Mohon tunggu...
Reynal Prasetya
Reynal Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Broadcaster yang hobi menulis.

Penyuka Psikologi, Sains, Politik dan Filsafat yang tiba - tiba banting stir jadi penulis Fiksi. Baca cerita terbaru saya disini : https://www.wattpad.com/user/Reypras09

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Pernikahan adalah Pekerjaan Seumur Hidup

1 Oktober 2020   09:21 Diperbarui: 1 Oktober 2020   09:32 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Menikah (Sumber: kompas.com)

Apa yang ada dalam bayangan anda ketika mendengar kata menikah? Resepsi mewah? Pencapaian hidup? Atau mungkin anda menganggap menikah adalah jalan untuk menempuh bahagia seperti apa yang dipercayai oleh banyak orang? 

Sedikit sekali orang yang mau berpikir secara rasional mengenai pernikahan. Lebih banyak orang yang mempercayai pernikahan seperti pil ajaib yang mampu menjadi solusi untuk segala permasalahan hidup.

Padahal realitanya, pernikahan itu lebih banyak kerja-nya dibandingkan dengan bersenang-senangnya. Bukan santai-santai atau happy-happy berdua saja, melainkan ada banyak pekerjaan yang harus dan wajib dilakukan ketika sudah menikah. 

Tapi anehnya, ada banyak orang yang begitu ngebet menikah, dengan alasan karena takut terlambat, takut ketuaan karena umur makin menipis. Jiwa begitu gusar dan tidak tenang apabila belum kunjung mendapatkan pasangan hidup.

Tidak ada yang salah dengan menikah, semua orang pasti menunggu hari yang paling mengesankan itu. Semua orang pasti ingin mempunyai pasangan hidup. Namun menjadi masalah ketika seseorang memutuskan menikah diwaktu yang belum tepat. 

Pernikahan justru akan berubah menjadi malapetaka apabila segala sesuatunya belum siap. Tidak banyak orang yang betul-betul mempersiapkan mental, finansial dan spiritual-nya, sebelum memutuskan untuk menikah.

Buah dari pernikahan yang terburu-buru dan grasa-grusu hampir selalu menghasilkan masalah yang sama. Ada beberapa orang yang harus rela menjanda dan menduda diumur yang relatif masih muda. Sebagian besar ada yang sudah mempunyai anak, sebagian lagi tidak mempunyai anak. 

Saya seringkali menemukan orang-orang demikian. Terutama wanita. Umurnya masih sangat muda antara 25-27 tahun mereka sudah menjada karena bercerai dengan suaminya. Mau tidak mau mereka yang sudah mempunyai anak, harus berusaha menghidupi anaknya seorang diri.

Beberapa ada yang merasakan trauma untuk menikah lagi, merasa sulit mendapatkan pria yang baik dan lebih memilih jaga jarak dari lelaki manapun yang mencoba mendekatinya. Adapula yang seakan tidak kapok untuk sembarang menikah lagi. Entah apa yang ada dalam pikirannya, seolah-olah dia kebal disakiti. 

Saya kadang berpikir, mengapa bisa seberani dan senekat itu? Padahal yang namanya pernikahan itu bukan coba-coba. Pernikahan adalah pekerjaan yang memerlukan komitmen dan keseriusan untuk menjalaninya. 

Ketika anda memutuskan menikah dengan seseorang, pada saat itu juga anda sebenarnya sedang memutuskan bekerjasama dengan-nya seumur hidup. Sama halnya ketika anda melamar kerja. Ketika anda sudah diterima oleh perusahaan, otomatis anda harus siap bekerja dan melakukan tugas sesuai aturan. Anda tidak bisa seenaknya melalaikan tugas dan kewajiban anda. 

Begitupun dengan menikah, pernikahan adalah kontrak kerja seumur hidup. Pernikahan ibarat perusahaan dimana dua orang sama-sama bekerja menjalankan tugas dan kewajibannya masing-masing. 

Asal Anda tahu saja, konflik dalam hubungan baik itu pacaran atau pernikahan, seringkali disebabkan karena ada satu pihak yang sudah tidak kooperatif lagi, tidak mau bekerja lagi, tidak mau berinvestasi lagi, sudah malas menjalankan tugasnya lagi. 

Alhasil pihak yang lain merasa dirugikan, dan merasa bekerja sendirian. Merasa capek sendiri, karena pasangan sudah tidak bisa diajak kerjasama lagi. 

Banyak sekali contoh-contoh yang bisa kita temukan disekeliling kita. Misal, ada beberapa suami yang mulai malas-malasan mencari nafkah. Lebih ekstrim lagi malah ada juga yang santai-santai saja merasa tidak punya tanggung jawab. Sementara istrinya harus bekerja dua kali lipat. Disamping harus mengerjakan urusan domestik, si istri juga harus mencari nafkah menjelma menjadi kepala rumah tangga untuk membiayai keluarganya. 

Alhasil, lama-lama si istri mulai tidak tahan dengan kelakuan suaminya. Si suami mulai bersikap tidak kooperatif. Si suami sudah tidak bisa diajak kerjasama lagi. Wajar apabila akhirnya si istri memutuskan untuk keluar dari perusahaan dan mengajukan gugatan cerai. 

Atau sebaliknya, adapula seorang suami yang sudah bekerja siang malam, namun si istri tidak menunjukkan sikap kooperatif, boro-boro mempersiapkan kebutuhan suami, si istri malah senang-senang sendiri, bermalas-malasan dan hanya memanjakan dirinya sendiri. 

Itu baru sebagian contoh pekerjaan-pekerjaan yang wajib dilakukan oleh kedua pasangan. Belum lagi ada pekerjaan-pekerjaan lain yang seringkali terlupakan. Seperti kesediaan waktu untuk ngobrol intim, mendengarkan, memuji, mengapresiasi, dan masih banyak lagi. 

Mengucapkan I love you setiap hari saja itu bisa disebut sebagai pekerjaan dalam hubungan. Meskipun hanya perbuatan yang sederhana, namun pekerjaan ini bisa meningkatkan keintiman. Apalagi seorang wanita, amat sangat senang mendengar kalimat ini dari seorang pasangan-nya. Seorang wanita sangat bahagia apabila dirinya merasa dicintai dan diinginkan oleh pasangan-nya.

Intinya, pernikahan adalah kerjasama. Sedangkan pasangan adalah rekan kerja. Maka saran saya, carilah pasangan yang memang sudah siap diajak bekerjasama. Jangan asal-asalan, karena nantinya dia akan anda ajak untuk BEKERJA SEUMUR HIDUP. 

Tunda Menikah Apabila Belum Siap Menjadi Orangtua

Perhatikan bagaimana kesiapan mentalnya untuk diajak bekerjasama dengan anda. Dan yang paling penting adalah ketika kita memutuskan untuk menikah, berarti kita juga sudah siap menjadi orangtua. Karena apabila sudah mempunyai anak, otomatis pekerjaan dalam pernikahan pun akan bertambah dua kali lipat daripada sebelumnya. 

Ketidaksiapan mental seseorang menjadi orangtua ketika menikah akan mempengaruhi tumbuh kembang sang anak. Banyak anak yang akhirnya harus terpasung dalam lingkaran orangtua yang merusak jiwa sang anak. 

Orangtua yang tidak sadar seringkali gemar melampiaskan amarah, keluh kesah, masalah yang dia miliki kepada sang anak. Beberapa orangtua yang tidak puas dengan kehidupannya akan melampiaskan ketidakberdayaannya itu kepada sang anak.

Kita tahu, mengurus dan mendidik anak itu tidak mudah, orangtua yang belum siap seringkali mengeluh betapa sulitnya mendidik anak mereka. Mereka tidak menyadari dari awal akan pekerjaan yang menyulitkan itu. Akhirnya banyak anak-anak yang jadi korban dari ketidaksiapan orangtua dalam mendidik anak. 

Banyak anak-anak yang akhirnya jadi minder, tertekan, sulit dikontrol, bahkan ada yang sampai broken home karena merasa tidak nyaman dengan perlakuan orangtuanya. 

Jadi, apabila belum siap menjadi orangtua, ada baiknya menunda pernikahan sampai diusia yang memang betul-betul matang secara mental dan juga finansial untuk menikah. Kasihan anak. Lebih baik terlambat menikah daripada ujung-ujungnya menyengsarakan anak. 

Kita bisa dengan mudah kok melihat contoh kasusnya disekeliling kita. Akibat pernikahan yang ugal-ugalan, kini banyak anak-anak yang harus ikut tercebur kedalam masalah yang dialami oleh orangtuanya. Anak harus ikut-ikutan menanggung beban yang dialami oleh orangtuanya. 

Jadikan apa yang nampak di sekeliling kita sebagai contoh bahwa pernikahan bukanlah ajang untuk menyenangkan dan memuaskan hasrat diri. Melainkan pekerjaan seumur hidup yang harus siap dijalani. Menikahlah apabila kita sudah benar-benar siap. 

Karena pernikahan adalah pekerjaan yang hanya bisa dilakukan oleh orang-orang dewasa. Bukan oleh mereka yang masih bocah ingusan yang malas-malasan untuk bekerja dan hanya ingin bersenang-senang belaka. 

Sahabat Anda

Reynal Prasetya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun