Mohon tunggu...
Christopher Reinhart
Christopher Reinhart Mohon Tunggu... Sejarawan - Sejarawan

Christopher Reinhart adalah peneliti sejarah kolonial Asia Tenggara. Sejak 2022, ia merupakan konsultan riset di Nanyang Techological University (NTU), Singapura. Sebelumnya, ia pernah menjadi peneliti tamu di Koninklijke Bibliotheek, Belanda (2021); asisten peneliti di Universitas Cardiff, Inggris (2019-20); dan asisten peneliti Prof. Peter Carey dari Universitas Oxford (2020-22).

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Sebuah Pelajaran Penyampaian Kebijakan dari Hindia Belanda

16 Oktober 2020   22:41 Diperbarui: 24 Maret 2022   13:39 1396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gubernur Jenderal Baru Tjarda van Starkenborgh berbicara di depan Volksraad, 1936 | Koleksi KITLV

Petisi tersebut disampaikan kepada Volksraad (Dewan Rakyat) pada 15 Juli 1936 dan berisi tentang aspirasi rakyat Hindia untuk mengadakan perundingan dengan wakil Belanda agar dapat memperoleh status persemakmuran di bawah Ratu Belanda (Wilhelmina; bertakhta, 1890--1948). 

Dengan kata lain, menaikkan posisinya dari koloni Negeri Belanda menjadi negara yang seimbang dengan negeri induk, tetapi di bawah kerajaan (misalnya, Inggris dan Kanada hari ini yang sama-sama di bawah Ratu Elizabeth II [lahir 1926; bertakhta sejak 1952], tetapi memiliki perdana menteri masing-masing). 

Bila diperhatikan secara seksama, petisi tersebut diajukan pada masa pemerintahan De Jonge. Oleh sebab itu, dalam catatan (14 September 1938) yang dikirimkan Tjarda kepada Menteri Kolonial Charles Welter (menjabat, 1837-39 dan 1939-41), ia bersandar penuh pada nasihat-nasihat dari rekan-rekannya di dalam pemerintah dan administrasi Hindia Belanda, seperti W. G. Peekema, C. C. van Helsdingen, A. D. A. de Kat Angelino, dan lainnya. 

Hanya beberapa poin yang merupakan pemikirannya sendiri dan itu pun berkaitan dengan pengalaman internasionalnya sebagai diplomat. Simpulan dari suratnya memang kemudian menyatakan bahwa ada banyak suara dan alasan yang menghalangi harapan 'Petisi Soetardjo' dapat dikabulkan. 

Salah satunya berkaitan dengan masyarakat bumiputra yang dianggap belum mampu memahami esensi kebijakan dan peraturan pemerintah, serta sebuah pemerintahan mandiri. Alasan ini tidak mengherankan sebab anggapan bahwa masyarakat merupakan pihak yang 'belum dewasa' dan 'belum mengerti' adalah corak khas kolonialisme Belanda abad ke-20. 

Namun demikian, dalam kasus di atas, Tjarda sendiri menyarankan kedaulatan dalam bentuk lain. Petisi tadi menginginkan perubahan tatanan koloni (berdasarkan pasal 1 Undang-undang Dasar Belanda), sedangkan Tjarda ingin menengahinya dengan meningkatkan fungsi Volksraad (dengan mengubah pasal 91 dari Undang-undang Hindia Belanda).

Dalam pasal 91 Undang-undang Hindia Belanda, Volksraad tidak memiliki kuasa untuk mengatur urusan internasional dari negeri koloni tersebut. Dengan demikian, hal ini juga berarti Volksraad tidak memiliki kuasa dalam mengatur perdagangan internasional dan restriksi komoditas. 

Tjarda ingin mengubah hal ini dan memberikan kuasa lebih pada Volksraad tanpa mengubah pola hubungan Hindia Belanda dengan pemerintah negeri induk. 

Pada masa itu, konservatisme sedang menguat di parlemen Belanda dan saran-saran terhadap perubahan politik mendasar seperti apa yang dikehendaki oleh gerakan kebangsaan sangat susah untuk dinegosiasikan. 

Melalui surat-surat antara gubernur jenderal dan menteri jajahan, dapat diketahui bahwa sang gubernur jenderal dengan hati-hati selalu menolak saran represif dari negeri induk dan berusaha meningkatkan kedaulatan Hindia Belanda tanpa mengubah pola hubungannya dengan negeri induk. Namun, hal ini tersimpan jauh dari mata publik, yaitu dalam surat menyurat rahasia dan dokumen-dokumen yang terkunci rapat di dalam kantor pemerintah.

Sementara itu, persepsi bahwa pemerintah Hindia Belanda tetap mempertahankan sikap reaksioner dan sama sekali tidak mengabulkan permintaan golongan pergerakan kebangsaan menggaung di publik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun