Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memegang peran penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Di balik perannya sebagai penggerak pertumbuhan nasional, sektor ini juga menjadi penyedia lapangan kerja bagi jutaan orang. Namun, di tengah perkembangan industri energi dan pertambangan yang semakin pesat, muncul berbagai tantangan yang memengaruhi partisipasi kerja masyarakat dalam sektor ini. Pertanyaan pentingnya adalah: sudahkah partisipasi kerja di sektor ESDM berjalan inklusif dan berkelanjutan?
Sektor ESDM mencakup berbagai subsektor seperti minyak dan gas bumi, pertambangan, ketenagalistrikan, dan energi baru terbarukan. Masing-masing bidang ini memiliki kebutuhan tenaga kerja yang berbeda-beda, mulai dari tenaga ahli, teknisi, operator, hingga pekerja lapangan. Di satu sisi, perkembangan teknologi dan meningkatnya investasi di sektor ini menciptakan peluang kerja baru. Namun di sisi lain, tantangan seperti ketimpangan keterampilan, dominasi tenaga kerja asing pada posisi strategis, serta minimnya akses pelatihan untuk masyarakat lokal masih menjadi kendala yang signifikan.
Salah satu persoalan utama adalah kesenjangan antara kualifikasi tenaga kerja dan kebutuhan industri. Banyak lulusan pendidikan vokasi dan teknis belum sepenuhnya siap menghadapi tuntutan dunia kerja ESDM yang terus berkembang. Hal ini menyebabkan perusahaan cenderung merekrut tenaga kerja dari luar negeri yang dinilai lebih siap secara keterampilan. Di sisi lain, masyarakat lokal sering kali hanya mendapat peran sebagai tenaga kasar atau non-strategis, meskipun wilayah tempat tinggal mereka menjadi lokasi eksploitasi sumber daya.
Tidak hanya itu, tantangan juga datang dari aspek keberlanjutan dan keselamatan kerja. Sektor ESDM termasuk sektor berisiko tinggi, baik dari sisi keselamatan maupun dampak lingkungan. Pekerja di sektor ini membutuhkan pelatihan khusus agar dapat bekerja secara aman dan bertanggung jawab. Sayangnya, pelatihan dan pendidikan ini belum merata di seluruh daerah, terutama di wilayah terpencil atau penghasil tambang. Akibatnya, kualitas SDM lokal tertinggal dan tidak mampu bersaing.
Meski demikian, harapan tetap terbuka lebar. Pemerintah telah mendorong peningkatan kualitas SDM melalui berbagai program seperti revitalisasi pendidikan vokasi, program kartu prakerja, serta kerja sama antara industri dan institusi pendidikan. Selain itu, regulasi mengenai kewajiban perusahaan untuk mengutamakan tenaga kerja lokal mulai ditegakkan lebih serius. Jika diterapkan secara konsisten, kebijakan ini dapat membuka jalan bagi peningkatan partisipasi kerja yang lebih merata dan adil.
Tak kalah penting, sektor energi baru terbarukan (EBT) seperti tenaga surya, angin, dan panas bumi menawarkan potensi besar untuk menciptakan lapangan kerja ramah lingkungan. Transformasi menuju energi bersih mendorong munculnya profesi baru seperti teknisi panel surya, analis efisiensi energi, hingga insinyur lingkungan. Ini menjadi peluang emas bagi generasi muda untuk terlibat aktif dalam sektor ESDM, sekaligus menjawab tantangan krisis iklim secara nyata.
Kesimpulannya, partisipasi kerja dalam sektor ESDM adalah isu strategis yang menyangkut aspek ekonomi, sosial, dan keberlanjutan. Agar sektor ini dapat menjadi motor pembangunan yang inklusif, perlu adanya sinergi antara pemerintah, pelaku industri, lembaga pendidikan, dan masyarakat. Pelatihan berbasis kebutuhan industri, akses pendidikan yang merata, serta perlindungan terhadap hak-hak pekerja menjadi kunci penting. Dengan upaya bersama, sektor ESDM tidak hanya menjadi ladang sumber daya, tetapi juga ladang harapan bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat Indonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI