Mohon tunggu...
Rendi Septian
Rendi Septian Mohon Tunggu... Guru - Founder Bimbel The Simbi

Seorang pengajar yang ingin berbagi ilmu, kisah dan pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kedewasaan dalam Menerima Perbedaan Penetapan Awal Bulan Hijriah

11 Juli 2022   13:41 Diperbarui: 11 Juli 2022   13:45 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dear Kompasianers,

Idul Adha menjadi momen berkumpulnya keluarga. Tak jarang yang menggunakan waktunya untuk bersilaturahmi atau mengisi waktu dengan healing bersama. Pun dengan kompasianers semuanya. 

Bagi yang merayakan, saya ucapkan selamat Hari Raya Idul Adha 1443 H. Semoga kurban yang kita persembahkan bisa lebih mendekatkan kita pada Tuhan YME.

Selalu ada momen yang unik yang terjadi dalam penentuan awal bulan, yang sering disebut mencari Hilal. Penentuan Hilal ini sebenarnya bukanlah hal yang baru, setiap umat Islam akan melaksanakan shaum di bulan Ramadhan, merayakan Hari Raya Idul Fitri, dan Idul Adha pasti yang menjadi patokan perpindahan hari adalah terbitnya bulan baru, yang disebut hilal. 

Namun dalam teknis pelaksanaanya terdapat metodologi yang bebeda. Metode umum yang dipakai salah satunya metode hisab atau perhitungan matematis dan astronomis.

Adapun metode ke-dua adalah dengan melihat wujud hilal. Inilah kiranya yang menjadi perdebatan hingga pemerintah harus melaksanakan sidang isbat. 

Meskipun telah ditetapkan di awal tahun, juga penentuan pergantian hari sudah disepakati untuk satu tahun ke depan, akan tetapi perbedaan waktu terbit bulan baru yang disebut mathla, berbeda di setiap daerah. Oleh karenanya, setiap negera memiliki cara  dan standar tertentu dalam menetapkan apakah hilal sudah terlihat atau belum.

Jumlah hari dalam kalender hijriah adalah 29 atau 30. Jika pada tanggal 29 tidak dapat melihat hilal, maka ditetapkan lusanya sebagai bulan baru. Keterhalangan hilal dapat dikarenakan faktor alam , manusia juga teknologi. 

Faktor alam misalnya mendung. Ketika mendung, awan tebal menutupi angkasa, sehingga sulit untuk melihat hilal meskipun dengan bantuan teleskop. 

Lalu faktor manusia yang kurang teliti dalam melakukan pengamatan. Dan yang terkahir adalah faktor alat atau teknologi itu sendiri yang kurang presisi.

Ketika masih di zaman Nabi Muhammad SAW, hilal dapat diamati langsung dengan mata telanjang karena bagusnya kualitas udara, belum terdapat pesawat juga sinyal-sinyal seperti sekarang ini. Maka untuk dapat melihat hilal, cukup dengan pengamatan langsung oleh mata. 

Adapun dewasa ini, mustahil melihat hilal dengan kriteria tertentu, 3.6 derajat dengan kriteria mabims terbaru. Mata kita dapat melihat bulan sabit langsung ketika sudah memasuki hari ke dua atau ke tiga. Karena ketinggianya sudah dapat dijangkau oleh mata kita.

Oleh Karena itulah, untuk menyatukan perbedaan, Kementrian Agama melakukan sidang isbat pada tanggal 29 di akhir bulan Sya'ban untuk menetukan awal Ramadhan, akhir bulan Ramadhan untuk menentukan awal Syawwal dan Dzulqoidah untuk menentukan awal Dzulhijjah.  

Karena seperti yang kita ketahui, beberapa ormas Islam kadang memiliki cara penentuan hilal. Seperti Muhammadiyah yang sudah sangat yakin dengan hisabnya. Pun dengan ormas Islam lainnya.

Jika setiap ormas Islam dibiarkan menentukan sendiri, niscaya persatuan umat akan terpecah. Warga Nahdatul Ulama mengikuti fatwa NU, Warga Persatuan Islam mengikuti istinbath dewan hisbah, juga warga Muhammadiyah tunduk pada keputusan dewan tarjih. Untuk itu, maka pemerintah memfasilitasi dengan sidang isbat agar dilihat, disaksikan dan diterima oleh semua kalangan.

Kompasianers, apa hikmah yang dapat diambil dari perbedaan ini? Hikmahnya adalah umat Islam dapat bersatu meskipun memiliki cara, metode dan keyakinan yang berbeda. 

Meskipun persatuan ini masih dalam bentuk usaha karena umat Islam saat ini masih belum memiliki otoritas pusat dunia yang dapat mewadahi semua golongan mahzab dan ormas Islam di seluruh dunia.

Apakah kita mesti dibingungkan dengan kajadian ini? Tidak juga. Karena perbedaan yang ada pun tidak besar. Hanya selisih satu hari. Terkadang pemerintah yang terlebih dahulu, ormas Islam lain yang belakangan. 

Pun sebaliknya ormas Islam dulu lalu pemerintah belakangan. Karena tidak ada aturan baku dalam penentuan ini sehingga dikembalikan lagi kepada keyakinan masing-masing. 

Namun, alangkah lebih bijak jika mengikuti pihak yang berwenang, dalam hal ini BMKG dan Kemenag melalui pemerintah pusat. Sehingga diharapkan satu negara dengan satu kaidah.

Bukankah spirit kebersamaan itu lah yang menjadi syiar Umat Islam dalam perayaan besar dua hari raya ?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun