Mohon tunggu...
Rendy Liu
Rendy Liu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Prodi Ekonomi Pembangunan FEB UNTAN

Meneliti

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Pemboikotan Produk Israel terhadap Pasar Saham di Indonesia

22 November 2023   18:50 Diperbarui: 22 November 2023   18:50 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Panggilan untuk tidak menggunakan produk-produk yang terkait dengan Israel dan Amerika Serikat (AS) terus tersebar luas di platform media sosial. Tindakan ini merupakan bentuk dukungan kepada Palestina yang sedang menghadapi serangan yang terus menerus dari tentara Israel.

Di beberapa negara, seruan untuk boikot telah berdampak pada merek-merek terkenal seperti Starbucks, McDonald's, dan Coca-Cola. Nilai saham perusahaan-perusahaan tersebut mengalami penurunan yang signifikan dalam beberapa hari terakhir.

Dalam enam bulan terakhir, nilai saham McDonald's mengalami penurunan sebesar 12,58 persen. Penurunan terbesarnya terjadi pada pekan kedua bulan Oktober 2023, yang bersamaan dengan dimulainya serangan Israel terhadap Palestina.

Situasi serupa juga terjadi pada saham Coca-Cola yang mengalami penurunan sebesar 12,67 persen, sementara saham Starbucks bahkan turun lebih dalam, mencapai 18,69 persen. Bagaimana dampak panggilan boikot ini pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di pasar saham dalam negeri?

Menurut analis Kanaka Hita Solvera, Andhika Cipta Labora, seruan boikot ini tidak terlalu memengaruhi performa perusahaan dalam negeri. "Dampaknya kecil, dan bahkan tidak secara langsung mengakibatkan penurunan kunjungan di tempat penyewa," ujar Andhika kepada Republika, pada hari Selasa (31/10/2023).

Arjun Ajwani, seorang analis riset dari Infovesta Kapital Advisory, menyatakan bahwa dampak boikot terhadap pasar saham dalam negeri juga sangat kecil. Menurut Arjun, pasar saham Indonesia masih lebih dipengaruhi oleh tingginya suku bunga sebagai faktor utama.

Bank Indonesia (BI) secara tak terduga meningkatkan suku bunga acuan menjadi enam persen. "Hal ini menciptakan ketidakstabilan di pasar yang menyebabkan tekanan pada saham selama beberapa hari berikutnya," ungkap Arjun.

Selain itu, kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS yang meroket juga mempengaruhi kenaikan Surat Berharga Negara (SBN) dengan tenor 10 tahun. Hal ini terjadi karena sentimen dari bank sentral AS Federal Reserve dinilai terlalu hawkish oleh pasar.

Arjun menyatakan bahwa kenaikan imbal hasil (yield) obligasi di AS yang mencapai level lima persen dan pelemahan nilai tukar rupiah yang bergerak menuju level Rp 16.000, dapat mendorong Bank Indonesia untuk kembali meningkatkan suku bunga. Proyeksi ini diperkirakan akan kembali memberikan tekanan terhadap kinerja pasar saham domestik.

Pada sesi perdagangan Selasa, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami kenaikan tipis sebesar 0,24 persen. IHSG berhasil pulih dan masuk ke zona hijau di akhir sesi kedua setelah sebelumnya mengalami penurunan ke kisaran level 6.600.

Maximilianus Nico Demus, Associate Director of Research and Investment di Pilarmas Investindo Sekuritas, menyatakan bahwa pelemahan IHSG sebagian disebabkan oleh kekhawatiran akan dampak konflik di Timur Tengah. "Investor global sepertinya masih menunggu dan melihat perkembangan lebih lanjut. Di dalam negeri, pergerakan IHSG juga masih tidak stabil," ujar Nico.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun