2. Barisan peleton pengawal dari Gamping tengah
3. Joli pengantin dan jodhang
4. Reyog dari Gamping kidul
5. Pengiring yang lain
Pada malam midodareni itu, diadakan malam tirakatan tak jauh beda dengan tradisi pernikahan Jawa pada umumnya. Tempatnya di pendhopo diadakan pula pertunjukan hiburan wayang kulit, uyon-uyon, dan reyog. Di rumah Ki Juru Permana diadakan pula tahlilan bapak-bapak kemudian dilanjutkan dengan malam tirakatan yang diikuti oleh penduduk sekitar.
2. Kirab Saparan Bekakak
Prosesi ini merupakan kirab/pawai atau arak-arakan yang membawa jali pengantin bekakak ke tempat penyembelihan. Diarak pula rangkaian sesaji sugengan Ageng yang dibawa dari Patran ke pesanggrahan.
Urutan arakan-arakan saparan bekakak yaitu reog dan jathilan, sesaji sugengan Ageng, barisan prajurit, pembawa umbul-umbul memakai celana hitam kagok, berkain, baju lurik, destalan, seperti prajurit Daeng serta membawa seruling, genderang dan mung-mung. Setelah itu ada barisan prajurit putri membawa perisai, pedang, mengenakan baju berwarna-warni, celana panjang cinde dan berkain loreng, rombongan demang yang mengenakan kain, baju beskap hitam, memakai selempang kuning, jagabaya berkain, baju beskap hitam, memakai serempang merah, kaum atau rois mengenakan kain berbaju surjan memakai serempang putih. Dilanjutkan barisan pembawa tombak berbungkus cindhe beruntaikan bunga melati, yang mengenakan celana hitam kagok, baju lurik, iket wulung, berselempang cindhe.
Kemudian barisan bapak-bapak berbaju surjan pakai sampur berwarna-warni, prajurit anak-anak, laki-laki perempuan membawa jemparing atau panah, pembawa jali sesaji (jodhang), barisan selawatan, jali bekakak Gunung Kliling, barisan pembawa kembang mayang, cengkir, bendhe, tombak, dan luwuk semua dipayungi, barisan berkuda, barisan pembawa panji-panji berwarna-warni, tiga pemudi membawa banyak dhalang, sawung galing, ardawalika. Tiga orang perempuan muda mengenakan kain lurik ungu, baju hijau, memakai selempang merah, masing-masing membawa tiruan landak, gemak, merpati. Tidak lupa tiga orang laki-laki muda membawa padupaan dan bunga-bunga diikuti pembawa alat musik genderang, seruling dan mung-mung, prajurit, diikuti prajurit putri pembawa panah dan pedang panjang, prajurit memakai topeng buron wana (landhak, kerbau, garuda) ada yang membawa tombak bertrisula, tombak biasa.
Kirab berangkat dari balai desa Ambarketawang menuju kearah bekas keraton Ambarketawang, tempat penyembelihan pertama, kemudian ke tempat penyembelihan kedua yaitu di Gunung Kliling. Saat arak-arakan tiba di Ambarketawang, joli pertama yang berisi sepasang pengantin bekakak, diusung ke arah mulut gua. Kemudian ulama (istilahnya "mbah kaum") memberi syarat agar berhenti dan memanjat doa. Setelah itu boneka ketan sepasang pengantin disembelih dan dipotong-potong lalu dibagikan kepada para pengunjung beserta sesaji yang lain. Kirab dilanjutkan menuju Gunung Kliling untuk mengadakan upacara penyembelihan pengantin bekakak yang kedua dan pembagian potongan bekakak yang kedua kepada para pengunjung. Adapun jodhang yang berisi sajen selamatan dibagikan kepada petugas di tempat penyembelihan terakhir.