Mohon tunggu...
Fahruddin Fitriya
Fahruddin Fitriya Mohon Tunggu... Jurnalis - Redaktur

Kita akan belajar lebih banyak mengenai sebuah jalan dengan menempuhnya, daripada dengan mempelajari semua peta yang ada di dunia.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemilu Kada; Demokrasi yang Prematur

8 Mei 2012   18:24 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:32 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Minimnya partisipasi masyarakat, ada yang tidak mau berpartisipasi dalam pemilukada karena menganggap pemilu kada tidak bisa mengubah kondisi. Mereka seringkali mengatakan: “Siapa pun pemimpinnya, toh tukang becak ya tetap tukang becak, buruh ya tetap buruh, apa gunanya pemilukada.”

Konflik horisontal, pemilu kada secara langsung memungkinkan terjadinya dukung-mendukung terhadap calon secara fanatik. Kefanatikan berpotensi memicu konflik. Terlebih lagi, jika ada calon yang melakukan black campaigne (kampanye hitam) untuk menjelek-jelakkan dan menjatuhkan lawannya. Konflik tersebut dapat meluas menjadi konflik laten (agama, suku, golongan, kelas sosial, dan lain-lain) yang berbahaya.

Masalah paling populis adalah money politik. Money politik dalam pemilu kada secara langsung memang tidak seriskan pemilu kada melalui parlemen. Saya rasa bukan suatu hal yang mustahil jika pemilu kada penuh dengan money politik, mengingat pemilih dan yang dipilih berada dalam satu daerah (berbeda dengan pemilihan presiden/wakil presiden yang jangkauan wilayahnya adalah negara).

Kalaupun tidak ada money politik secara langsung, 'kontrak iklan' di media massa juga dapat dikatakan sebagai money politics. Mengapa? Karena media massa adalah salah satu alat pembentukan opini, dan mereka yang beriklan adalah mereka yang punya uang. Kalau uang sudah bicara, ketika terpilih pun orientasi pertamanya adalah uang. Nah lo...udah bosan belum melihat iklan-ikan pemilu kada di tipi-tipi?

Dari sederet problematika pemilu kada, saya akan sedikit share beberapa hal yang mungkin bisa menjadi sedikit solusi di tengah bara kekisruhan yang dipicu oleh ritual suci berlabel pemilu kada;

Pertama, mengantisipasi hal-hal yang belum diatur dalam UU No. 32/2004. Dimana usulan mengajukan UU pemilukada yang tersendiri sedang dibicarakan dengan lembaga legislatif. UU No. 32/2004 menjadi ‘cantelan’ dari UU pemilukada tersebut. Kedua, Menyusun Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) supaya ke depannya tidak perlu membuat perpu-perpu yang fungsinya melengkapi kekurangan UU.

Solusi berdasar rentang waktu;

Jangka pendek, perlunya menyelesaikan permasalahan hukum seputar pengangkatan kepala daerah. Jangka menengah, mengevaluasi DIM dan pelaksanaan pemilu kada di daerah-daerah yang memiliki otonomi khusus seperti di Aceh dan Papua. Jangka panjang, perlu direvisi UU No. 32/2004 sambil menyiapkan dasar-dasar untuk UU pemilu kada.

Semoga dengan minimnya kecurangan dalam penyeleggaraan pemilu kada, dapat terpilih pemimpin daerah yang sesuai dengan keinginan rakyat, bukan raja kecil baru yang berorientasi untuk memperkaya diri. Dari calon-calon yang maju dalam bursa pemilu kada, sangat mungkin akan didominasi oleh petinggi-petinggi partai politik (parpol). Memang bukan masalah jika setelah terpilih mereka (petinggi-petinggi parpol) bisa memosisikan diri sebagai milik masyarakat yang mendapat amanat rakyat, tidak memosisikan diri sebagai milik partai yang mengemban amanat partai. Tetapi, akan lebih baik lagi jika ada calon independen yang maju, tentunya mereka yang memiliki reputasi dan track record yang baik.

Tamiang Layang, 9/5 2012.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun