Mohon tunggu...
Renovan Nache
Renovan Nache Mohon Tunggu... Hoteliers - Certified BNSP Trainer

Seorang pemimpi yang saat ini sedang mengambil Magister Pendidikan demi meneruskan cita-cita Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

LoTS & HoTS: Berbeda Tapi Satu

4 Desember 2022   10:20 Diperbarui: 4 Desember 2022   10:31 1265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

HOTS (High Order Thinking Skills) merupakan kecakapan berpikir yang lebih dari sekedar mengingat dan memahami saja, tapi juga kemampuan untuk menggabungkan apa yang sudah diingat dan pahami untuk menganalisa, mengevaluasi dan bahkan mencipta.

Sebelum menguasai HOTS, siswa terlebih dahulu dituntut untuk memahami LOTS (Low Order Thinking Skills). LOTS merupakan kemampuan berpikir tahapan rendah. 

LOTS terdiri dari kemampuan mengingat, memahami, dan mengaplikasikan. Dengan begitu HOTS dan LOTS tidak dapat dipisahkan karena dibutuhkan kemampuan untuk memahami LOTS terlebih dahulu sebelum sampai ke tahap HOTS.

Adapun tingkat kecakapan taksonomi bloom untuk kemampuan berpikir kritis terlihat pada gambar ini:

Ketiga keterampilan yang dikategorikan sebagai LOTS (Low Order Thinking Skills):

  • Pada tahap mengingat, informasi hanya sebatas diingat saja. Bisa jadi siswa tidak mengerti apa yang sedang disimak atau dibaca walaupun mereka hafal.
  • Pada tahap berikutnya adalah ketika informasi dimengerti. Pada tahap memahami ini siswa belum sampai pada mengelola informasi tetapi sudah faham.
  • Selanjutnya siswa diajak mengaplikasikan informasi atau data yang diterimanya. Jika pemahamannya tepat, mereka akan mampu menerapkan dengan tepat.

Tiga keterampilan selanjutnya dikategorikan sebagai HOTS (High Order Thinking Skills):

  • Pada level Analisa, siswa harus mempelajari dengan cermat informasi atau data yang disimak dan dibaca. Tahap menganalisa ini mengharuskan siswa untuk mengelola data atau informasi secara lebih mendalam. Tahap ini juga mengisyaratkan guru untuk memiliki keterampilan bertanya agar siswa terlatih mempertanyakan data atau informasi yang dimiliki. Melatih mereka menemukan berbagai opsi. Pada tahap ini mereka memerlukan data dan informasi yang lebih rinci dan mendalam agar mampu melatih mereka berfikir pada tahap berikutnya, yaitu mengevaluasi.
  • Mengevaluasi dengan proses yang runut sebagaimana yang digambarkan sebelumnya, siswa akan mampu menghasilkan informasi, atau data konkrit sebagai hasil analisanya.
  • Pada tahap berkreasi atau menghasilkan data baru, ataupun informasi baru, siswa memiliki cukup bekal ketika telah terbiasa berfikir kritis dan runut.

Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana Bapak dan Ibu guru mengelola proses pembelajaran di dalam kelas? Apakah prinsip-prinsip berfikir tadi pernah dicoba?

Kita sering menemukan Pendidikan yang menghabiskan lebih banyak waktu untuk menjelaskan. Satu yang menjadi penyebab adalah banyaknya jumlah materi, sehingga guru merasa berkewajiban menyelesaikan semua materi tersebut dalam kurun waktu tertentu. Di samping itu, target evaluasi siswa  adalah pada angka yang diambil dari hasil ulangan atau tes tertulis berbasis materi. 

Dalam hal ini, penyelesaian bahan ajar lebih mendominasi proses belajar-mengajar, dibanding dengan proses untuk melatih berfikir kritis. Melatih berpikir kritis berkaitan dengan tercapainya tujuan utama Pendidikan, yaitu memampukan seseorang untuk menghadapi kehidupan setelah selesai sekolah. Seperti yang pernah disampaikan oleh Carl Rogers "Tugas guru bukan semata mengajar, apalagi terpaku pada materi, melainkan menjadikan siswa bertanggung jawab akan belajarnya."

Dengan terbiasa berlatih berfikir kritis melalui proses pembelajaran yang menerapkan pola berfikir LoTS dan HoTS, siswa menjadi terbiasa untuk menghadapi apa saja dalam kehidupannya secara kritis dan tidak mudah melakukan hal-hal yang tidak menguntungkan pengembangan dirinya maupun dirinya sendiri. 

Misalnya, ketika mendapatkan sesuatu yang bukan miliknya, maka Ia tidak akan serta merta mengambilnya. Karena Ia akan mempertanyakan, benda itu milik siapa? Apakah kalau diambil ada resiko atau tidak? Berbahaya atau tidak? Jadi, dia akan terbiasa mempertanyakan apa yang Ia lakukan.

Contoh kedua misalnya, ketika seorang anak mendapatkan informasi, dan dia tahu informasi itu tidak memiliki identitas jelas siapa pengirimnya, atau berita itu tidak sesuai dengan dirinya. Maka ia tidak akan serta merta dengan mudah menyebarkannya.

Penjelasan selanjutnya tentang LOTS dan HOTS ini bisa terlihat melalui piramida di bawah ini:

Dokpri
Dokpri

C1 sebagai pondasi untuk tercapainya kognisi pada ranah berikutnya. Jumlah informasi dan data pada tahap ini banyak sekali.

Pada tahap C2, jumlah informasi menjadi lebih sedikit karena siswa membutuhkan waktu utk memahaminya.

Lebih tinggi lagi pada C3, jumlah informasi semakin mengerucut sesuai dengan kebutuhan aplikasi informasi tersebut

Pada C4, jumlah informasi yg dikelola memang lebih sedikit, namun siswa memerlukan informasi lain yang terkait, guna memperkaya pemahaman ttg apa yang dibahas dlm informasi atau data.

Kemudian yang lebih tinggi di C5, informasi menjadi lebih spesifik dan mendalam. Informasi dan data yang telah dianalisa dan dievaluasi, menjadi bahan yang akan memampukan siswa menciptakan informasi atau data baru sesuai dengan versi mereka, disini mereka sudah mencapai C6.

Mari kita ingat kembali, urutan ranah kognisi yang bisa dikembangkan dalam proses belajar-mengajar di kelas. 

Nah, ranah mengingat, tingkat C1, adalah ranah kognisi terendah. Informasi yang diingat oleh siswa menjadi pondasi pencapaian ranah kognisi berikutnya. Informasi yang dibutuhkan diantaranya bersifat faktual, konseptual, prosedural, dan metakognisi. Tapi pada tingkat ini siswa hanya akan menghabiskan waktu dan tenaga untuk menghafalkan saja tanpa memprosesnya lebih lanjut. Sudah seyogyanya kita memfasilitasi siswa kita ke tahap selanjutnya, yakni tahap memahami. 

Berangkat dari konsep faktual, konseptual, prosedural dan metakognisi yang sudah siswa ingat, pada C2 mereka ditantang untuk menerjemahkan dan mengintreprestasikan informasi data yang diterima.

C3 adalah ranah kognisi aplikasi, dimana siswa diharapkan mampu mengaplikasikan informasi atau data yang sudah mereka pahami pada proses sebelumnya. Pada tahap ini siswa mengaplikasikan apa yang sudah mereka pahami pada konteks yang berbeda-beda. Jika mereka sukses, berarti mereka sudah menguasai ranah C3. 

Seringkali guru di kelas merasakan bahwa ketika sudah sampai pada mengaplikasikan, siswa dianggap sudah mengerti materi yang sedang dipelajari, padahal jika tujuan kita di kelas adalah meningkatkan kualitas berpikir, maka kita masih harus melanjutkan pada tingkat berikutnya, sampai C6 karena kemampuan siswa untuk mencipta, seharusnya menjadi tujuan utama kita sebagai seorang pendidik.

Tujuan utama melanjutkan proses pembelajaran sampai di tingkat C4 adalah untuk memampukan siswa menganalisa data dan informasi fakta, logika dan ideologi. Setelah siswa bisa menganalisa, pada tingkat akhirnya dia harus ditantang dapat mengevaluasi.

Siswa harus kita tantang untuk memberikan penilaian atas informasi atau data yang ada berdasarkan kriteria pribadi mereka yang sudah dilakukan pada level sebelumnya. Nah, disini mereka dilatih melakukan tingkat berfikir evaluasi.

Selanjutnya, siswa diharapkan menghasilkan informasi atau data baru, teori, produk dan sebagainya, sebagai hasil dari apa yang telah dilakukan pada lima tingkatan kognisi sebelumnya. Kemampuan siswa mencipta seharusnya menjadi tujuan kita sebagai pendidik.

Pemaparan singkat ini memberikan gambaran ttg LoTS dan HoTS yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Untuk sampai pada kemampuan HoTS atau kemampuan berpikir kritis, perlu dimulai dari  LoTS. Yang perlu menjadi perhatian adalah proses membelajarkan siswa tidak berhenti pada tahap mengaplikasikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun