Mohon tunggu...
Thomas Warga Bangsa
Thomas Warga Bangsa Mohon Tunggu... wiraswasta -

Seperti ini

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ciri-ciri Warga Negara Indonesia yang Pancasilais

18 Februari 2010   05:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:52 4326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin dua pertanyaan tersebut mewakili Anda sekalian.

Itulah enaknya penulis.Sama seperti demonstran yang ‘bisa’ menghubungkan para pejabat dengan binatang (tikus, ayam, monyet, kambing, dan yang lagi naik daun : kerbau), penulis juga demikian.Tapi berhubung sekarang kabarnya pihak kepolisian melarang demonstrasi menggunakan (atau menyertakan ?) binatang, dan tulisan ini memang bukan merupakan media demo, maka yang dipakai adalah komoditi gula pasir.Yang manis, yang semua orang suka.

Poinnya adalah : jika masalah gula (setidaknya dari hitung-hitungan di atas kertas) dapat diselesaikan dengan jalan ‘menahan diri’ dari konsumtifisme, secara bersama-sama, saya yakin persoalan bangsa kita yang lain juga dapat kita selesaikan dengan kekuatan tersebut.

Lewat proses menulis judul ini saya seperti diingatkan pada satu modal luar biasa yang sepertinya sudah kita sia-siakan: kekuatan kolektif bangsa.Mundur beberapa puluh tahun, dalam pidato ‘Lahirnya Pancasila’, Bung Karno mengatakan :

“Jika saya peras yang lima (Pancasila) menjadi tiga, dan tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen,yaitu perkataan ‘gotong royong’.Negara Indonesia yang kita dirikan haruslah negara gotong-royong!. Alangkah hebatnya Negara Gotong Royong!”.

Sebagai dasar negara yang digali dari nilai-nilai luhur asli bangsa ini, Pancasila dalam perjalanannya belum sempat menjadi pondasi dalam membangun karakter bangsa.Bahkan selama Orde Baru, Pancasila justru dilaksanakan secara tidak murni dan tidak konsekwen, hanya sebagai alat pelanggeng kekuasaan.Penegasian atas nilai-nilai luhur asli membuat bangsa ini tidak memiliki karakter, menjadi tidak jelas ‘jenis kelaminnya’.Sebagai contoh, di masa pemerintah Orde Baru sistem ekonomi yang kita anut cenderung pro pasar; namun ketika kaum miskin yang tereksploitasi ‘berteriak’, untuk meredakannya, oleh pemerintah diturunkanlah subsidi, yang khas sosialis.Sisi lain dari kapitalisme adalah individual, egoisme.Karakter bangsa yang terwariskan ke generasi kita menjadi seperti sekarang ini: mau menang sendiri, mau enak sendiri, seneng instant, merasa bener sendiri, maunya memimpin (padahal jadi bawahan saja belum mampu), ogah taat hukum, korup, dan sebagainya.Akhirnya kita buang-buang energi, capek gontok-gontokan.Berita-berita media massa membuktikan semua ini …

Seruan ajakan …

Supaya energi tidak habis percuma, mari kita belajar rukun, guyub, belajar menghargai proses.Mari bekerja sama, bergotong-royong, kompak memperjuangkan tujuan bersama.Kalau pemimpinnya benar-benar pemimpin milik rakyat, maka dia akan didengar rakyatnya.Untuk mengatasi masalah gula pemimpin tersebut cukup bilang “Wahai rakyatku, marilah mengurangi konsumsi 1 sendok gula, selain sehat, hemat, maka satu persoalan bangsa ini dapat kita selesaikan dengan kekuatan kita sendiri”.

Membayangkan hal tersebut saja rasanya bangga.Bangga karena punya pemimpin yang nasionalis, pemimpin yang bermartabat, yang berkharisma menggerakkan rakyat.Dan bangga, sebagai rakyat dilibatkan mengatasi persoalan bangsa ini.

Masalah gula, selesai …selanjutnya garam, minyak goreng …

Soal beras strateginya dirubah sedikit: diversifikasi; sesekali sarapan sagu, siang mencicipi nasi jagung, sore cemilannya singkong, talas, dan ubi rebus …

Dengan kekuatan kolektif, masalah energi, pendidikan, kesehatan, pertahanan dan keamanan, serta penegakan hukum, semoga juga menyusul selesai …

--- Mendadak ada interupsi dari makhluk penghuni kamar sebelah …

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun