Mohon tunggu...
Rewin Darmawan
Rewin Darmawan Mohon Tunggu... Mahasiswa Uin Malang

Mahasiswa Uin Malang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pelanggaran Kode Etik Pada Kasus Perundungan Pada Anak Berkebutuhan Khusus

2 Juni 2022   21:47 Diperbarui: 2 Juni 2022   22:33 1605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada dasarnya, manusia diciptakan oleh tuhan untuk hidup di dunia yang tidak sempurna ini. Beberapa memiliki batasan fisik dan beberapa memiliki batasan materi. Namun, seperti umumnya, terkadang melabeli seseorang berdasarkan batasan yang dimilikinya. Di sisi lain hal ini merupakan hal yang berbahaya untuk memberi label seseorang berdasarkan batasan. Apalagi berkenaan dengan pembatasan fisik yang pada dasarnya diberikan kepadanya oleh Tuhan. Akibatnya, label yang melekat pada orang-orang yang dibatasi ini dapat membuat mereka merasa tidak enak atau memperlakukan orang lain secara berbeda. Tentu, mereka memiliki batasan di alam, tetapi pandangan dan sikap pelabelan kita terhadap mereka yang harus diubah agar pandangan kita tentang mereka tidak terpaku pada batasannya. Namun, ada kelebihan dan potensi yang bisa dimaksimalkan.

Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam pendidikan membutuhkan layanan khusus yang berbeda. Anak berkebutuhan khusus ini mengalami hambatan untuk belajar dan berkembang. Oleh karena itu, mereka membutuhkan kesempatan pendidikan yang layak untuk kebutuhan belajar setiap anak.

Secara umum, ada dua kategori hambatan untuk anak berkebutuhan khusus. Artinya, anak berkebutuhan khusus tetap untuk cacat tertentu, dan anak cacat sementara, yang mengalami hambatan belajar dan perkembangan yang disebabkan oleh. situasi dan situasi. Misalnya, dalam hal ini anak yang sulit menyesuaikan diri karena kecemasan publik atau bencana alam, atau yang tidak dapat membaca karena kesalahan guru di kelas, anak yang bilingual (di rumah dan di sekolah), perbedaan bahasa, anak-anak yang berpengalaman Isolasi budaya dan hambatan kemiskinan untuk belajar dan berkembang.

Anak berkebutuhan khusus sementara dapat menjadi permanen jika tidak mendapatkan intervensi yang tepat dan tidak memenuhi hambatan belajar. Semua anak dengan disabilitas sementara atau permanen memiliki disabilitas perkembangan dan kebutuhan belajar yang berbeda. Hambatan belajar setiap anak mengalami tiga faktor. Yaitu: (1) faktor lingkungan, (2) faktor internal anak itu sendiri, (3) Kombinasi faktor lingkungan dan faktor internal anak itu sendiri.

Anak berkebutuhan khusus (ABK) diartikan sebagai individu-individu yang mempunyai karakteristik yang berbeda dari individu lainnya yang dipandang normal oleh masyarakat pada umumnya. Secara lebih khusus anak berkebutuhan khusus menunjukkan karakteristik fisik, intelektual, dan emosional yang lebih rendah atau lebih tinggi dari anak normal sebayanya atau berada di luar standar normal yang berlaku di masyarakat. Sehingga mengalami kesulitan dalam meraih sukses baik dari segi sosial, personal, maupun aktivitas pendidikan (Bachri,2010).

Heward (2003) mendefinisikan ABK sebagai anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi , atau fisik. Definisi tentang anak berkebutuhan khusus juga diberikan oleh Suran dan Rizzo (dalam Semiawan dan Mangunson,2010) ABK adalah anak yang secara signifikan berbeda dalam beberapa dimensi yang penting dari fungsi kemanusiaannya.

Anak berkebutuhan khusus berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Mereka berproses dan tumbuh tidak dengan modal fisik yang wajar. Karenanya mereka cenderung defensif (menghindar), rendah diri, atau mungkin agresif, serta memiliki semangat belajar yang rendah(Purwanti, 2012).

Dengan demikian, yang dimaksud dengan anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda pada umumnya karena memiliki hambatan belajar yang diakibatkan oleh adanya hambatan perkembangan persepsi, hambatan perkembangan fisik, hambatan perkembangan perilaku dan hambatan perkembangan inteligensi/kecerdasan. Bahkan sebagian dari ABK ada pula yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa. Berkebutuhan khusus lebih memandang pada kebutuhan anak untuk mencapai prestasi dan mengembangkan kemampuannya secara optimal. Oleh karena itu, ABK memerlukan bentuk layanan pendidikan yang sesuai dengan kemampuan dan potensi mereka.

Klasifikasi gangguan anak berkebutuhan khusus menurut Davidson, Neale dan Kring (2006) terdiri dari gangguan pemusatan perhatian atau hiperaktivitas, gangguan tingkah laku, disabilitas belajar, retardasi mental, dan gangguan autistik. Sedangkan Syamsul (2010) mengklasifikasikan anak berkebutuhan khusus apabila termasuk kedalam salah satu atau lebih dari kategori berikut ini.

  1. Kelainan sensori, seperti cacat penglihatan atau pendengaran
  2. Deviasi mental, termasuk gifted dan retardasi mental
  3. Kelainan komunikasi, termasuk problem bahasa dan dan ucapan
  4. Ketidakmampuan belajar, termasuk masalah belajar yang serius karena kelainan fisik
  5. Perilaku menyimpang, termasuk gangguan emosional
  6. Cacat fisik dan kesehatan, termasuk kerusakan neurologis, ortopedis, dan penyakit lainnya seperti leukemia dan gangguan perkembangan.

Adapun anak berkebutuhan khusus yang paling banyak mendapat perhatian guru menurut Kauff dan Hallahan (dalam Bandi, 2006), antara lain tunagrahita, Kesulitan belajar (learning disability), hiperaktif (ADHD dan ADD), tunalaras, tunawicara, tunanetra, autis, tunadaksa, tunaganda dan anak berbakat.

Anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang memerlukan layanan khusus dalam bidang pendidikan. Mereka memerlukan dukungan baik dari orang tua, guru, kepala sekolah, teman, bahkan masyarakat dalam mengikuti pembelajaran di sekolah (Pradipta, 2020). Oleh karena itu, adanya kasus bullying di sekolah juga berdampak pada proses belajar anak berkebutuhan khusus di sekolah. Hal tersebut mengakibatkan anak menjadi terganggu dan tidak nyaman berada di sekolah. Dampak yang muncul salah satunya adalah anak tidak mampu untuk belajar dengan baik di sekolah sehingga tujuan pembelajaran juga sulit tercapai dengan baik.

Di dalam proses interaksi tersebut tidak hanya berkenaan dengan pendidikan kognisi anak melainkan berkenaan dengan perkembangan aspek-aspek pribadi lainnya. Akan tetapi, masih ada lingkungan belajar yang kurang kondusif di sekolah. Anak-anak masih merasa terganggu atau tidak nyaman ketika mereka mengikuti kegiatan pembelajaran di sekolah. Rasa terganggu dan tidak nyaman tersebut salah satunya adalah masih adanya bullying yang dilakukan oleh teman-teman di sekolah terhadap beberapa anak, khususnya anak berkebutuhan khusus (Pradipta, 2017). Anak-anak yang mengalami hambatan/penyimpangan pada satu atau lebih proses-proses psikologis dasar yang mencakup penggunaan bahasa baik lisan maupun tulisan. Hambatannya dapat berupa ketidakmampuan mendengar, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja atau berhitung.

Anak berkebutuhan Khusus (ABK) umumnya mengalami kesulitan belajar adapun hambatannya sebagai berikut (1) keterampilan dasar, biasanya memiliki gangguan dalam proses mempelajari nama warna atau huruf, tidak memiliki pemahaman yang kuat hubungan antara huruf dengan suara, buruk pada tugas yang berhubungan dengan bunyi, memiliki masalah dalam mengingat fakta dasar matematika (2) Membaca, Anak-anak ini memiliki kekurangan dalam jumlah perbendaharaan kata dibandingkan anak seusianya (3) Menulis, Dalam hal menulis, anak-anak ini menulis lambat atau dengan susah payah, membuat pembalikan nomor (4) Bahasa lain, Anak-anak ini memiliki kesulitan menemukan kata yang tepat, mengingat urutan verbal (5) perilaku, Anak-anak ini tidak suka membaca atau menghindarinya, memiliki masalah perilaku waktu selama atau sebelum kegiatan membaca dengan membaca signifikan

Selanjutnya adapun penanganan Anak Berkebutuhan Khusus yang memiliki kesulitan belajar dapat diberi treatment  sebagai berikut. (1) Terapi perilaku, Terapi perilaku yang sering digunakan adalah modifikasi perilaku. Dalam hal ini anak akan mendapatkan penghargaan langsung jika dia dapat memenuhi suatu tugas atau tanggung jawab atau perilaku positif tertentu. Sebaliknya, anak juga akan mendapatkan peringatan jika ia memperlihatkan perilaku negatif. Dengan adanya penghargaan dan peringatan langsung ini anak dapat mengontrol perilaku negatif yang tidak dikehendaki, baik di sekolah maupun di rumah.(2) Psikoterapi suportif, Psikoterapi Suportif dapat diberikan kepada anak dan keluarganya. Tujuannya adalah memberi pengertian dan pemahaman mengenai kesulitan yang ada, sehingga dapat menimbulkan motivasi yang konsisten dalam usaha memerangi kesulitan ini. (3) Pendekatan Psikososial lainnya, Pemberian psikoedukasi ke guru dan pemberian pelatihan keterampilan sosial bagi anak.

Oleh karena sebagai orang dewasa pendamping anak berkebutuhan khusus juga penting mempelajari bagaimana perkembangan dan pemahaman belajar si anak, mulai dari hambatan personal yang dimiliki, kesulitan belajar dan lain sebagainya. Guru dan orang tua memegang peranan penting dalam perkembangan anak berkebutuhan khusus baik perkembangan kognitif, motorik dan psikomotoriknya.

Dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang memerlukan layanan khusus dalam bidang pendidikan. Mereka memerlukan dukungan baik dari orang tua, guru, kepala sekolah, teman, bahkan masyarakat dalam mengikuti pembelajaran di sekolah . Oleh karena itu, adanya kasus bullying di sekolah juga berdampak pada proses belajar anak berkebutuhan khusus di sekolah. Hal tersebut mengakibatkan anak menjadi terganggu dan tidak nyaman berada di sekolah. Dampak yang muncul salah satunya adalah anak tidak mampu untuk belajar dengan baik di sekolah sehingga tujuan pembelajaran juga sulit tercapai dengan baik.

Adapun penanganan Anak Berkebutuhan Khusus yang memiliki kesulitan belajar dapat diberi treatment sebagai berikut. Terapi perilaku, Terapi perilaku yang sering digunakan adalah modifikasi perilaku. Dalam hal ini anak akan mendapatkan penghargaan langsung jika dia dapat memenuhi suatu tugas atau tanggung jawab atau perilaku positif tertentu. Sebaliknya, anak juga akan mendapatkan peringatan jika ia memperlihatkan perilaku negatif. Dengan adanya penghargaan dan peringatan langsung ini anak dapat mengontrol perilaku negatif yang tidak dikehendaki, baik di sekolah maupun di rumah. Psikoterapi suportif, Psikoterapi Suportif dapat diberikan kepada anak dan keluarganya.

DAFTAR PUSTAKA

Maftuhatin, Lilik. (2014). Evaluasi Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Di Kelas Inklusif Di SD Plus Darul 'Ulum Jombang. Jurnal Studi Islam, 5(2), 201-228.

Simorangkir, Melda., & Lumbatoruan, Jitu. (2021). Aksebilitas Anak Berkebutuhan Khusus Di Era Pendidikan 4.0. Jurnal Dinamika Pendidikan, 14(1), 204-213.

Memet dan Widyaiswara, Mengenal Anak Berkebutuhan Khusus, (Online). (Memahami Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Lpmp Jawa Barat.Htm), 2013, Diakses 26 Agustus 2013.

Angga D , Wening P, Muhammad Nurrohman J, (2020), Kasus Bullying pada Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusi, Jurnal Ortopedagogia, 6 (2), 104-107.

Dinie Ratri D. (2016), Psikologi anak berkebutuhan khusus, Yogyakarta: Psikosain

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun