Mohon tunggu...
Bloor
Bloor Mohon Tunggu... Lainnya - Masih dalam tahap mencoba menulis

Tertarik pada pusaran di sekeliling lapangan sepak bola. Belajar sejarah bukan untuk mencari kambing hitam

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Jerman Si Perusak Pesta: Hongaria Mangsa Pertama

21 Juni 2021   11:00 Diperbarui: 24 Juni 2021   22:05 3714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Helmut Rahn menyamakan kedudukan (picturealliance/dpa)

Magis Magical Magyars yang tak terulang, Johann Cruyff dan hagemoni total football, Maradona sang juara bertahan, generasi emas pertama Belgia, generasi emas Republik Ceko, sampai pekikan football coming home dan tarian selebrasi Brazil mereka semua disatukan oleh entitas bernama Timnas Jerman. Boleh lah bila Jerman didapuk sebagai tim paling spesialis perusak pesta selain julukannya spesialis turmanen. Mereka bertanggung jawab pada beberapa what if terbesar dalam jagat sepak bola.

Banyak anekdot yang menyatakan orang-orang Jerman itu hidupnya sudah seperti robot. Semua sudah diatur dan harus berjalan sesuai sirkuitnya. Karena stereotip itu banyak yang kemudian mencap orang Jerman payah dalam membuat lelucon. Mungkin hal ini bisa benar adanya berkali-kali melihat keengganan mereka larut dalam pesta yang sedang memukau mayoritas penikmat sepak bola.

Pada masa itu dan hingga sekarang, Magical Magyars atau Golden Team milik Hungaria adalah representasi tertinggi sepak bola. Permainan indah, kemenangan adalah santapan sehari-hari, revolusi taktik, hingga disokong nama-nama yang sampai sekarang juga masih diasosiasikan dengan kesuksesan macam Ferenc Puskas, Zalton Czibor dan Sandor Kocsis. 

Timnas Hungaria sampai saat ini mencatatkan diri sebagai tim dengan elo rating tertinggi yang pernah dicapai tim nasional. Sangat mudah pada masa pertengahan abad 20 untuk menyebut Hungaria sebagai tim terbaik.

Datang di Piala Dunia 1954 Swiss dengan bekal raihan emas Olimpiade 1952 jelas menempatkan Hungaria sebagai unggulan. Sepuluh hari sebelumnya Hungaria malah menggilas Inggris 7-1 pada helatan laga uji coba. Pada fase grup mereka melumat Jerman 8-3 dan Korsel 9-0, semakin jemawa setelah memulangkan Brazil di perempat final pada laga yang disebut Battle of Berne yang memaksa wasit mengangkat tiga kartu merah. 

Uruguay yang berstatus juara bertahan dipaksa mengepak koper di semi final setelah kalah lewat skema perpanjangan waktu. Total 27 gol dengan rerata 5,4 gol per laga adalah rekor piala dunia sampai sekarang. Kocsis mengemas 11 gol termasuk quattrick ketika melawan Jerman.

Seolah tinggal menunggu waktu saja bagi khalayak untuk melihat Nandor Hidegkuti dan rekan-rekannya mengangkat piala di Wankdorf Stadium. Tempat mereka sebelumnya menyingkirkan Brazil, memori manis Battle of Berne beberapa hari sebelumnya siap kembali dikumandangkan. Pada laga tanpa Puskas mereka bisa menang, bukan hal mustahil menekuk Jerman apalagi Puskas dipastikan akan bermain di final. Meski mereka diterjang kelelahan sebab laga melawan Uruguay yang molor sampai perpanjangan waktu.

Fritz Walter dan Puskas sebelum laga (picturealliance/AP)
Fritz Walter dan Puskas sebelum laga (picturealliance/AP)
Namun Pesta rakyat Hungaria harus berakhir di final yang juga dikenal sebagai Miracle of Bern. Diatas kertas semua pasti menjagokan Hungaria, tim asuhan Gustav Sebes sudah membuktikan kegagahan mereka sepanjang turnamen, termasuk mengalahkan Jerman di fase grup. Namun yang terjadi selanjutnya adalah upset terbesar dalam sejarah sepak bola. 

Unggul cepat via gol kapten Puskas dan Czibor bahkan sebelum laga genap 10 menit. Jerman langsung bisa menyamakan kedudukan lewat Morlock dan Rahn sebelum babak pertama usai. Rahn akhirnya membawa Jerman unggul di penghujung babak kedua, usaha Puskas menyamakan kedudukan dianulir asisten wasit yang menjatuhkan vonis offside pada golnya. Jerman menyudahi catatan tak terkalahkan Hungaria selama empat tahun.

Fritz Walter yang kemudian namanya abadi sebagai stadion kandang FC Kaiserlautern lah yang mengorkestrasi kejatuhan Hungaria. Dalam kondisi hujan deras yang kemudian disebut Fritz-Walter Weather, umpan-umpan manisnya dari sisi flank memungkinkan barisan penyerang, Morlock dan Rahn menuntaskannya menjadi gol. 

Seusai laga, bukan hanya pesta publik Hungaria yang berhenti, namun berubah menjadi gelombang protes besar-besaran. Tak hanya kepada federasi sepak bola, juga kepada rezim komunis yang sedang berkuasa. Nantinya geloban protes ini semakin membesar menjadi Revolusi 1956, awal menukiknya prestasi Hungaria.

Fritz Walter menggondol Piala Jules Rimet ke tanah Jerman. (picturealliance/Baumann)
Fritz Walter menggondol Piala Jules Rimet ke tanah Jerman. (picturealliance/Baumann)
Miracle of Bern menjadi pertandingan yang selamanya mengubah nasib Jerman dan Hungaria. Momentum ini menjadi awal mula Jerman, atau waktu itu Jerman Barat membangun reputasinya sebagai power house sepak bola dunia. Publik Jerman yang masih remuk setelah Perang Dunia II mendapat angin segar untuk mengerek kembali semangat nasionalismenya. Final 1954 menjadi ajang pertama lagu kebangsaan Jerman diputar di final gelaran olahraga internasional pasca Perang Dunia II.

Baca lanjutan kisah Jerman Si Perusak Pesta lainnya:

Noktah Kosong Johan Cruyff

Mengantar Maradona Menuruni Panggung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun