Mohon tunggu...
Rendinta Delasnov Tarigan
Rendinta Delasnov Tarigan Mohon Tunggu... Praktisi Perpajakan

Menulis untuk Bertumbuh menjadi Manusia yang Utuh. Inquiry: rendi.tarigan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Love

Tentang Cinta yang Menolong: Bahasa yang Tidak Selalu Diumumkan

26 Juni 2025   05:00 Diperbarui: 26 Juni 2025   04:05 1176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi acts of service (sumber: AI-generated picture)

Di luar ruang-ruang formal seperti kantor, bahasa cinta ini justru sangat membumi dalam cara kita hidup bersama sebagai orang Indonesia. Dalam konteks Indonesia, masyarakat kita seringkali kurang vokal dalam hal emosional. Salah satu contohnya terlihat dimana kita tidak terbiasa mengucapkan “aku sayang kamu” ke orang tua kita. Kita pun tidak nyaman menatap pasangan dan menyatakan cinta. Namun, kita kerap kali membersihkan pakaian kotornya. Kita seringkali membelikan makanan kesukaannya. Kita seringkali memilih mengantarkan pasangan kita untuk memastikan dia selamat sampai tujuan. Mungkin hal ini menyebabkan acts of service terasa sangat kontekstual dengan kultur masyarakat kita. Konteks dimana cinta jarang diumumkan, tetapi seringkali ditunjukkan. Di desa-desa, cinta juga ditunjukkan lewat orang tua yang menjual sawah agar anaknya bisa kuliah. Di keluarga sederhana, cinta juga ditunjukkan dengan menahan lapar agar anak-anak dapat makan lebih dahulu dibandingkan keluarga. Acts of service adalah bahasa cinta yang umum dalam masyarakat Indonesia: diam-diam tapi dalam. Dan barangkali, di negeri yang terbiasa menyimpan perasaan, inilah cara paling jujur untuk mencintai.

  

Pada akhirnya, tidak semua cinta diumumkan. Tidak semua rasa pun butuh kata-kata. Terkadang, cinta itu menjemput kita tanpa banyak bicara. Cinta itu mencuci piring saat kamu kelelahan. Cinta itu memastikan laptop dan hapemu sudah di-charge saat kamu lupa. Cinta itu pun terkadang datang lewat tangan yang sibuk bekerja dan mengembangkan diri, bukan bibir yang rajin berkata-kata. Dan kita perlu belajar membaca cinta semacam itu. Karena seringkali, cinta sejati adalah yang tidak sibuk menunjukkan diri—tapi selalu ada, selalu membantu, dan tidak pernah pamit. Barangkali, itulah cinta yang paling tulus: yang tidak butuh panggung, tapi selalu tahu kapan harus datang.

 

References:

  • Gary Chapman, 2015, The Five Love Language: How to Express Heartfelt Commitment to Your Mate, LifeWay Press.
  • Daniel Carlson, Reconceptualising the Gendered Division of Housework: Number of Shared Tasks and Partners’ Relationship Quality,  86, 2022, 528—543.
  • Andrew Bland & Kand McQueen, The Distribution of Chapman’s Love Languages in Couples: An Exploratory Cluster Analysis, Couple and Family Psychology: Research and Practice, 7(2), 2018, 103—126.
  • Gary Chapman & Paul White, 2019, The Five Languages of Appreciations in the Workplace: Empowering Organisations by Encouraging People, Moody Publishers 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun