Francois Xavier Nguyen Van Thuan adalah seorang uskup Agung yang dipenjara selama 13 tahun oleh rezim komunis Vietnam. Suatu waktu ketika ia jatuh sakit di penjara Phu Khanh, ia menyapa seorang penjaga yang ada disekitarnya, "Atas nama kebaikan, berikanlah aku obat karena aku sedang sakit". Terperangalah ia ketika mendengar jawabannya yang menegaskan, "Di sini tidak ada kebaikan maupun kasih". Begitulah suasana di penjara.
     Pada suatu malam ia mendengar bisikan, "Francis, kamu sebenarnya masih sangat kaya. Kamu masih memiliki kasih Kristus di hatimu. Kasihanilah mereka seperti Yesus mengasihi kamu". Pada hari berikutnya, ia mulai berusaha mewujudkan bisikan tersebut. Ia mencoba mengasihi Kristus di dalam diri mereka dan mencoba tersenyum serta menyapa mereka dengan ramah. Lama kelamaan suasana penjara berubah drastis. Kualitas hubungan antarpribadi bertambah baik. Karena melihat ketulusan hubungan dengan para penjaga itu, para polisi kepala meminta dia untuk mengajar murid-murid baru.
     Penolakan kebaikan dan cinta yang dialami oleh Uskup Agung ini juga sering kita alami dan kita jumpai dalam hidup sehari-hari. Terkadang kita dicemooh oleh orang lain, hanya karena masalah yang sederhana. Apa yang dialami oleh  Uskup Agung ini tidak membuatnya putus asa, tidak berdaya, bahkan tidak membuatnya menjauh dari Tuhan. Situasi yang dialaminya tersebut mengarahkan hatinya untuk memperlihat wajah kerahiman Bapa. Wajah kerahiman Bapa yang dinyatakan melalui tindakan mengasihi orang yang berada di penjara. Hal tersebut membuat dirinya semakin teguh dalam iman dan menerima dengan lapang dada akan kenyataan yang dialaminya. Akhirnya ia menjadi orang yang dipercaya dan  menjadi seorang pengajar di dalam penjara itu.
Kasih yang Mengampuni
Mengampuni adalah suatu proses yang tidak gampang untuk dilakukan dan tidak bisa berlangsung secara cepat. Pengampunan itu melibatkan seluruh kemanusiaan kita, yakni pikiran, emosi, dan kehendak. Kita seringkali sulit untuk mengampuni karena kita masih mempertahankan keegoisan diri. Keegoisan diri dan kelambanan hati menjadikan diri kita tinggal dalam situasi nyaman dan kita tidak ingin membuka hati akan kasih Allah. Hal demikian yang membuat kita sulit untuk mengampuni dan membagi kasih kepada sesama. Tetapi kita adalah homo religius yang semestinya menghidupi pengampunan dalam kehidupan sehari-hari.Â
Allah telah memperlihat Kasih-Nya kepada kita untuk saling mengasihi sesama yang melakukan kesalahan kepada kita, baik kesalahan yang fatal maupan yang ringan. Tuntutannya bahwa kita membuka diri dan mau mengampuni sesama dengan seluruh totalitas diri tanpa ada rasa dendam dari dalam diri kita. Kita bisa melihat kisah tentang anak yang hilang (Luk 15:11-32).
Kisah anak yang hilang yang dikisahkan dalam Kitab Suci memperlihatkan begitu besar belas kasih seorang Bapa kepada anaknya. Sang Bapa memperlakukan anak tidak hanya secara adil tetapi memperlakukannya kembali sebagai anak. Transformasi Sang Bapa menunjukkan bahwa tergerak hatinya oleh belas kasihan sementara transformasi si anak ialah belas kasih (pengampunan) Bapa yang menjadikan si anak sebagai anak.Â
Kita dipersatukan untuk  saling menguatkan dan membagi kasih satu dengan yang lain. Kasih menjadi dasar untuk mengampuni siapa saja yang bersalah kepada kita dan yang membuat kita marah. Ketika kita sedang mengampuni sesama kita, kita pasti merasa bersukacita karena kita mampu untuk bertindak kasih kepada sesama. Tanpa kasih kita tidak bisa bahagia, karena kasih adalah landasan hidup kita. Dengan demikian, kita menjadi pengungkapan cinta kasih Allah bagi sesama menuju kesempurnaan.
Hati yang berbelas kasih
Setiap kali kita harus merenungkan dan memaknai arti sejati dari sebuah kasih. Kasih bukanlah sebuah retorika belaka, kasih harus diekspresikan dari hati yang terdalam karena kasih itu sendiri. Bila tujuan pendidikan adalah memanusiakan manusia, maka kasih bertujuan agar kita menyadari serta menjadi pelaku kasih kepada sesama kita. Karena kasih Allah yang besar terhadap kita, maka Ia rela merendahkan diri-Nya mengambil rupa seorang manusia yang penuh dengan keterbatasan.Â
Ia Tuhan yang harus hidup merasakan apa yang dirasakan oleh manusia; seperti rasa lapar, haus, sedih, marah, dan tertindas yang telah dilalui-Nya selama berada secara fisik di dunia ini. Kasih dimulai dari kerendahan hati setiap pribadi untuk mau memahami bahwa setiap orang ingin dikasihi bukan untuk dibenci. Kasih adalah jawaban dari permasalahan kita. Kasih, bukan kekerasan yang mengubah seseorang. Sebuah pepatah mengatakan: Pendidik tidak akan bisa menyampaikan materi pembelajaran bila naradidik tidak mau dengan rendah hati mendengar dan menerima apa yang diajarkan.
Dalam menyatakan cinta kasih, kita harus berani keluar dari opini publik. Mungkin saja saat kita menyatakan kasih, kita akan dihakimi oleh lingkungan sekitar kita. Bisa saja perbuatan kita justru dinilai negatif dan berlebihan. Tetapi kita harus berani menyatakannya. Mencintai berarti berani terbuka meski tidak sedap didengar. Kasih penuh toleransi tetapi tidak berkompromi kepada apa yang salah. Di dalam cinta kasih ada teguran yang nyata. Dalam Kitab Amsal 27:5 tertulis: "Lebih baik teguran yang nyata-nyata daripada kasih yang tersembunyi". Dalam diri Yesus nyata bahwa Allah adalah Kasih. Kasih bukan sekadar keberadaan melainkan kasih adalah gerakan keberadaan. Kasih Allah kepada kita nyata dalam tindakan. Cinta kasih dalam diri Yesus bukanlah perasaan emosional atau sentimental semata, melainkan cinta yang berbelas kasih. Maka KASIH TIDAK MEMPUNYAI BATAS. JIKA ADA BATASNYA, MAKA ITU BUKAN KASIH.
Refleksi
     Kita sebagai orang beriman harus menjadi teladan bagi orang lain dan mampu untuk memperlihatkan Wajah Kerahiman Allah. Kerahiman Allah adalah kasih Allah dalam tindakan. Kerahiman tidak hanya ditandai dengan tindakan belas kasih saja, tetapi harus berangkat dari inti terdalam pribadi kita yang tergugah untuk memperlihatkan belas kasih Allah. Kerahiman Allah harus dihayati dalam hati melalui hidup doa dan diwujudkan dalam tindakan kasih. Dengan doa, kita merenungkan kasih dalam kemesraan dengan Allah dan kasih yang sungguh berasal dari hati kita.
     Kita harus belajar menjadi pribadi yang penuh belas kasih, panjang sabar, lemah lembut, dan rendah hati karena Kasih Allah adalah kasih tanpa batas. "Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu" (Yoh 15:12). Yesus adalah kasih. Yesus sudah lebih dahulu mengasihi kita sebagai pengikut-Nya. Kasih-Nya selalu tercurah bagi siapa saja. Maka sudah semestinya kita membagi Kasih Kristus dan menjadi teladan kepada sesama. Menunjukkan belas kasih bukan hanya empati saja melainkan harus bertindak nyata. Kita sering merasakan belas kasih dalam hidup sehari-hari. Jadi apakah kita sudah menjadi pelaku dalam berbelas kasih? Mari hidup berjuang dalam menunjukkan Kasih Kristus kepada sesama.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI