Mohon tunggu...
Renaldo Gizind
Renaldo Gizind Mohon Tunggu... Lainnya - Aktivis Mahasiswa

Komisaris GMNI DPK Sriwijaya DPC Ogan Ilir

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kembalikan Marhaenisme ke Buminya

16 Mei 2020   00:00 Diperbarui: 16 Mei 2020   00:33 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Pada tahun 1926, pemuda Soekarno bertemu dengan seorang petani bernama Pak Marhaen di pematang sawah, pinggiran Bandung, Jawa Barat. Cerita petani Marhaen merangsang dialektika Soekarno bahwa stelsel hidup yang kapitalistik menimbulkan kelas-kelas tertindas, sekalipun mereka memiliki alat produksi kecil nyatanya masih diterpa permasalahan kemiskinan. Sintesa tersebutlah yang membawa pemuda Soekarno berjuang dengan modal ideologi hasil pikirannya, yang diberi nama Marhaenisme.


Dalam pidato "Lenyapkan Steriliteit dalam gerakan mahasiswa" pada Konferensi Besar Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia tahun 1959, Presiden Soekarno merumuskan Marhaenisne sebagai berikut;


1. Marhaenisme adalah asas, yang menghendaki susunan masyarakat dan Negara yang didalam segala halnya menyelamatkan kaum Marhaen.


2. Marhaenisme adalah cara perjuangan yang revolusioner sesuai dengan watak kaum Marhaen pada umumnya.


3. Marhaenisme adalah dus asas dan cara perjuangan "tegelijk", menuju kepada hilangnya kapitalisme, imprealisme dan kolonialisme.


Kemudian beliau menyebutkan kembali, bahwa Marhaenisne dia sebut sebagai Socio-Nasionalisme dan Socio-Demokrasi karena nasionalisme dan demokrasi kaum marhaen adalah social bewust (dibangun atas kesadaran sosial).


Marhaenisme lahir dengan dialektika yang terdapat unsur budaya bangsa terjajah. Tidak mau mengekor, Marhaenisme menjadi The Third Ways atau jalan ke-3 ditengah perang dingin Ideologi yang waktu itu terjadi antara blok barat dan blok timur. Musuhnya jelas, kolonialisme dan imperialisme apapun bentuk dan polanya.


Bukan hanya omong kosong. Undang-undang pokok agraria merupakan pengejawantahan Marhaenisne. Selain itu, BUMN merupakan penjelmaannya pula. Kita bisa melihat dari terciumnya aroma nasionalistik yang selaras dengan kemauan membangun ekonomi berdikari serta kedaulatan penuh atas bangsanya kental di sana.


Namun sayang seribu sayang, usaha yang dibangun harus kandas ketika orde baru mulai naik tahta. Ketidakstabilan ekonomi 1966 mengharuskan rezim orba membuka keran investasi. 

Diterbitkannya UU Penanaman Modal Asing adalah salah satu kontradiksi ajaran Marhaenisne yang anti neo-kolim. UU PMA ini telah membuka jalur bagi neo-liberalisme masuk ke dalam tanah air, melunturkan spirit kebangsaan untuk mencapai kemerdekaan sepenuhnya.


Waktu berganti waktu, kini Indonesia telah terjebak dalam arus ekonomi pasar bebas. Naiknya presiden Jokowi yang seringkali menggunakan tagline ekonomi berdikari namun nyatanya jauh dari konsep berdikari nya marhaenisme Bung Karno.

Ditambah hadirnya Puan Maharani di kursi wakil rakyat sebagai ketua umum yang notabene adalah cucu biologis Bung Besar tidak mampu membawa Indonesia mengembalikan kultur Marhaenisne. Sedikit-sedikit produk yang muncul mengarah pada investasi. Sebut saja RUU Ciptaker, RUU Minerba, dsb. Belum lagi pembangunan jalan tol yang dulu pernah dikritik oleh Bung Karno upaya memanjakan kaum Kapitalis dan tidak ada untungnya untuk masyarakat.

Kini bisa kita lihat, warung-warung rakyat di sepanjang jalan terdampak sepi akibat kendaraan telah beralih melalui jalan tol sehingga tidak melalui jalur lintas yang biasanya mengantarkan mereka sejenak beristirahat di warung-warung masyarakat.

Apakah bangsa telah tergadai? Secara ekonomi iya. Nilai tambah terlalu banyak lari ke luar. Masyarakat Indonesia hanya menerima trickle down efect dari para investor. Padahal dalam studi pembangunan, konsep ini telah gagal sejak semula. Pembangunan tersentralisasi nyatanya tak mampu mengaliri daerah-daerah lainnya sehingga menyebabkan ketimpangan pembangunan.


Kita sudah terlalu bergantung pada globalisasi yang menggerus kepribadian bangsa sendiri. Pemerintah yang hari ini tahu dan mengerti Marhaenisme sebagai model pengembangan dan pembangunan bangsa sejak mulanya sebaiknya mengembalikan Marwah Marhaenisne sejati yang pro terhadap wong cilik atau kaum marhaen di buminya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun