Mohon tunggu...
Reni D. Octaviani
Reni D. Octaviani Mohon Tunggu... Dosen (DOyan SENyum, bisa juga DOyan SENdirian, tapi tidak DOyan SENsasi ;)

Tertarik dengan hal-hal yang menghibur dan menyenangkan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Visa Haji dan Tantangan Sistem Baru

9 Mei 2025   20:05 Diperbarui: 9 Mei 2025   20:31 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kolega saya dijadwalkan untuk berangkat haji pada 13 Mei 2025. Namun beliau masih ada keresahan atau rasa was-was tentang kepastian keberangkatannya akibat dari aturan baru sistem visa haji dimana sistem visa haji kini tidak lagi dikelola melalui maktab, melainkan melalui syarikah. Saya sempat bertanya-tanya: akankah perubahan ini benar-benar membawa kebaikan? Ataukah justru membuka babak baru penuh tantangan, terutama bagi negara seperti Indonesia yang mengelola jutaan calon jemaah dengan sistem kolektif dan berjenjang?

Sebagai negara dengan kuota haji terbesar di dunia, Indonesia selama ini sudah punya sistem kloter yang relatif rapi, yaitu ada pembagian kelompok, pendamping, pengawas, hingga pemetaan fasilitas selama di Tanah Suci. Tapi kini, dengan sistem visa berdasarkan syarikah, satu kloter bisa terdiri dari jemaah yang visanya berasal dari syarikah yang berbeda. Implikasinya? Jemaah satu kloter bisa berpencar hotelnya, berpindah tenda di Arafah, bahkan bisa berbeda-beda jadwal layanan katering.

Hal seperti ini tentu menyulitkan bukan hanya bagi jemaah, tetapi juga bagi pembimbing haji dan petugas kloter. Ibadah yang seharusnya khusyuk dan terfokus bisa terganggu karena soal logistik yang terfragmentasi.

Bukan Sekadar Masalah Teknis

Sebagian orang mungkin melihat ini sebagai masalah administratif biasa. Tapi bagi saya, ibadah haji bukan cuma soal perjalanan fisik, ini soal spiritualitas yang harus didukung sistem yang solid. Jika ada jemaah lansia terpisah dari rombongan, siapa yang akan membimbingnya? Jika koordinasi antar-pihak tersendat karena beda syarikah, siapa yang akan bertanggung jawab?

Perubahan sistem tentu bukan hal yang harus ditolak mentah-mentah. Arab Saudi melalui Saudi Vision 2030 memang tengah menggalakkan privatisasi layanan, termasuk haji dan umrah. Tapi ketika berbicara soal pelayanan jemaah dari negara besar seperti Indonesia, pendekatannya tidak bisa satu sisi saja. Sistem kita yang berbasis kloter harus tetap menjadi acuan dalam bernegosiasi.

Saran untuk Penyelenggara Haji

Pertama, pemerintah melalui Kementerian Agama perlu lebih agresif membentuk liaison officer khusus yang menjembatani antara syarikah dan sistem kloter Indonesia. Jangan sampai informasi terputus di tengah jalan. Penyesuaian harus dilakukan dengan memetakan syarikah-syarikah yang bisa kompatibel dengan skema kloter. Jika perlu, jemaah dikelompokkan ulang berdasarkan syarikah sejak di tanah air, bukan saat tiba di Arab Saudi.

Kedua, KBIHU dan biro perjalanan perlu meningkatkan literasi jamaah soal kemungkinan perbedaan layanan berdasarkan syarikah. Jemaah harus mulai disiapkan mental dan fisiknya terhadap kondisi yang lebih dinamis, termasuk kemungkinan terpisah dari rombongan awal. Bimbingan manasik harus mengantisipasi ini, bukan hanya dari aspek ibadah, tapi juga aspek logistik.

Ketiga, komunikasi antar-petugas harus diperkuat. Petugas kloter sebaiknya dibekali pelatihan tambahan dalam menghadapi situasi yang tidak seragam. Koordinasi yang dulunya vertikal bisa jadi harus diubah menjadi lebih horizontal, dengan melibatkan perwakilan syarikah di setiap titik layanan.

Saran untuk Jamaah Haji

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun