Mohon tunggu...
Riziq HariFerlito
Riziq HariFerlito Mohon Tunggu... Mahasiswa - Sedang Kuliah di Universitas Pendidikan Indonesia

Hanya orang yang suka menulis, menilai dan juga membagi pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Film

Semiotika Pada "Dua Garis Biru"

27 Oktober 2022   11:00 Diperbarui: 27 Oktober 2022   11:07 583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Mengklasifikasikan Semiotika Film 'Dua Garis Biru' menurut Pandangan Charles Sanders Peirce

Semiotika adalah ilmu sekaligus metode analisis untuk mengkaji tanda. Ada tiga mazhab besar dalam bidang semiotika yang konsepnya digunakan sampai saat ini yaitu Ferdinand de Saussure, Charles Sanders Peirce dan Roland Barthes.

Charles Sanders Peirce lahir pada keluarga intelektual di Camridge, Massachussets, tahun 1890. Ia terkenal dengan model triadik dalam teori semiotika yang terdiri dari:

  1. Representamen : sesuatu (biasanya visual) yang mewakilkan objek
  2. Objek : sesuatu yang diwakili representamen
  3. Interpretan : interpretasi yang dipikirkan oleh penerima tanda

 Ia juga mengklasifikasikan tanda sebagai tiga kategori yaitu:

  1. Ikon : tanda yang terbentuk dari kemiripan visual representamen dengan objek
  2. Indeks : tanda muncul dari hubungan sebab-akibat antara representamen dan objek
  3. Simbol : tanda yang terbentuk dari kesepakatan massal pada tahap interpretan

Untuk memperjelas teori Peirce, kita bisa mengkaji sebuah film sebagai contoh. Kali ini saya akan menganalisis film 'Dua Garis Biru' karya Ginatri S. Noer. Alasan saya memilih film ini untuk dikaji adalah karena walaupun sering luput dari mata penonton awam, film ini memiliki banyak semiotika yang ditunjukkan secara gamblang. Pesan moral dari film ini juga sangat bagus dan banyak dikaji karena memberikan dampak positif dan edukatif bagi masyarakat.

Film 'Dua Garis Biru' adalah film tentang kisah cinta romantis dua murid SMA yang masih muda dan kurang teredukatif dengan pengetahuan reproduksi dan seksual bernama Dara dan Bima. Mereka memiliki latar keluarga dan ekonomi yang berbeda, namun saling menyukai. Konflik awal film ini adalah Dara yang hamil karena melakukan aktivitas seksual dengan Bima. Karena masih sekolah, awalnya Dara menyembunyikannya namun semakin lama hal itu sulit dilakukan dan ia kelepasan mengatakan bahwa ia hamil. Mereka harus melewati rintangan-rintangan yang membuat mereka merasa renggang. Dara harus melepas mimpinya, Bima harus mengikhlaskan waktu dan tenaganya untuk mengurus Dara. Film ini memiliki pesan moral dan peringatan yang dibutuhkan bagi masyarakat Indonesia terutama generasi muda agar berhati-hati dalam menjalin hubungan cinta.

Terdapat beberapa semiotika yang saya tangkap pada film ini dan saya klasifikasikan menjadi tiga kategori yang dikemukakan Peirce di atas. Semiotika tersebut adalah:

  1. Stroberi sebagai janin

Dara tahu saat memeriksa kandungannya di internet sambil bersantai memakan stroberi bahwa janinnya saat itu memiliki ukuran sebesar stroberi. Kemudian ia mencoba untuk menempelkan stroberi itu di perutnya. Semiotika ini adalah semiotika ikon. Karena, penggunaan tanda stroberi untuk janin berasal dari kemiripan visual ukuran janin dengan ukuran stroberi.

  1. Kerang dara sebagai penanda hilangnya keperawanan

Saat makan-makan bersama teman-temannya, Bima memakan kerang dara yang membuat Dara sedikit mual. Namun, Bima tetap menantang Dara untuk memakan kerangnya dan akhirnya Dara membuka mulut kerang dan memaksakan diri untuk memakannya. Kerang dara ini merepresentasikan status keperawanan Dara. Keperawanan kerap kali dikaitkan dengan kata 'dara'. Oleh sebab itu, kerang dara direpresentasikan sebagai 'kedaraan' seorang Dara yang telah terbuka. Semiotika ini adalah termasuk semiotika indeks karena asal muasal pertandanya berdasarkan sebab-akibat.

  1. Ondel-ondel wanita sebagai tanda kehamilan dan perpisahan dengan kehidupan gadis

Ondel-ondel adalah boneka besar yang dulunya digunakan sebagai pengusir penyakit dibudaya betawi. Namun sekarang, ondel-ondel dilestarikan sebagai hiburan masyarakat. Dalam film ini, peran ondel-ondel menyimbolkan makna yang berbeda. Ondel-ondel adalah boneka yang di dalamnya harus diisi oleh seseorang demi bisa bergerak. Sama seperti Dara, ondel-ondel tersebut sedang 'mengandung'. Dan Dara harus menerima konsekuensinya untuk hidup sebagai ibu. Semiotika ini didasarkan oleh kesepakatan masal yang harus dipelajari terlebih dahulu, maka ini adalah simbol.

Demikianlah analisis yang saya paparkan pada kesempatan kali ini. Mohon maaf atas kesalahan dan kekurangannya dan terima kasih telah meluangkan waktu untuk membaca. Sampai jumpa di artikel selanjutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun