Mohon tunggu...
Rahmat Febrianto
Rahmat Febrianto Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Blogger dan siswa; @rfebrianto; 2eyes2ears.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Sesat Pikir Rhenald Kasali atau Penyesatan Pikiran?

24 Maret 2016   07:17 Diperbarui: 24 Maret 2016   07:26 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Tulisan ini saya buat karena saya merasa bahwa Prof RK seperti hendak memaksakan idenya di dalam dua tulisannya Cek di sini  dan di sini tentang fenomena sharing economy.Yang saya sebut dengan pemaksaan ide tersebut bukanlah pada ekonomi berbagi tersebut, tetapi lebih pada definisi yang ia bangun, logika yang ia sampaikan, tetapi ia tabrak sendiri untuk mendukung simpulan yang telah ia buat di awal.

Mari kita kutip apa yang ia bahas tentang ekonomi berbagi tersebut di dalam kedua tulisan di atas.

Di dalam tulisan di Koran Sindo, RK memberi judul dengan kata kunci sharing economy. Di dalamnya ia menyebut sebuah situs nebeng.com. Saya coba cek ke situs tersebut dan menemukan penjelasan kurang lebih seperti di bawah ini.

Www.nebeng.com beserta variannya www.nebeng.info, diilhami oleh pengalaman pribadi. Dalam kesehariannya, pemrakarsa www.nebeng.com pulang dan pergi kantor melalui TOL Jakarta-Merak....Website ini bertujuan untuk memberikan salah satu solusi dalam menghadapi kenaikan BBM, dengan cara mempermudah komunikasi antara pemberi tebengan dan penebeng, dan juga membantu dalam masalah keamanan.

Ada kesan--saya tidak tahu benar atau keliru--bahwa situs ini mengumpulkan orang-orang yang setujuan: dari A ke B lalu mereka bersepakat: "nebeng saya saja biar lebih irit". Mereka berbagi biaya.

Sampai di sini tidak ada yang salah dari istilah beliau tentang sharing economytersebut--jika yang ia maksud memang adalah bagaimana sekelompok orang, di tengah situasi ekonomi dan sumberdaya yang terbatas, berusaha berhemat dan berbagi kos atau properti mereka.

Namun, ketika ia membicarakan tentang taksi konvensional versus berbasis aplikasi, kok rasanya ia menabrak definisi yang ia bangun sendiri.

Saya beri dua contoh untuk itu.

Kondisi 1.
 Tuan A berencana berangkat dari Jakarta ke Jogja tanggal 1 April menggunakan mobilnya sendiri. Total perjalanan 12 jam dan biaya sekitar 1 juta. Ia lalu menawarkan kursi di mobilnya ke siapa saja yang mau ikut di tanggal tersebut. Dua orang mau ikut keduanya naik dari Bandung. Biaya lalu dibagi bertiga.

Kondisi 2.
 Tuan B, di Jakarta, hendak ke Jogja lewat darat. Ia mencari kendaraan sewa via internet. Dapat. Taksi berbasis aplikasi plat hitam. Sewanya sekian rupiah, lebih murah daripada nonaplikasian.

Pertanyaan, mana kondisi yang lebih pas dengan istilah "sharing economy" menurut istilah RK di situsnya? 1 atau 2?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun