Mohon tunggu...
Christopher Reinhart
Christopher Reinhart Mohon Tunggu... Sejarawan - Sejarawan

Christopher Reinhart adalah peneliti sejarah kolonial Asia Tenggara. Sejak 2022, ia merupakan konsultan riset di Nanyang Techological University (NTU), Singapura. Sebelumnya, ia pernah menjadi peneliti tamu di Koninklijke Bibliotheek, Belanda (2021); asisten peneliti di Universitas Cardiff, Inggris (2019-20); dan asisten peneliti Prof. Peter Carey dari Universitas Oxford (2020-22).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh dan Tindakan Terakhirnya (Suatu Penyampaian Naratif)

10 Mei 2019   03:10 Diperbarui: 10 Mei 2019   03:54 690
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di Kalijati, kemampuan diplomasi Tjarda yang mumpuni berguna untuk mengamankan kekuasaan sipil Hindia Belanda. Tjarda, atas kesalahan diplomatik Jenderal Imamura, meninggalkan ruang perundingan tanpa menelanjangi kekuasaan dirinya. Singkat kata, pihak yang menyerah pada Jepang hanyalah pihak angkatan perang dan bukan kekuatan sipil. 

Dengan tetap berpegang pada prinsip utama kepegawaiannya, Tjarda kemudian menyerukan bagi seluruh korps Binnenlandsch Bestuur atau pegawai kolonial Hindia Belanda untuk tetap menjalankan tugasnya sebelum ia sendiri pada akhirnya menjadi interniran Jepang.

Dengan dasar argumen bahwa pemerintah sipil Hindia Belanda tidak pernah menyerahkan kedaulatannya, Kerajaan Belanda kemudian merasa memiliki klaim terhadap kepulauan Indonesia bahkan setelah proklamasi kemerdekaan yang dipandangnya tidak sah. 

Oleh sebab itu, Republik Indonesia dan Kerajaan Belanda harus menyelesaikan sengketa ini dalam berbagai perundingan. Perundingan Linggadjati, Renville, Roem-Roijen, dan Konferensi Medja Boendar adalah ekses dari sikap diplomatik dan kepiawaian Tjarda dalam mengamankan kedaulatan sipil Hindia Belanda. 

Melihat kenyataan ini, kita dapat mempertimbangkan bahwa tindakan diplomatik Indonesia yang diinisiasikan oleh Sjahrir adalah suatu pilihan yang tepat menyoal posisi legal Indonesia yang terbentur oleh tindakan pengamanan kekuasaan sipil yang dilakukan oleh Tjarda. 

Bila Indonesia pada masa itu hanya bertahan pada kekuatan militer, apakah Indonesia tetap mendapat penghormatan sebagai negeri berdaulat atau hanya sebagai gerakan separatis dari kekuasaan Belanda? Apakah kekuatan diplomasi kita telah mengkhianati perjuangan militer seperti yang selama ini menjadi diskursus? Pertanyaan-pertanyaan semacam ini dapat dijawab dengan memperhatikan fakta sejarah masa akhir Hindia Belanda.

Daftar Sumber

Brugmans, I. J. 1960. Nederlandsch-Indie onder Japanse Bezetting, Gegevens en Documenten over de Jaren 1942-1945. Freneker: Penerbit Tidak Diketahui.

De Jong, L. 1984. Het Koninkrijk Der Nederlanden in de Tweede Wereldoorlog. s'Gravenhage: SDU Uitgeverij.

De Jong, L. 2002. The Collapse of a Colonial Society: The Dutch in Indonesia during the Second World War. Leiden: KITLV.

Kurasawa, Aiko. 2016. Masyarakat dan Perang Asia Timur Raya: Sejarah dengan Foto yang Tak Terceritakan. Jakarta: Komunitas Bambu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun