Kiai Haji Agus Salim (1884--1954) adalah salah satu tokoh besar yang jejak perjuangannya melampaui batas peran formal sebagai diplomat atau politisi. Ia adalah pendidik dalam makna yang paling luas: membimbing melalui teladan, membebaskan melalui ilmu, dan menghidupkan semangat kemerdekaan dalam setiap orang yang ia sentuh. Pendidikan baginya bukan sekadar duduk di bangku sekolah, tetapi proses membentuk manusia yang merdeka lahir dan batin.
Latar Belakang Kehidupan dan Pendidikan
Lahir di Koto Gadang, Sumatra Barat, Agus Salim mengenyam pendidikan di Europeesche Lagere School (ELS) dan Hogere Burgerschool (HBS), sebuah pencapaian langka bagi pribumi pada masa itu. Ia lulus sebagai yang terbaik di Hindia Belanda, melampaui murid-murid Eropa. Namun, yang membuatnya berbeda adalah pilihannya untuk tidak mengambil beasiswa ke Belanda, sebuah sikap yang mencerminkan kemandirian dan penolakannya terhadap sistem kolonial yang diskriminatif.
Â
Konsep Sekolah Kehidupan
Agus Salim meyakini bahwa sekolah kehidupan jauh lebih penting daripada sekadar pendidikan formal. Baginya, pengalaman, interaksi sosial, penguasaan bahasa, dan pembelajaran moral adalah fondasi sejati pembentukan manusia. Ia mengajarkan anak-anaknya langsung di rumah, memadukan pelajaran agama, logika, sejarah, dan keterampilan hidup dengan disiplin yang ia tentukan sendiri.
Â
Pendidikan yang Memerdekakan
Pendidikan menurut Agus Salim harus membebaskan pikiran dari kebodohan dan hati dari sifat rendah. Ia menolak model pendidikan kolonial yang hanya mencetak pegawai patuh, tanpa kemampuan berpikir kritis. Ia berkata, "Tugas pendidikan adalah menjadikan manusia merdeka, bukan hanya pandai." Prinsip ini menginspirasi gagasan pendidikan nasional yang menekankan kemandirian berpikir.
Â
Peran Bahasa sebagai Kunci Ilmu