Mohon tunggu...
Raina Widy
Raina Widy Mohon Tunggu... Guru -

Terbuka dengan perbedaan pendapat rainawidy@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Perempuan dan Prostitusi

5 Agustus 2018   07:31 Diperbarui: 5 Agustus 2018   08:28 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perempuan dan prostitusi adalah dua hal yang berhubungan erat, entah karena keinginan sendiri, jebakan ataupun tuntutan hidup, keduanya terus menerus hidup berdampingan. 

Hubungannya tidak dapat dikatakan baik-baik saja karena pihak yang pro dan kontra akan selalu ada. Yang pasti prostitusi sudah ada sejak zaman jahiliah hingga nanti, hari terakhir di bumi.

Siapalah saya yang berhak menghakimi. Keterbatasan pergaulan, dari sekedar cerita atau berita bukan pula untuk menyatakan bahwa saya lebih baik, sudah bersih dari dosa. Tulisan ini bukan untuk memaki pun menceramahi. 

Beberapa tahun yang lalu, saya seorang guru baru di sebuah sekolah untuk menggantikan teman sementara waktu. Kebanyakan siswa yang bersekolah di sini adalah mereka yang berasal dari keluarga ekonomi bawah. 

Suatu hari saya memberikan siswa siswi ini tugas untuk memperkenalkan diri kemudian wawancara singkat dengan mereka satu per satu. Saya memang pernah mendengar beberapa di antara mereka adalah cabe-cabean dan sejenisnya. Bisa dipastikan mereka 'lebih gaul' ketimbang saya. 

Salah satu dari mereka menangis dalam sesi wawancara tersebut. Siswi ini memang jarang masuk sekolah, sangat suka sekali berdandan. Terlihat dari wajahnya yang lebih glowing dan bling-bling di antara siswi kebanyakan.

Dia tidak begitu peduli jika guru sedang berbicara di depan kelas. Karena lebih tertarik dengan kaca dan wajahnya. Atau, tertidur. Namun, hari itu air matanya terjun bebas. Mengalir bak butiran jagung. Rasanya mungkin sesak sekali, lelah, tapi terus dipaksa baik-baik saja. 

Ayahnya depresi, kadang ingat, kadang kambuh. Ibunya tidak bekerja dengan beberapa adik yang harus dihidupi. Dia sendiri kos dan katanya dia bekerja halal. Saya tidak ingin menelisik lebih jauh lagi pekerjaan apa yang dia lakukan.

Saya kira nasehat saya- berupa sabar dan sebagainya- tapi tidak pernah merasakan betapa beratnya beban yang harus ia tanggung di usia sebelia itu rasanya seperti angin lalu. Yang saya tekankan padanya bahwa saya ingin menjadi temannya. 

Sayangnya dia tidak pernah menghubungi saya sampai hari ini. Dia mungkin takut, malu atau bisa jadi malas menghadapi kekepoan orang lain. Saya maklum. 

Ada pula yang terjebak prostitusi karena gaya hidup. Mau gaul, gaya, cantik, makan di tempat-tempat kekinian tentu butuh modal dan itu tidak sedikit. Jual diri menjadi cara instan untuk mendapatkan uang melebihi uang saku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun