Mohon tunggu...
Restu Mahendri
Restu Mahendri Mohon Tunggu... Pengajar

Hobi saya menyanyi dan mendengarkan musik karena hal ini sangat menyenangkan dam bisa melepaskan penat

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menyentuh Kenyataan di Ruang Kelas, Menganalisis Realisme dan Mengapa Pendidikan Harus Membumi

13 Oktober 2025   16:43 Diperbarui: 13 Oktober 2025   16:43 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menyentuh Kenyataan di Ruang Kelas, Menganalisis Realisme dan Mengapa Pendidikan Harus Tetap "Membumi"

Pendahuluan

Pernahkah Anda bertanya mengapa seorang insinyur harus mahir dalam fisika dasar, atau mengapa kurikulum sekolah mewajibkan praktikum di laboratorium? Semua bermula dari satu filosofi kuno namun relevan: Realisme. Realisme adalah paham filosofis yang berpendapat bahwa realitas ada secara independen dari pikiran yang mengamatinya. Singkatnya, dunia fisik dan objek-objek di dalamnya (seperti pohon, meja, hukum fisika) adalah nyata dan objektif, terlepas dari apakah manusia berpikir tentangnya atau tidak. Di tengah hiruk pikuk metode pembelajaran yang semakin abstrak---seperti gamifikasi atau virtual reality---sistem pendidikan seringkali lupa pada akar fungsinya: mempersiapkan individu untuk menghadapi dunia nyata. Kita hidup di dunia yang eksis secara independen dari pikiran kita. Gravitasi akan tetap menarik apel ke bawah, terlepas dari apakah kita memercayainya atau tidak. Pendahuluan ini mengajak kita merenung: sejauh mana filosofi Realisme, yang berfokus pada objektif, empiris, dan pengetahuan yang teruji, masih menjadi fondasi kritis dalam merancang kurikulum dan praktik mengajar di sekolah-sekolah kita? Apakah ia sekadar konsep kuno, atau justru resep paling efektif untuk menciptakan lulusan yang kompeten dan adaptif?

Latar Belakang

Topik Realisme dalam pendidikan menjadi krusial karena adanya kesenjangan yang terus melebar antara "apa yang dipelajari" dan "apa yang dibutuhkan" di lapangan kerja. Survei global sering menunjukkan bahwa banyak lulusan, meskipun bergelar tinggi, kurang memiliki keterampilan praktis, pemecahan masalah (yang berakar pada logika dan fakta), dan pemahaman objektif terhadap realitas profesi. Mengapa ini terjadi? Seringkali, fokus pembelajaran terlalu berat pada hafalan, teori abstrak yang dilepaskan dari konteksnya, atau bahkan terlalu didominasi oleh pendekatan idealis/progresif yang mengabaikan pentingnya disiplin ilmu dan fakta yang mapan. Realisme muncul sebagai penyeimbang.

Realisme menuntut pendidikan untuk tidak sekadar mengajarkan "bagaimana berpikir" (yang penting, tetapi tidak cukup), melainkan juga mengajarkan "apa yang benar" berdasarkan bukti yang kuat dan teruji. Urgensi bahasan ini semakin menguat di era post-truth dan banjir informasi (disinformasi). Pendidikan yang berakar pada Realisme melatih siswa untuk menjadi penilai fakta yang kritis, mampu membedakan data yang kredibel dari klaim kosong---sebuah keterampilan sosial dan intelektual yang tak ternilai harganya di abad ke-21.

Pembahasan / Isi Utama

A. Konsep Dasar Realisme: Realitas Itu Eksis di Luar Pikiran

Realisme adalah paham filosofis yang menyatakan bahwa realitas ada secara independen dari kesadaran atau pikiran manusia. Dunia material---pohon, hukum fisika, angka, sejarah---tidak diciptakan oleh persepsi kita; ia hadir dengan struktur dan hukumnya sendiri yang objektif. Dalam konteks pendidikan, Realisme menuntut:

Epistemologi (Teori Pengetahuan) yang Empiris: Pengetahuan terbaik diperoleh melalui observasi, pengalaman indrawi, eksperimen, dan penalaran logis atas data faktual.

Aksiologi (Teori Nilai) yang Berbasis Universal: Nilai-nilai, seperti kebenaran, keindahan, dan kebaikan, dapat ditemukan dalam struktur alam semesta dan masyarakat, bukan sekadar konstruksi budaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun