Tahu merupakan olahan kuliner berbahan dasar kacang kedelai yang memiliki kandungan protein tinggi dan dapat digunakan sebagai pengganti protein hewani. Tahu berasal dari daratan Tiongkok dan ikut menyebar ketika terjadi perdagangan antar benua yang dilakukan oleh orang Tionghoa. Nama tahu berasal dari kata "tauhu" yang memiliki arti kedelai yang difermentasi, kata ini diambil dari bahasa Hokkian. Meskipun bukan asli dari Indonesia, saat ini tahu dapat dijumpai dengan mudah di warung-warung penjual sayur.
Tahu sebagai kuliner telah menggerakan perekonomian di wilayah Kediri, hingga kota Kediri mendapat julukan sebagai Kota Tahu. Predikat ini tidak lepas dari peran orang-orang keturunan Tionghoa yang telah lama bermukim di Kediri dan memproduksi tahu. Banyaknya keturunan Tionghoa di Kediri ini karena adanya aliran sungai Brantas yang melewati kota Kediri dan dahulu merupakan jalur perdagangan sebelum adanya angkutan darat seperti saat ini. Pelabuhannya berada di wilayah Jongbiru, maka di sekitar wilayah tersebut banyak ditemukan keturunan Tionghoa.Â
Tahu yang ada di wilayah Kediri ini memiliki keunikan tersendiri dibanding dengan tahu yang ada di tempat lain. Jika di tempat lain tahu berwarna putih, tahu di Kediri ini berwarna kuning. Warna kuning di dapatkan dengan merendam tahu kedalam cairan kunyit. Selain sebagai pengawet alami, kunyit juga menambah citarasa tahu menjadi lebih gurih. Tahu kuning ini memiliki sebutan khas yaitu Takwa atau tahu takwa. Penyebutan ini mengacu pada suku asal pembuat tahu yang bermukim di Kediri yaitu suku Kwa. Kebiasaan orang Jawa yang sering menyederhanakan pengucapan dan menyebut tahu Kwa atau Takwa.
Pelopor pembuat Tahu di Kediri adalah Lauw Soen Hoek atau lebih dikenal dengan nama Bah Kacung. Usaha pembuatan tahu mulai dirintis pada tahun 1912 yang dulu berlokasi di jalan Patimura. Namun saat ini rumah produksi tersebut berpindah lokasi ke jalan Trunojoyo, dan nama Bah Kacung ditetapkan menjadi merek dagang mereka hingga saat ini.
Proses pembuatan tahu tetap dilakukan dengan tenaga manual dan alat yang berasal dari batu dan kayu. Proses produksi secara tradisional tersebut tetap dipertahankan supaya rasa dari tahu ini tetap terjaga dan tidak berubah. Proses pembuatan dimulai dengan mencuci dan merendam kedelai agar mudah dihaluskan. Selanjutnya kedelai di haluskan menggunakan penggilingan batu. Penggunaan alat giling dari batu ini menyebabkan bubur kedelai tidak terlalu hancur, dan itu yang menjadi kunci rasa gurih dari tahu Kediri. Bubur tahu yang didapatkan kemudian di campur air dan diperas sehingga menghasilkan sari kedelai. Sari kedelai selanjutnya di dipanaskan dan ditambahkan cuka tahu, penambahan cuka tersebut menyebabkan sari kedelai menghasilkan gumpalan yang kemudian dimasukkan ke dalam cetakan berbahan kayu berbentuk kotak dan dilapisi kain. Tahu yang sudah masuk cetakan ini kemudian ditumpuk dan press agar kandungan air di dalam adonan habis dan tahu menjadi padat sehingga tidak mudah hancur. Proses terakhir adalah memotong tau sesuai ukuran yang diinginkan dan memasukkan ke dalam larutan kunyit agar tahu yang dihasilkan menjadi lebih awet.
Tahu Takwa menjadi oleh-oleh khas kota Kediri. Pembeli memilih tahu sebagai oleh-oleh karena rasanya yang unik dan mampu bertahan lama, selain itu tekstur tahu Takwa lebih kenyal namun dalamnya tetap lembut. Produk ini dapat dikonsumsi secara langsung karena memang sudah matang, dapat juga diolah dengan cara di goreng maupun diolah dengan cara lainnya. Produk sampingan dari tahu ini adalah stik tahu, dimana ketika pemotongan terdapat sisa potong dari pinggiran tahu, lalu potongan ini diolah sehingga muncul produk stik tahu.
Kemasan pemasaran dari produk tahu Takwa ini juga unik. Tahu Takwa dikemas dalam "besek", yaitu wadah yang terbuat dari anyaman bambu. Sebagai produk kuliner ekonomi kreatif, tahu Takwa telah di tetapkan pemerintah kota Kediri sebagai makanan khas dan ikon kuliner Kota Kediri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI