Tahun 2010 awal kumenginjakan kaki di sekolah terbesar di kecamatan tempat tinggalku. Sebagai sekolah yang mendapat predikat Sekolah Standar Nasional, maka sudah merupakan keharusan bagi sekolah untuk menyediakan jaringan online yang dapat diakses oleh semua pihak di sekolah. Namun sayang, waktu itu fasilitas online belum tersedia. Dengan memberanikan diri kucoba mengkonfirmasi ke pihak sekolah, “di sini susah ndi (panggilan untuk orang yang lebih muda), mau pasang jaringan online, yang mau gunakan siapa?. Tahun kemaren diadakan pelatihan internet, yang hadir cuma 7 orang”, jawabnya lesu. Sebulan kemudian, sekolah kedatangan salah satu provider jaringan internet. Dua hari setelah kedatangan mereka, jaringan internet terpasang. “sebagai langkah awal, kita pasang yang murah saja dulu”. Kata-kata kepala sekolah aku sambut dengan gembira. “kalau kuota pemakaian melebihi kapasitas, biar saya yang bayar fung (kata ganti penghormatan). Jawabku meyakinkan. Dengan niat supaya rekan guru yang lain tertarik menulis dan melek internet, semua browser saya set, agar ketika diakses, maka yang muncul adalah blog yang isinya posting tulisan semua. Tak berhenti sampai di situ, kampanye kulakukan melalui siswa. Kuselipkan sedikit pentingnya nge-blog pada pelajaran di kelas. Hasilnya, berjalanlah kegiatan ekstrakurikuler tiap sore, 20 siswa-siswi ikut.
[caption id="attachment_184029" align="aligncenter" width="550" caption="Dokumen pribadi"][/caption] Seminggu, sebulan, hasilnya mulai tampak. Rekan guru banyak yang mulai bertanya. Namun yang paling menyedihkan buat saya, pertanyaan yang paling sering muncul adalah “apa untungnya?”. Namun demikian ada pula yang sebenarnya sudah punya keinginan untuk melek internet dengan blogging. “Tapi mau menulis apa?. Saya tidak tahu menulis. Nanti saya tulisanku diketawain orang”. Demikian keluhannya. Tertatih dalam setiap moment kujelaskan, “keuntungan tidak selamanya dari sisi materil. Bukankah ketika kita memberi informasi berupa tulisan kepada orang lain dengan niat berbuat baik, akan dibalas dengan kebaikan pula oleh yang maha kuasa?. Sekarang semua guru dituntut untuk mampu menulis. Bukankah kenaikan pangkat teman-teman dipersyaratkan untuk menulis karya ilmiah?”. Demikian beberapa penjelasanku. Di lain waktu, kuajukan proposal untuk mengadakan lomba posting blog sederhana antar siswa, dan pelatihan internet ke pimpinan. Dan, alhamdulillah ditolak. Tak menyerah, semua media pembelajaran saya upload di situsku, dengan harapan, ketika mereka membutuhkan, tinggal kuarahkan dengan memberikan linknya. Hasilnya masih tetap mengecewakan. Mereka yang belum mengerti menulis, malah memberi link kebutuhan mereka ke guru TIK untuk didownloadkan. Sampai suatu saat aku menemukan sedikit momen untuk “mengerjai” mereka setidaknya disatu sisi. Ketika para “guru senior” sibuk membuat PTK, dan meminta bantuan, saya iyakan dengan syarat, mereka harus menulisnya sendiri. Hasilnya lumayan. Sedikit demi sedikit mereka mulai menulis, meskipun belum menggunakan komputer. Berhari-hari ini, saya mendapati situasi dan posisi dilematis. Satu sisi, saya mesti mengajak rekan-rekan untuk gemar menulis agar mutu pendidikan tertingkatkan. Namun, kadang saya merasakan keputusasaan karena gayung yang tak pernah bersambut. Mungkinkah motivasi yang ada hanyalah panggilan jiwa. Entah ajakan itu diterima atau cuma penghormatan, sekarang, beberapa rekan guru saya di sekolah itu sedikit demi sedikit sudah mengetahui internet. Hampir setiap malam ketika berkunjung ke warnet terdekat, selalu kucari bahan untuk memotivasi mereka. Saya juga tidak mengerti, apa keuntungan saya melakukan ini. Sampai kemudian kutemukan sebuah link wijayalabs.com dengan nama pemilik Wijaya Kusumah yang lebih dikenal dengan Om Jay. Beliau adalah guru Lab School. Kehebatan Om Jay terletak pada pengelolaan blog pribadinya hingga menjadi blog pilihan terbaik. Beliau pernah menjuarai lomba Guru Era Baru yang penilaiannya dilihat dari blog pribadi yang populer dan bermanfaat.
[caption id="attachment_184030" align="aligncenter" width="550" caption="Image from wijayalabs.com"]

***
Seiring berjalannya waktu, inovasi berkembang di semua lini, anak didik tak mau ketinggalan. Sekarang peserta didik mahir mencari pengetahuan meskipun anak didik tidak berada di sekolah. Tidak heran, jika banyak peserta didik mendebat gurunya ketika menemukan kejanggalan menurut versinya pada saat pembelajaran. Hal ini, tak ayal menjadi wajib bagi guru untuk terus membangun dirinya agar selalu gemar belajar. Pengetahuan anak yang diterima di luar sekolah kebanyakan mereka dapat dari intenet. Pemanfaatan internet sudah menjadi kebutuhan yang tidak bisa dihindarkan. Untuk itu, para guru yang masih punya niat untuk selalu meng-update pengetahuannya, hendaknya melek internet menuju guru era baru yang mampu memanfaatkan segala potensi yang ada. Seorang guru pun bisa menjadi guru sejati dikarenakan hasil karyanya. Tulisan bisa menjadi jalan untuk itu. Dengan menulis, pengetahuan akan menjadi permanen, mampu memberikan inspirasi bagi para pembacanya. “sebaik-baik manusia adalah yang menuntut ilmu dan mengajarkanya”. Sabda Nabi. Kehadiran blog pendidikan asuhan om Jay ini, diharapkan menjadi oase dalam menghadirkan warna baru di kancah dunia maya. Blog pendidikan jarang ditemukan, apalagi blog pendidikan sekelas wijayalabs.com. Sampai tulisan ini kupublish, teriring doa, mudah-mudahan proposalku diterima untuk acara dengan tema “melek internet” yang dimotivasi oleh beliau. Semoga...
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI