Literasi keuangan (financial literacy) adalah kemampuan individu untuk memahami konsep, risiko, dan produk keuangan serta menerapkan pengetahuan tersebut dalam mengambil keputusan keuangan yang tepat demi kesejahteraan jangka panjang. OECD mendefinisikan literasi keuangan sebagai "pengetahuan dan pemahaman konsep serta risiko keuangan, beserta keterampilan dan sikap yang diperlukan untuk menerapkannya dalam membuat keputusan efektif dalam beragam konteks keuangan". Dengan meningkatnya kompleksitas produk keuangan---termasuk layanan digital, cryptocurrency, dan instrumen investasi berkelanjutan---pentingnya literasi keuangan semakin mendesak bagi setiap lapisan masyarakat.
1). Komponen Literasi Keuangan
 Awareness/Kesadaran: Menyadari pentingnya pengelolaan keuangan sejak dini.
 Knowledge/Pengetahuan: Memahami bunga majemuk, inflasi, diversifikasi, serta produk jasa keuangan.
 Skills/Keterampilan: Menyusun anggaran, membandingkan suku bunga, dan membaca syarat ketentuan.
 Attitudes/Sikap: Keyakinan dan motivasi mengelola keuangan, mental tabungan kedepan.
 Behaviors/Perilaku: Praktik nyata seperti menabung, investasi, dan pembayaran tepat waktu.
2). Pentingnya Literasi Keuangan
- Dampak Individu: Individu yang literat secara finansial cenderung memiliki tabungan lebih besar, mengelola utang dengan bijak, dan mempersiapkan dana pensiun secara memadai. Literasi yang rendah berkorelasi dengan risiko overindebtedness dan kerentanan terhadap penipuan finansial.
- Dampak Makro: Masyarakat yang cakap keuangan mendukung stabilitas sistem keuangan nasional, meningkatkan inklusi keuangan, dan memperkuat pertumbuhan ekonomi melalui partisipasi di pasar modal dan penggunaan produk formal (oecd.org).
3). Pengukuran dan Metodologi
- Survey Internasional: OECD/INFE 2020 menilai literasi keuangan dewasa di 26 negara menggunakan toolkit standar, mengukur elemen pengetahuan, sikap, dan perilaku (oecd.org).
- PISA Financial Literacy: Mengukur literasi keuangan siswa 15 tahun di 14 negara OECD dan 6 mitra. Hasil PISA 2022 menunjukkan 18% siswa rata-rata belum mencapai tingkat dasar proficiency, dan hanya 11% yang mampu menyelesaikan masalah kompleks (oecd.org, oecd.org).
- Survei Nasional (Indonesia): SNLIK 2024---kolaborasi OJK dan BPS---mengukur indeks literasi dan inklusi keuangan masyarakat Indonesia (ojk.go.id, ojk.go.id).
Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024, hasil kerja sama OJK dan BPS dengan metode stratified multistage cluster sampling, melibatkan 10.800 responden usia 15--79 tahun di 34 provinsi antara 9 Januari hingga 5 Februari 2024. Hasilnya menunjukkan bahwa indeks literasi keuangan nasional mencapai 65,43%, sementara inklusi keuangan---yaitu akses terhadap produk keuangan---berada di angka 75,02%. Jika dilihat versi syariah, indeks literasi hanya 39,11%, dengan inklusi keuangan syariah sebesar 12,88%.
Analisis berdasarkan kelompok sosial demografis memperlihatkan adanya disparitas dalam literasi dan inklusi keuangan. Di wilayah perkotaan, angka literasi mencapai 69,71% dan inklusi 78,41%, sedangkan di perdesaan hanya 59,25% dan 70,13%. Dari sisi usia, kelompok 26--35 tahun memiliki skor tertinggi (74,82% literasi; 84,28% inklusi), sementara kelompok usia 15--17 tahun serta 51--79 tahun mencatat skor terendah, yaitu sekitar 51--52% literasi dan 58--64% inklusi. Tingkat pendidikan juga berpengaruh signifikan: lulusan perguruan tinggi memiliki literasi sebesar 86,19% dan inklusi mendekati 98,54%, sedangkan mereka yang hanya tamat SD atau tidak sekolah berada di range 38--57% untuk literasi dan 51--62% inklusi.