Mohon tunggu...
Fahruddin Fitriya
Fahruddin Fitriya Mohon Tunggu... Jurnalis - Redaktur

Kita akan belajar lebih banyak mengenai sebuah jalan dengan menempuhnya, daripada dengan mempelajari semua peta yang ada di dunia.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemilu Kada; Demokrasi yang Prematur

8 Mei 2012   18:24 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:32 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sampai detik ini lantunan lagu berjudul "Demokrasi" masih menjadi irama indah di republik kepulauan bernama Indonesia. Demokrasi yang telah mengakar selalu menjadi slogan yang digunakan pihak ekskutif maupun legislatif dalam ‘menjual’ negeri ini untuk dikenal dalam pergaulan bangsa di dunia. Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 1955 disebut-sebut sebagai penjelmaan demokrasi yang pertama kali semenjak bangsa ini lepas dari penjajahan fisik dunia barat, saat itu pemilu dilaksanakan dalam dua tahap, untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Konstituante. Pada era selanjutnya era Soeharto/era orde baru pemilu dilaksanakan dengan sistem partai yang diadakan tiap lima tahun sekali.

Setelah di undangkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (UU No. 32/2004), bangsa ini melakukan kembali ritual demokrasi yang belum pernah dipraktekkan sebelumnya, yakni pemilihan umum kepala daerah (Pemilu kada) secara langsung, prosesi ritual demokrasi yang seharusnya suci ini pertama kali dilaksanakan pada 1 Juni 2005 di Kabupaten Kutai Kertanegara. Hal ini merupakan bukti terpenuhinya (sebagian) tuntutan rakyat untuk memilih sendiri pemimpin daerahnya.

Perombakan-perombakan yang dilakukan dalam prosesi demokrasi ini diharapkan menjadi langkah yang tepat untuk memilih orang-orang yang duduk di pemerintahan sesuai dengan keinginan hati nurani rakyat sendiri, bukan karena hasil politik transaksional (politik dagang sapi) para elit politik di daerah. Namun, ritual demokrasi yang selama ini dianggap sebagai ritual demokrasi paling revolusioner masih menyisakan banyak persoalan. Misalnya, kedangkalan pemahaman rakyat di grass roots (akar rumput) akan demokrasi yang diejawantahkan dalam pemilu kada.

Sampai saat ini masih terlalu banyak manusia-manusia yang hidup di republik ini memnganggap bahwa demokrasi berarti sebuah kemenangan, jika mereka (calon mereka) kalah itu berarti belum ada demokrasi. Seperti apa yang bisa kita lihat kekisruhan yang terjadi pada pemilu kada Kotawaringin Barat yang masih menyisakan masalah. Ini membuktikan jika substansi pemilu kada langsung tampaknya belum menjadi mekanisme terciptanya sistem politik yang benar-benar demokratis.

Meskipun prosesi pemilu kada ini hanya dilaksanakan di tingkat daerah, namum implikasinya dapat dirasakan hingga tingkat nasional. Ritual besar ini tentu akan melibatkan banyak orang dengan berbagai kepentingan yang berbeda dan cara untuk mengekspresikan jiwanya yang berbeda pula. Jika terdapat api yang menyulut kekacauan di tengah massa yang sedang tegang, maka akan segera menjadi kobaran api yang tidak terkendali. Tentunya hal ini bila dibiarkan akan menjadi permasalahan tingkat nasional, bukan lagi monopoli tanggung jawab pemerintah daerah semata.

Di dalam UU No. 32/2004, hal penyelenggara pemilu kada menjadi bagian dari kontroversi. Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) dipandang mudah dikemudikan oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPRD). Selain itu, persyaratan partai politik mengajukan calon (partai dengan 15% kursi di DPRD) juga dipandang problematik. Judicial review yang diajukan oleh beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) diluluskan oleh Mahkamah Konstitutsi. Paska judicial review, Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) mengadakan konsolidasi dengan KPUD terutama dalam mengisi lubang-lubang yang ada di UU No. 32/2004. Salah satunya adalah jika terjadi keperluan untuk menunda karena bencana atau hal lain. Dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perpu) yang disempurnakan digunakan untuk mengisi kekosongan tersebut.

Kemandirian KPUD ini juga tidak membawa kepastian maupun jaminan akan lancarnya proses pemilu kada. beberapa permasalahan yang sering muncul diantaranya; waktu pendaftaran calon diganggu oleh masalah konflik internal partai, fanatisme pendukung partai politik yang kandidatnya tidak lulus verifikasi ataupun tidak memenangkan pemilu kada, tidak profesionalnya KPUD yang berdampak pada proses pemilu kada setelah calon-calon tersebut terpilih. Selain itu supervisi KPU tidak bisa optimal mengingat masalah internal KPU di pusat dengan beberapa terpaan isu miring terkait masalah korupsi dan masalah lain.

Tentunya tidaklah sepenuhnya salah jika kemudian muncul berbagai pendapat yang mengatakan bahwa pelaksanaan pemilu kada langsung merupakan sebuah demokrasi revolusioner yang prematur. Jika dikaji secara yuridis, pelaksanaan pemilu kada secara langsung masih menimbulkan pro-kontra. Meskipun konsepnya sama dengan pemilu, pemilu kada berbeda dengan pemilu. Pokok permasalahannya menyangkut peran KPU dan KPUD. Ada ketidaksinkronan pada “aturan mainnya”. ketidaksingkronan ini bisa dilihat pada;

"Undang-Undang No 32 Tahun 2004 menetapkan KPUD sebagai penyelenggara pemilukada dan bertanggung jawab kepada DPRD (pasal 57 ayat 1 dan 2). Di sisi lain, Undang-Undang No 12 Tahun 2003 tentang Pemilu dan UU No 23 tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden menegaskan bahwa KPU Provinsi/Kabupaten/Kota merupakan satu kesatuan dengan KPU. Jadi, semestinya KPUD bertanggung jawab kepada KPU, tidak kepada DPRD. Jika KPUD bertanggung jawab kepada DPRD, peluang terjadi konflik politik dan konflik sosial semakin besar dan bisa menyebabkan chaos."

Probematika yang sering muncul dalam pemilu kada;

Transparansi pendanaan dan logistik dalam pemilu kada. Kita tahu, saat ini hampir semua institusi pemerintah mencantumkan pemilu kada sebagai bagian kerja institusinya. Selain itu, besarnya anggaran pemilu kada, sangat riskan terhadap 'penggelapan' ke kantong pribadi. Di sini, mentalitas dan netralitas birokrasi ataupun penyelenggara diuji.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun