hal ini mencerminkan nilai gotong royong, di mana mereka bekerja bersama untuk memastikan kelancaran acara. Selain itu, nilai sosial juga terlihat dalam interaksi masyarakat yang saling membutuhkan bantuan untuk mempersiapkan upacara besar ini, dari persiapan awal hingga pelaksanaan pelarungan sesaji.Â
Meskipun masyarakat yang terlibat beragam, upacara ini tetap mempererat ikatan persaudaraan dan persahabatan di antara mereka.Nilai estetika hadir dalam upacara ini melalui dekorasi perahu nelayan yang berpartisipasi dalam iring-iringan larung sesaji, serta pementasan tarian gandrung dan lagu-lagu yang memberikan sentuhan keindahan dan kesakralan pada ritual tersebut. Nilai religius juga tercermin dari pembacaan doa yang dilakukan selama upacara, yang bertujuan untuk memohon kelancaran dan keselamatan. Doa-doa yang dibaca dalam bahasa Arab, Jawa, dan Madura mengandung nilai religius, khususnya ajaran Islam. Salah satu doa yang dibaca adalah surat Yasin, yang memohon kelancaran hidup di dunia dan akhirat. Meskipun upacara petik laut sudah ada sejak zaman prasejarah, dalam perkembangannya upacara ini tetap mencerminkan permohonan kepada Tuhan. Beberapa nilai religius dalam upacara ini adalah permohonan agar hasil laut melimpah, permohonan perlindungan dan keselamatan, ungkapan syukur atas hasil laut yang melimpah, serta upaya menanamkan kecintaan terhadap laut agar kelestariannya terjaga dan bermanfaat bagi masyarakat (Hamidah,20
24).
Acara petik laut juga dikenal dengan adanya upacara tradisional yang melibatkan pemimpin adat, tokoh masyarakat, dan nelayan senior. Upacara ini biasanya diikuti dengan doa bersama, meminta kepada Tuhan agar para nelayan selalu diberikan keselamatan di laut dan hasil tangkapan yang melimpah. Proses pelepasan kapal ke laut merupakan simbol dari harapan yang ditanamkan oleh masyarakat bahwa kehidupan mereka akan terus bergantung pada hasil laut yang berkah. Selama perayaan petik laut, berbagai kegiatan ekonomi juga berjalan seiring dengan acara budaya tersebut. Sebagai contoh, selain pameran UMKM yang menampilkan produk lokal dari masyarakat pesisir seperti kerajinan tangan, makanan khas daerah, dan ikan olahan, pasar malam juga menjadi bagian dari acara yang sangat dinantikan. Banyak pedagang yang memanfaatkan momen ini untuk berjualan, mulai dari makanan tradisional hingga barang-barang lainnya yang menarik pengunjung. Hal ini memberikan dampak langsung pada peningkatan perekonomian lokal.
Kegiatan lainnya yang turut melibatkan masyarakat adalah lomba perahu hias, yang menjadi bagian dari hiburan rakyat yang juga tak kalah menarik. Lomba ini tidak hanya melibatkan nelayan, tetapi juga komunitas lainnya seperti pelajar dan organisasi masyarakat setempat. Hal ini menunjukkan bahwa petik laut memiliki sifat inklusif, di mana semua elemen masyarakat dapat berpartisipasi dan merayakan kebersamaan. Petik laut juga memberi kesempatan bagi masyarakat dari luar daerah untuk mengenal lebih dekat budaya pesisir Paiton. Keikutsertaan nelayan dari Madura, Besuki, dan daerah lain menunjukkan bahwa tradisi ini tidak hanya terfokus pada masyarakat setempat, tetapi telah berkembang menjadi sebuah ajang pertukaran budaya dan kerjasama antar wilayah pesisir. Dengan semakin banyaknya nelayan dan masyarakat dari luar yang ikut berpartisipasi, petik laut semakin menunjukkan relevansinya sebagai acara yang mempererat hubungan sosial dan budaya antar masyarakat pesisir di berbagai daerah.
Dukungan dari berbagai pihak, baik pemerintah setempat maupun sponsor dari perusahaan swasta, menjadi faktor penting dalam suksesnya acara ini. Selain itu, perhatian khusus terhadap kelestarian lingkungan juga menjadi bagian dari pelaksanaan acara petik laut. Misalnya, di beberapa kegiatan, masyarakat diajak untuk turut menjaga kebersihan laut dan lingkungan sekitar, agar hasil laut yang mereka andalkan tetap terjaga keberlanjutannya.Â
Dengan berjalannya waktu, tradisi petik laut di Paiton semakin mendapat pengakuan dan perhatian, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Acara ini telah berkembang menjadi salah satu daya tarik wisata yang tidak hanya berfokus pada budaya, tetapi juga potensi ekonomi yang besar. Dalam hal ini, pelaksanaan petik laut tidak hanya menguatkan nilai-nilai budaya lokal, tetapi juga memberikan peluang bagi masyarakat pesisir untuk meningkatkan taraf hidup melalui partisipasi dalam ekonomi kreatif dan pariwisata. Secara keseluruhan, tradisi petik laut di Paiton bukan hanya sekadar perayaan budaya, tetapi juga merupakan kegiatan yang menyatukan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk ekonomi, sosial, dan spiritual. Dengan keberlanjutan acara ini, diharapkan tradisi petik laut dapat terus menjadi bagian penting dalam mempertahankan identitas budaya pesisir dan memperkuat perekonomian local. (Kompasiana.com)
Beberapa nilai budaya dan sosial yang dapat ditemukan dalam tradisi petik laut: