Akhir-akhir ini begitu banyak terjadi bencana dan peristiwa yang menimbulkan korban jiwa. Peristiwa yang banyak disorot media antara lain peristiwa bencana gempa bumi. Bencana-bencana tersebut dapat memicu kecemasan bagi korban dan orang lain, terutama anak-anak. Menurut jurnal Gambaran Dampak Kecemasan dan Gejala Psikologis pada Anak Korban Bencana Gempa Bumi, hasil deteksi dini gejala kecemasan pada anak korban gempa menunjukkan bahwa sebanyak 85,11% orang mengalami kecemasan dalam batas normal, sedangkan 14,89% termasuk dalam kategori kecemasan klinis. Nurrachman (2007) menyebutkan peristiwa bencana alam mengakibatkan keseimbangan kondisi psikologis seseorang terganggu. Ada tiga faktor yang mengakibatkan hal tersebut terjadi. Pertama, peristiwa bencana alam itu sendiri yang "menakutkan dan mengancam keselamatan jiwa". Kedua, wafatnya orang-orang yang disayangi dan hilangnya harta benda yang dimiliki. Ketiga, kehilangan mata pencaharian dan kesulitan memenuhi kebutuhan dasar hidup.
Sudah menjadi hal yang biasa dilihat pada media Indonesia dimana para jurnalis bertindak 'kurang kreatif' dan terkesan menyepelekan perasaan keluarga atau korban tersendiri. Para jurnalis itu terus menerus menanyakan pertanyaan sepele dan dikait-kaitkan dengan hal mistis/klenik. Hal tersebut membuat mental keluarga bahkan korban sendiri akan down. Para jurnalis bahkan tidak membantu mereka sama sekali untuk bebas dari keterpurukan dan kesedihan. Seharusnya media merangkul para korban dengan tidak memberikan pertanyaan-pertanyaan yang mengungkit kesedihan dna seharusnya malah memberikan semangat dan pesan-pesan baik.
Kelakuan para jurnalis tersebut bukan hanya memicu kesedihan korban dan keluarga korban, melainkan juga memicu keresahan masyarakat. Masyarakat yang melihat konten-konten kesedihan atas sebuah bencana bisa membuat mereka merasa ketakutan dan cemas. Berkaca pada media Jepang ketika terjadi sebuah bencana, mereka menjaga dengan baik privasi korban sekaligus tidak menanyakan pertanyaan-pertanyaan bodoh dan tidak menayangkan tayangan kesedihan. Justru dengan media Jepang menayangkan hal-hal yang memicu semangat, para korban dapat lebih bersemangat dalam terus melanjutkan hidup. Ditambah dengan respon masayarakat yang baik saling membantu korban bencana.
Sebaiknya media Indonesia dapat meningkatkan lagi kualitas konten yang dibuat. Jangan hanya demi mengejar views dan untung, membuat abai terhadap perasaan orang lain. Media massa sebagai pengendali sosial memiliki dampak yang besar atas konten-konten yang dibuat dan mempengaruhi masyarakat luas.
sumber :
Gambaran Dampak Kecemasan dan Gejala Psikologis pada Anak Korban Bencana Gempa Bumi di Lombok dapat diakses di https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/hnhsÂ
Indonesian Journal of Guidance and Counseling: Theory and Application dapat diakses di http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jbk