Mohon tunggu...
Daniel Renanda
Daniel Renanda Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya merupakan mahasiswa semester ke lima yang tertarik pada Dunia games, buku dan film

Selanjutnya

Tutup

Book

Memaknai Pulang dari Sudut Pandang Anak Broken Home di Dalam Buku Pukul Setengah Lima

20 Desember 2023   15:30 Diperbarui: 20 Desember 2023   15:31 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu contohnya adalah “Aku tidak suka pulang, aku tidak suka harus merasa berusaha hanya untuk melangkah pulang. Sebab pulang seharusnya tidak membutuhkan usaha, hanya butuh hati riang, dan gembira. Namun ini berbeda. Tempat pulangku menyeramkan. Rumah menjadi tempat luka ibu dan aku kembali muncul. Rumahku sudah tidak aman lagi. Sudah tidak ada orang waras di dalamnya” Selain bagus, kalimat ini juga memiliki makna. 

Dalam kalimat ini, Tsana juga ingin membahas dan memfokuskan mengenai isu yang masih sering dialami oleh banyak anak tidak bersalah yang menjadi korban broken home. Hingga saat ini jika ditelusuri dalam kehidupan sehari hari. Sering sekali ditemukan KDRT dan broken home, bahkan menurut KemenPPPA mencapai angka 18.261 kasus. Dari adegan ini bisa disimpulkan bahwa tidak semua orang memiliki tempat untuk pulang. Seharusnya, rumah bukanlah sumber kegelisahan dan luka. Pulang seharusnya membawa sukacita dan ketenangan. Namun, realitanya berbeda. 

Berbicara soal novel ini, kurang rasanya jika tidak membahas tentang Alur dan struktur. Tsana membangun cerita ini dengan awal yang tidak diduga. Dimulai dengan permintaan putus dari pacarnya bernama Tio, kemudian Alina menciptakan realitas baru dengan menjadikan dirinya sebagai “Marni” hingga Alina bertemu dengan orang baru bernama Danu. 

Selama melakukan kegiatan dengan Danu, Alina seketika akan mengingat kembali masa lalunya bersama Tio. Secara keseluruhan hampir semua isi dalam buku ini sudah baik, namun alur yang maju mundur membuat pembaca pemula tidak akan langsung mengerti dan bingung. Terlebih, Tsana tidak memberikan urutan waktu, tanda, dan banyak sekali flashback yang bisa ditemui di tiap bab-nya. Namun Tsana berhasil menutupinya dengan ending yang tidak ditebak. Alur dan Struktur ini mirip dengan buku Tsana sebelumnya yakni Kata (2020) dan juga Geez dan Ann 1 (2018) yang juga ditulis menggunakan alur maju-mundur dan dengan Struktur waktu yang tidak pasti. Hal ini menggambarkan ciri khas dari tulisan yang dibuat oleh Tsana.

Cerita terus berlanjut hingga sampai tiba tiba saja Danu menghilang dan tidak bertemu lagi dengan Alana di halte bus seperti biasanya, ini membuat pertanyaan besar bagi pembaca sehingga membangun rasa penasaran namun sayangnya hingga akhir Bab buku ini tidak dijelaskan mengapa Danu menghilang dan dimana keberadaannya. 

Setelah satu tahun kemudian keadaan keluarga Alana mulai membaik, karena sang Bapak akhir meninggalkan rumah mereka, Alana dan Ibunya juga meninggalkan rumah itu dan menjualnya, setidaknya bagi Alana tidak ada lagi kenangan buruk yang harus terus Alana ingat. di Akhir cerita Alana mengulang ceritanya menjadi “orang lain” di sebuah gerbong kereta Api. Ending Pukul setengah Lima ini bisa terbilang menggantung, karena masih terdapat banyak misteri yang belum terpecahkan, tentang bagaimana akhirnya bapaknya meninggalkan keluarganya, Danu, dan mengapa Alana terus menjalani realitas baru yang sebelumnya telah ia ketahui bahwa tidak akan berujung baik.

Dengan penuh keterampilan dan kepekaan, Tsana berhasil merangkai sebuah cerita yang tidak hanya rapi dan terstruktur dengan baik, tetapi juga mempersembahkan isu-isu sosial yang mendalam. Dalam bukunya, Tsana dengan gesit mengangkat permasalahan KDRT dan broken home, memberikan suara kepada yang terpinggirkan, terutama anak-anak yang seringkali tidak memiliki tempat untuk pulang. "Pukul Setengah Lima" bukan sekadar kisah perjalanan pulang, melainkan juga refleksi yang menggugah, serta sebuah buku yang mengajarkan untuk menerima diri sendiri. Melalui setiap halaman, Tsana tidak hanya mengeksplorasi keindahan perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan batin yang penuh makna. 

Resensi ini dibuat oleh : Daniel Renanda dan Astri Ayu Lestari

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun