Mohon tunggu...
Resi Aji Mada
Resi Aji Mada Mohon Tunggu... Lainnya - Tulisan pribadi

Pernah menjalani pendidikan bidang studi Administrasi Negara di perguruan tinggi negeri di kota Surakarta. Pemerhati isu-isu sosial, politik, dan pemerintahan.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

"Saya Puas, Anda Puas", Mungkinkah Terjadi dalam Relasi Perusahaan-Karyawan?

9 November 2020   12:00 Diperbarui: 11 November 2020   09:26 1137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menerima gaji. (Foto: Karolina Grabowska dari Pexels)

Siapa sih orang di dunia ini yang tidak tahu apa itu uang? Benda yang satu ini tak pernah bisa dipisahkan dari kehidupan manusia, dari fungsi aslinya sebagai alat pembayaran sampai fungsi turunan untuk penanda tingkat "kesejahteraan". 

Dari yang sebagai kebutuhan sampai menjadi keinginan. Dari yang dikuasai manusia sampai bisa menguasai manusia. Tak heran jika dikatakan uang bisa menggantikan Tuhan dalam hidup manusia.

Bicara uang tentu tak akan ada habisnya, begitu juga ketika kita berbicara tentang upah. Kenapa kok saya mulai dari uang, ya karena upah secara standarnya dan legalnya berupa uang. 

Setiap tahun baik pekerja, pengusaha, maupun pemerintah tak pernah selesai untuk berdebat soal upah. Pembahasan tak pernah bisa memuaskan semua pihak dan mungkin memang tak akan pernah bisa.

Pekerja berusaha menuntut setinggi-tingginya, pengusaha selalu mengusahakan seefisien mungkin, dan pemerintah selalu berusaha mencarikan jalan tengah yang bisa diterima kedua belah pihak. Diterima lho ya, bukan dipuaskan. 

Dinamika ini menurut saya sangat wajar dan inilah salah satu bentuk penerapan prinsip ekonomi yang  saya rasa semua pernah mendapatkannya di bangku sekolah.

Ketika mengamati perdebatan yang ada di masyarakat mengenai dinamika dalam kebijakan pengupahan, ternyata juga ada banyak sudut pandang. 

Ada yang memihak pekerja, ada yang memihak pengusaha, ada  membela posisi pemerintah, pun ada pula yang berusaha bijak untuk tidak memihak dan  mengambil pelajaran dari dinamika yang terjadi.

Bagi kita yang memihak pekerja, akan mengambil sudut pandang dimana harga-harga kebutuhan hidup setiap tahun terus meningkat, baik kebutuhan pokok makanan, tempat tinggal, pakaian, pendidikan, kesehatan, bahkan sampai hiburan perlu dipertimbangkan. 

Kenyataannya memang demikian, inflasi terus terjadi sehingga sangat wajar dan sangat bisa dipahami jika menaikan upah untuk mengimbangi inflasi adalah hal yang dianggap wajib dilakukan.

Tetapi ketika kita melihat sebagai pengusaha, sudut pandang yang berbeda akan dipakai. Bagaimana usaha dapat bertahan ditengah setiap situasi dan kondisi adalah pertimbangan wajib, sehingga tetap bisa mempekerjakan serta memberi upah kepada pekerjanya, bahkan kalaupun tidak untung, setidaknya jangan sampai buntung.

Terkadang dibutuhkan efisiensi ketika harga bahan baku melambung, atau ketika modal tertahan dalam bentuk produk yang belum terjual, apalagi dalam kondisi seperti saat ini dan beberapa bulan belakangan ini ketika pengusaha dibidang tertentu dipaksa dan diwajibkan untuk menutup sementara tempat usaha untuk mengatasi dan menekan pandemi. 

Tak ada pemasukan, maka salah satu efisiensi yang bisa dilakukan adalah terkait upah. Lebih baik upah pekerja tidak dinaikkan dulu, atau malah mungkin dikurangi dulu sementara asalkan usaha tetap bertahan, karyawan tak perlu sampai dilepas akan lebih baik. Mungkin itu pikir pengusaha.

Dalam sudut pandang pemerintah beda lagi. Disatu sisi tuntutan tiada akhir dari para buruh untuk bisa meningkatkan kesejahteraan mereka, disisi yang lain keluhan dan mungkin dorongan dari para pengusaha untuk menjaga dan memperbaiki iklim usaha yang seringnya akan berdampak tidak menguntungkan bagi pekerja atau buruh. 

Dilema terjadi untuk bisa membuat kebijakan yang sama-sama bisa menguntungkan buruh maupun pengusaha yang kedua-duanya sama-sama anak bangsa yang perlu diperhatikan.

Terlepas dari proses dalam pengambilan kebijakan maupun dalam implementasinya yang masih banyak kekurangan, perlu dihargai usaha pemerintah untuk terus berupaya membawa keadilan bagi semua pihak.

Satu saja contoh upaya pemerintah misalnya tunjangan tunai yang dibagikan pemerintah kepada pekerja dalam masa pandemi ini. Memang masih banyak kekurangan dalam implementasi dari mulai data yang belum beres, hingga nasib buruh yang tidak terdaftar di BPJS. 

Tetapi harus diakui jika kebijakan ini sedikit banyak meringankan beban buruh yang mungkin menerima dampak pengurangan upah karena kondisi perusahaan, dan disisi yang lain tidak memberatkan pengusaha karena bukan pengusaha yang menanggung. Ini maksud saya tentang upaya pemerintah untuk mencari jalan tengah.

Kali ini, pemerintah melalui menteri ketenagakerjaan mengambil kebijakan untuk  tidak menaikkan UMP tahun 2021. Bukan berarti diturunkan lho ya, lebih tepatnya UMP tahun 2021 masih sama dengan UMP 2020. 

Bagi pekerja pasti ini dianggap tidak menguntungkan bahkan tidak membela kaum pekerja, ketika kebutuhan meningkat tetapi pemasukan tetap. meskipun saya melihat dinamika di media sosial banyak juga pekerja yang legowo dengan keputusan ini ketika mereka melihat diri mereka sendiri masih beruntung tetap dipekerjakan oleh perusahaan.

Jika melihat banyaknya pekerja yang harus dirumahkan, baik sementara waktu maupun permanen, rasa-rasanya tidak naik pun harus disyukuri.

Bagi pengusaha, kebijakan ini menjadi angin segar, atau setidaknya mereka bisa bernafas sementara ditengah keadaan perekonomian yang tidak kondusif bagi dunia usaha. Dengan tidak perlunya perusahaan menaikkan upah pun jangan langsung menarik kesimpulan bahwa pengusaha diuntungkan.

Bisa jadi kebijakan ini hanya mengurangi beban kerugian pengusaha akibat pandemi dan kondisi ekonomi, atau lebih parah lagi hanya mengulur waktu perusahaan dari kondisi kebangkrutan. Siapa yang tahu, karena saya, Anda, buruh dan serikat buruh pun mungkin tidak tahu atau malah tidak perduli dengan kondisi perusahaan.

Pendapat saya pribadi bagi kita yang mau untuk mencoba membuka pikiran dan melihat berbagai sudut pandang, apapun status kita, baik sebagai pekerja maupun orang yang memiliki karyawan, kita harus tetap survive dan tetap berusaha dengan apapun kondisi dan kebijakan yang sudah diambil pemerintah.

Walau pasti ada yang menganggap tidak menguntungkan, saya meyakini kebijakan ini diambil pemerintah untuk bisa mengakomodasi kebutuhan berbagai pihak. Kebutuhan ya, bukan keinginan. 

Kebijakan diambil untuk bisa diterima semua pihak, bukan memuaskan semua pihak. Karena hampir tidak mungkin kebijakan pengupahan bisa memuaskan semua pihak, baik buruh maupun perusahaan.

Saat melihat serikat buruh yang terus menggemakan tuntutan kesejahteraan buruh, ketahuilah itu memang tugas mereka. Ketika mereka tidak menuntut maka mereka sudah tidak berguna. 

Begitu juga Andai mendengar serikat pengusaha yang terus berusaha melobi untuk mendapatkan berbagai kemudahan dan keuntungan, itu pula memang tugas mereka.

Terlepas dari segala kebijakan, segala dinamika baik yang menguntungkan maupun tidak, manusia sudah memiliki akal budi dan insting yang baik untuk dapat bertahan hidup ditengah segala kondisi yang bahkan dianggap paling sulit sekalipun. 

Selama ini upah pekerja lebih rendah dari tuntutan serikat pekerja, toh kenyataanya bisa selamat juga, ada yang masih bisa ganti hp, main sana sini, dll. Begitu juga ketika pengusaha mengeluh standar upah terlalu tinggi, toh ada yang masih bisa ekspansi usaha, bolak balik wisata luar negeri. 

Tawar menawar tentang pengupahan ini pada dasarnya seperti seorang penjual dan pembeli tawar menawar harga, titik tertinggi maupun titik terendah penawaran tidak akan tercapai, biasanya akan berakhir ditengah-tengah, tanggung, tidak akan puas. 

Sebab, dari tahun ke tahun serikat buruh akan tetap berdemo, serikat pengusaha akan tetap melobi, kehidupan akan tetap berjalan. Itu pandangan saya. 

Jadi ketika ada pertanyaan apakah kita perlu khawatir bila upah tahun depan tidak naik? Mungkin jawabannya tergantung dari mana Anda dan saya mengambil sudut pandang. Salam damai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun