Mohon tunggu...
renaylaaliyaa
renaylaaliyaa Mohon Tunggu... Mahasiswa Politeknik STIA LAN Jakarta

Hallo!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mengurangi Benang Kusut Kemacetan Jakarta lewat Kebijakan Ganjil Genap

22 Juni 2025   20:57 Diperbarui: 22 Juni 2025   20:57 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Animasi Kemacetan di Jakarta

Ringkasan Eksekutif

Kebijakan ganjil genap yang diterapkan di Jakarta sebagai pengganti sistem 3 in 1 bertujuan untuk mengurangi kemacetan dan meningkatkan kelancaran lalu lintas. Meski lebih praktis dari sisi pengawasan karena dukungan teknologi kamera, kebijakan ini belum efektif sepenuhnya. Jakarta tetap mengalami kemacetan parah, bahkan naik menjadi kota ke-7 termacet di dunia pada 2024, dengan rata-rata pengemudi kehilangan waktu hingga 89 jam per tahun akibat macet.

Pertumbuhan kendaraan pribadi yang tidak sebanding dengan kapasitas jalan, serta infrastruktur transportasi publik yang belum memadai, menjadi penyebab utama. Kebijakan ganjil genap juga berdampak negatif pada masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah dan memicu perpindahan kepadatan ke jalan alternatif.

Melalui pendekatan konsultasi publik dan analisis pemangku kepentingan, kajian ini mengusulkan beberapa alternatif kebijakan, termasuk pengetatan regulasi dan pengawasan, penguatan transportasi umum, dan pengembangan infrastruktur. Pengetatan regulasi dinilai paling layak dan efektif, meskipun masih menghadapi tantangan seperti lemahnya sistem pengawasan dan ambiguitas tujuan antara pengurangan kendaraan dan emisi.

Kajian ini merekomendasikan reformasi kebijakan ganjil genap secara holistik, peningkatan teknologi pengawasan, dan penyusunan kebijakan transportasi yang responsif dan adil bagi seluruh lapisan masyarakat. Tujuannya adalah menciptakan sistem transportasi yang berkelanjutan, efisien, dan inklusif untuk masa depan Jakarta.

Pendahuluan

Kebijakan 3 in 1 di Jakarta telah digantikan dengan kebijakan ganjil genap. Kebijakan ganjil genap diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 88 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Pergub Nomor 155 Tahun 2018. Penerapan ganjil genap hanya berlaku pada hari kerja, senin hingga jumat, dan pada jam sibuk pagi (06.00 -- 10.00 WIB) serta sore hingga malam (16.00 -- 21.00 WIB), dengan pengecualian pada akhirv pekan dan hari libur nasional. Kebijkan ini diharapkan dapat menekan volume kendaraan di jalan utama Jakarta sehingga mengurangi kemacetan dan meningkatkan kelancaran arus lalu lintas, namun pada kenyataannya masih banyak arus jalan tetap macet.

Sepanjang tahun 2024 hingga awal 2025, kemacetan lalu lintas di Jakarta semakin memburuk. Berdasarkan Global Traffic Scorecard 2024 dari INRIX, Jakarta naik ke peringkat ketujuh kota termacet di dunia, dari posisi ke-10 pada tahun sebelumnya, dengan pengendara rata-rata kehilangan waktu 89 jam per tahun akibat macet, meningkat 37% dari 65 jam pada 2023. Kecepatan rata-rata berkendara di pusat kota hanya sekitar 20 km/jam, menandakan tingkat kepadatan tinggi. Data TomTom Traffic Index 2024 menunjukkan tingkat kemacetan Jakarta sebesar 43%, dengan waktu tempuh rata-rata 25 menit 31 detik untuk jarak 10 km dan kecepatan rata-rata 23,5 km/jam. Pada jam sibuk, kecepatan turun menjadi 16 km/jam dengan tingkat kemacetan hampir 100%.

Meskipun ada peningkatan penggunaan angkutan umum seperti TransJakarta dan MRT yang melayani sekitar 1,3 juta dan 138 ribu penumpang per hari, kemacetan tetap menjadi masalah utama. Pertumbuhan kendaraan pribadi yang diperkirakan mencapai 29,15 juta unit pada 2025 jauh melebihi kapasitas jalan yang hampir stagnan, sehingga memperparah kemacetan dan berdampak luas pada kehidupan di ibu kota.

Perbedaan mendasar antara keduanya terletak pada fokus pengaturannya. 3 in 1 mengatur berdasarkan jumlah penumpang dalam kendaraan, sedangkan ganjil genap mengatur berdasarkan nomor plat kendaraan. Dari segi pengawasan, kebijakan ganjil genap lebih praktis dan efektif karena pengawasannya didukung teknologi kamera, sementara 3 in 1 membutuhkan pemeriksaan langsung terhadap jumlah penumpang yang cenderung lebih rumit dan rawan pelanggaran. Kebijakan ganjil genap mengatur kendaraan berdasarkan nomor akhir pelat nomor apakah ganjil atau genap dan disesuaikan dengan tanggal kalender. Tujuannya adalah membatasi jumlah kendaraan yang melintas di jalan-jalan utama ibu kota pada waktu-waktu tertentu. Pada akhirnya, kebijakan ganjil genap lebih banyak diterapkan karena kemudahan pengawasan dan efektivitasnya dalam mengurangi kemacetan dibandingkan kebijakan 3 in 1.

Namun pada kenyataannya, implementasi kebijakan ini tidak serta-merta menyelesaikan masalah kemacetan. Banyak ruas jalan tetap padat merayap, bahkan muncul fenomena perpindahan kepadatan ke jalan-jalan alternatif. Selain itu, masyarakat dari kalangan ekonomi menengah ke bawah yang tidak memiliki pilihan transportasi lain merasa dirugikan karena mobilitas mereka jadi terbatas. Di sisi lain, pelaksanaan di lapangan masih sering menghadapi kendala pengawasan serta belum maksimalnya infrastruktur transportasi publik sebagai alternatif yang layak.

Melalui praktik analisis kebijakan ini, kami mencoba mengkaji lebih dalam bagaimana posisi advokasi kebijakan dapat digunakan untuk memperbaiki pelaksanaan sistem ganjil genap di Jakarta. Dengan pendekatan konsultasi publik dan analisis stakeholder, kami mengidentifikasi pihak-pihak yang terdampak, yang mendukung, yang membela, maupun yang menjadi target dalam proses advokasi. Tujuan utama dari kajian ini adalah untuk memberikan rekomendasi advokasi yang tidak hanya mempertimbangkan aspek regulasi, tetapi juga memperhatikan kepentingan dan kondisi nyata masyarakat di lapangan.

Dengan pemahaman yang lebih menyeluruh mengenai konteks dan pelaksanaan kebijakan ganjil genap, kami berharap kertas kerja ini dapat menjadi kontribusi positif dalam mendorong perbaikan kebijakan transportasi di Jakarta agar tidak hanya efektif mengurangi kemacetan, tetapi juga adil dan berpihak pada kepentingan publik secara luas.

Deskripsi Masalah

Kemacetan lalu lintas di Jakarta terus menjadi persoalan serius yang menghambat mobilitas warga dan menurunkan produktivitas kota. Menurut laporan Global Traffic Scorecard 2024 dari INRIX, Jakarta menempati peringkat ke-7 sebagai kota termacet di dunia, dengan rata-rata pengemudi kehilangan waktu hingga 89 jam per tahun akibat macet, meningkat 37% dari tahun sebelumnya. Kecepatan rata-rata berkendara di pusat kota hanya sekitar 20 km/jam, yang menunjukkan lambatnya arus lalu lintas di ibu kota.

Meskipun tingkat kemacetan di Jakarta menurun dari 53% pada 2023 menjadi 43% pada 2024, masalah kemacetan masih sangat kompleks. Penyebab utamanya adalah jumlah kendaraan pribadi yang terus meningkat pesat, sementara kapasitas jalan dan infrastruktur transportasi publik belum memadai untuk menampung kebutuhan mobilitas masyarakat. Selain itu, kemacetan diperparah oleh kerusakan jalan, proyek pembangunan, dan tingginya mobilitas penduduk di kawasan aglomerasi.

Sebagai upaya mengurai kemacetan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerapkan kebijakan ganjil genap, yaitu pembatasan kendaraan pribadi berdasarkan nomor pelat kendaraan yang hanya boleh melintas pada hari tertentu. Kebijakan ini bertujuan mengurangi volume kendaraan di jalan utama, menurunkan kemacetan, dan mendorong masyarakat beralih ke moda transportasi umum seperti TransJakarta, MRT, dan LRT. Namun, efektivitas kebijakan ganjil genap masih terbatas oleh cakupan wilayah yang belum menyeluruh, kesiapan moda transportasi umum, serta adaptasi dan penerimaan masyarakat terhadap aturan ini.

Dengan kondisi tersebut, kebijakan ganjil genap perlu dievaluasi dan disempurnakan agar dapat menjadi solusi yang lebih efektif dan berkelanjutan dalam mengurai benang kusut kemacetan Jakarta, serta mendukung transformasi kota menuju sistem transportasi yang lebih terintegrasi dan ramah lingkungan.

Grid Analisis

Penilaian 1-5 point

Foto Table Grid Analisis
Foto Table Grid Analisis

Pengetatan regulasi dan pengawasan dalam kebijakan ganjil genap di Jakarta memang menjadi langkah penting, karna dalam Undang-Undang yang mengatur ganjil genap, dalam kebijakan tersebut adanya ambiguitas antara pengurangan volume kendaraan dan juga pengurangan emisi karbondioksida, dikarnakan banyaknya produksi mobil listrik dimana para pengambil kebijakan mengizinkan mobil listrik melewati jalur ganjil genap, dimana hal tersebut dapat menyebabkan kemacetan yang berlebih, kurangnya system pengawasan yang tepat dan akurat, dimana dengan adanya system ETLE yang kurang akurat, hal ini menjadikan kurang akuratnya pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggar, dikarnakan system yang belum baik. Namun selama ini implementasinya masih menunjukkan kelemahan signifikan yang menghambat efektivitas kebijakan tersebut. Regulasi yang ada belum sepenuhnya konsisten diterapkan di lapangan, sementara pengawasan masih bergantung pada sumber daya manusia yang terbatas dan teknologi yang belum optimal, sehingga pelanggaran masih marak terjadi. Denda maksimal Rp500.000 yang diatur belum cukup menjadi deterrent kuat bagi pelanggar, terutama bagi kalangan yang mampu membayar tanpa efek jera. 

Selain itu, kebijakan ganjil genap belum mampu menjawab akar masalah kemacetan, yaitu ketidakseimbangan antara pertumbuhan kendaraan pribadi dan kapasitas infrastruktur transportasi publik yang masih terbatas. Penyesuaian aturan pada hari libur dan cuti bersama juga belum terintegrasi dengan kebijakan transportasi lain secara menyeluruh, sehingga potensi kemacetan pada hari-hari tersebut tetap tinggi. 

Oleh karena itu, pengetatan regulasi dan pengawasan harus diiringi dengan reformasi menyeluruh yang mencakup pengembangan teknologi pengawasan canggih, serta pendekatan kebijakan yang lebih holistik dan partisipatif. Tanpa perbaikan mendasar ini, kebijakan ganjil genap hanya akan menjadi solusi parsial yang kurang berdampak signifikan dalam mengurai kemacetan Jakarta secara berkelanjutan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun