Mohon tunggu...
Raina Widy
Raina Widy Mohon Tunggu... Guru -

Terbuka dengan perbedaan pendapat rainawidy@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Diary Guru: Cantik Saja Tak Cukup

19 Desember 2017   18:32 Diperbarui: 19 Desember 2017   21:12 1700
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
imgflip.com/i/aavjm

Kemudian setelah selesai catat mencatat, siswa siswinya diminta untuk mencari contoh biografi di hp masing-masing dan menyalinnya lagi di buku catatan mereka tadi. Wow bukannya biografi itu panjang sekali? Yang singkat saja katanya. Saya jadi ragu Bu Guru tahu ga sih biografi itu apa??

Hmm... Apa yang dilakukannya selama dua jam mata pelajaran berlangsung ditambah dengan komunikasinya dalam bahasa daerah padahal mengajar Bahasa Indonesia benar-benar membuat kecewa sekaligus gemas. Pantas saja saya sering ditertawakan ketika berbahasa Indonesia.

Mungkin beberapa anak memang tidak berminat dengan apa yang disampaikan guru tapi kenapa kita tidak mencari tahu penyebabnya, minimal berupaya mempersiapkan diri dulu sebelum mengajar.

Mereka yang menyimak dan mencatat berarti juga masih menunjukkan respon mereka mau belajar. Sangat disayangkan jika guru menyia-nyiakannya. 

Bu Guru ini hanya contoh kecil sudah sejauh mana kualitas guru-guru kita. Banyak yang tidak menguasai materi padahal jika ia mau ia bisa menuliskan judul materinya, jenis-jenis biografi dan menjelaskan inti dari setiap poin-poinnya dengan bahasa yang lebih mudah tapi tetap dalam Bahasa Indonesia. Lebih mudah lagi jika ia menggunakan slide powerpoint sebagai alat bantu. 

Dia pula bisa menceritakan tentang biografi tokoh yang pernah dia baca dan jika ada membawa contoh hardcopy-nya. Menyuruh anak membaca tentu kita harus lebih dahulu menjadi teladan kan? 

Ia juga bisa membawa anak-anak tersebut ke perpustakaan sekolah dan meminta mereka mencari contoh biografi, menuliskan poin pentingnya dan terakhir mempresentasikannya. Mendorong anak berbicara di muka umum lebih baik daripada hanya menyuruh mereka menulis karena sejatinya belajar bahasa membutuhkan praktek nyata.

Gurulah sebagai fasilitatornya bukan lagi hanya sebagai pusat informasi yang paling tahu. Ini sudah di penghujung 2017, kurikulum sudah berangsur-angsur memakai K-13, dengan gadget canggih di tangan, kenapa pola pikir kita malah tidak berubah?

Jangan karena masalah kesejahteraan yang belum terpenuhi menjadi alasan untuk sejadinya saja dalam mengajar dan mendidik. Cantik saja benar-benar tak cukup.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun