Mohon tunggu...
reinhart tito
reinhart tito Mohon Tunggu... -

Minerva flies higher. ‘Minerva terbang tinggi mengangkat tubuh SINTESA-nya dengan kedua belah kepak sayapnya; TESIS dan ANTITESIS. Menjadi Minerva berarti menjadi anak zaman, dan, berpikir dengan langgam Minerva melambungkan diri meninggalkan dunia SEBAB AKIBAT dibawahnya.’ Tito

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Logika Tuhan, Logika Matematika

19 November 2012   15:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:03 946
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Konsep tentang Tuhan identik dengan Konsep Matematika, keduanya bersifat METAFISIS.
Dikatakan demikian karena keduanya berada diluar PENGALAMAN dan ABSTRAK. Namun, sifat ABSTRAK dari keduanya justru menandaskan bahwa mereka sesunguhnya ADA, karena, suatu ABSTRAKSI sebenarnya adalah juga sebuah KONSEP tentang sesuatu, hanya saja, pada suatu WAKTU dan TEMPAT tertentu dia belum dipahami sebagai sesuatu yang KONKRIT.

Objek METAFISIS, dikarenakan ia berada diluar PENGALAMAN, mau tidak mau, sesuai hukumnya, dia harus dipahami dengan menggunakan media LOGIKA MURNI (Concept of Sensibility) dengan tujuan, agar supaya sifat ABSTRAK yang dimilikinya tersebut dapat diwujudkan menjadi PENGALAMAN EMPIRIS yang KONKRIT. Sebagaimana yang telah menjadi kesepakatan umum, para cendekiawan mengakui bahwa SUMBER dari PENGETAHUAN itu diperoleh dari 2 (dua) asal, yaitu PENGALAMAN (A posteriori) dan KONSEP (A priori). Sesuatu yang KONKRIT, dikarenakan dia dapat dialami pada PENGALAMAN, maka, PENGETAHUAN tentang hal yang KONKRIT selalu berasal dari PENGALAMAN pula, sedangkan hal yang ABSTRAK-METAFISIS, dengan sendirinya hanya dapat dipahami menggunakan satu-satunya media lain yang tersisa, yaitu KONSEP LOGIKA.

Untuk mengetahui nama bandara Frans Kaisepo yang berada dipulau Biak, seseorang, paling tidak harus MENGHAFALKAN nama bandara itu pada PENGALAMANNYA. Nama bandara itu tidak ada secara KONSEPTUAL didalam pikirannya selain ia harus MENGHAFALKANNYA didalam suatu kesempatan pengalaman hidupnya. Contoh yang dipaparkan barusan adalah merupakan bagian dari Pengetahuan A posteriori, suatu Pengetahuan yang diperoleh melalui proses PENGALAMAN.

Sebaliknya, Konsep tentang Tuhan sebagaimana halnya Konsep Matematika keduanya tidak diperoleh melalui PENGALAMAN, selain hanya merupakan INTUISI yang memang telah dimiliki oleh PIKIRAN sejak semula. Ketika masih berusia 5 (lima) tahun setiap pagi Tito gemar mengamati ayam dipekarangan rumahnya. Dia tahu ada ayam berwarna putih dan merah milik ibunya. Bila yang dilihatnya hanya 1 (satu) ekor ayam berwarna putih, biasanya Tito akan 'celingak-celinguk' untuk mencari tahu dimana ayam yang satunya lagi yang berwarna merah berada. Kendatipun Tito belum bersekolah ternyata dia paham bahwa keberadaan 1 (satu) UNIT berbeda dengan 2 (dua) PLURAL. Dengan pengertian tentang JUMLAH UNIT dan PLURAL ini tak pelak lagi Tito juga paham bahwa TOTALITAS dari UNIT sebenarnya lebih SEDIKIT dari PLURAL dan TOTALITAS dari PLURAL adalah lebih BANYAK dari UNIT. Kita juga sering mendapati anak anak yang menangis atau tertawa bila kepada mereka diberikan permen yang LEBIH SEDIKIT atau LEBIH BANYAK, dimana hal ini membuktikan bahwa kendatipun belum bersekolah anak anak telah memiliki KONSEP tentang JUMLAH, BANYAK, SEDIKIT, yang sekaligus membuktikan bahwa anak anak secara A priori sebenarnya telah memiliki KONSEP MATEMATIKA.

Demikian pula halnya dengan Konsep TUHAN.
Tuhan dapat dipahami oleh Pikiran hanya karena Pikiran sebenarnya telah memiliki Konsep tentangNya. Sesuatu yang agung, mulia, baik sebagai SUBSTANSI dan bukannya KAUSALITAS sebenarnya telah dimiliki oleh Pikiran secara KONSEPTUAL. Tuhan tidak dapat DIALAMI, karena sebagai sesuatu yang ABSTRAK- METAFISIS Dia tak TERJEBAK didalam WAKTU dan TEMPAT secara EKSTERNAL. Sebagaimana umumnya sifat dari objek yang KONSEPTUAL, walaupun ia INTUITIF sebenarnya dia dapat DIBUKTIKAN UNTUK MENJADI EMPIRIS APABILA IA DAPAT DIUJI VALIDITASNYA. Proses PENGUJIAN VALIDITAS DARI OBJEK METAFISIS inilah yang justru akan MEMBUKTIKAN bahwa KONSEP itu BENAR. Sampai disini, untuk memahami penjelasan ini, kita dapat kembali kepada KONSEP MATEMATIKA tadi. Konsep Matematika yang METAFISIS hanya dapat dipahami dengan menggunakan media LOGIKA. Konsep Pikiran tentang Operasi PENAMBAHAN, PENGURANGAN, PERKALIAN dan PEMBAGIAN hanya dapat dimengerti apabila Konsep itu DIDEMONSTRASIKAN didalam PENGALAMAN, agar supaya Konsep itu juga memperoleh VALIDITASNYA. Logika tentang operasi Matematika bukanlah suatu ilmu hafalan, sebaliknya dia adalah murni proses LOGIKA, dan LOGIKA adalah bakat bawaan yang A priori Manusiawi. Demonstrasi dibutuhkan agar KONSEP ITU SELARAS, DAN KESELARASAN ITU HANYA DAPAT DIPEROLEH APABILA KEBENARANNYA BERSIFAT UNIVERSAL. Sifat UNIVERSAL ini penting, karena, dengan itu dia MEMBUKTIKAN bahwa KONSEP A PRIORI YANG MERUPAKAN BAKAT BAWAAN MANUSIA BERLAKU SAMA BAGI SETIAP ORANG. UNIVERSALITAS ITU MENGUATKAN ARGUMENTASI BAHWA SESUATU YANG A PRIORI BERSIFAT ALAMIAH.

Konsep TUHAN dan Konsep MATEMATIKA akan menjadi PENGETAHUAN apabila ia dapat DIBUKTIKAN DIDALAM PENGALAMAN SEBAGAI SESUATU YANG BERSIFAT UNIVERSAL, KARENA, SUMBERNYA ADALAH KONSEP YANG BERSIFAT UNIVERSAL PULA. Konsep tentang yang MULIA harus dapat DIDEMONSTRASIKAN sebagai yang MULIA didalam PENGALAMAN agar supaya KONSEP DAN PENGALAMAN ITU SELARAS. Konsep Matematika tentang operasi PENAMBAHAN 6 + 4 = 10 harus dapat DIDEMONSTRASIKAN agar Konsep itu VALID karena TERBUKTI BENAR. Bila PEMBUKTIANNYA menghasilkan PENJUMLAHAN 100 (seratus) misalnya, maka, PEMBUKTIANNYA TIDAK SESUAI KONSEP.

Dengan penjelasan ini, yang menjadi pertanyaan terbesar kita kemudian adalah, apabila Konsep Matematika itu dapat DIBUKTIKAN dengan lahirnya Ilmu konkrit seperti ALJABAR, ARITMATIKA, GEOMETRI dan sebagainya, lalu, bagaimanakah caranya MENGKONKRITKAN Konsep tentang TUHAN? Apakah AGAMA adalah salah satu cabang ilmu yang berupaya membuat TUHAN menjadi KONKRIT?

Salam,
Tito

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun