Mohon tunggu...
Regita Cahyani Putri Arfan
Regita Cahyani Putri Arfan Mohon Tunggu... Mahasiswa

INFJ

Selanjutnya

Tutup

Games

Top Up, Habis, Repeat: Bagaimana Game Membentuk Budaya Konsumsi Generasi Digital

10 Oktober 2025   14:26 Diperbarui: 10 Oktober 2025   15:11 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Zendle, Meyer, dan Over (2022), perilaku top up dalam game menunjukkan kemiripan dengan mekanisme perilaku perjudian, karena keduanya menimbulkan dorongan psikologis berupa rasa penasaran dan kepuasan instan yang membuat pemain sulit mengontrol pengeluaran. Fenomena ini memperlihatkan adanya potensi kecanduan konsumsi digital di balik citra hiburan yang tampak menyenangkan.


Penutup

Fenomena top up game menunjukkan bagaimana budaya populer berperan penting dalam membentuk cara kita memahami diri dan dunia. Melalui teknologi, waktu dan ruang menjadi lebih rapat, dan melalui media, realitas menjadi semakin kabur. Iklan menciptakan dunia baru di mana citra lebih berkuasa daripada substansi, pemain akan lebih dianggap keren ketika memiliki item langka dan avatar yang mahal. Dalam dunia ini, pemain tidak hanya bermain game, tetapi juga ikut dalam permainan konsumsi. Mereka membeli bukan karena kebutuhan, tetapi karena keinginan untuk diakui, untuk terlihat, dan untuk menjadi bagian dari komunitas simbolik yang dibangun di atas citra. 

Namun, kesadaran kritis masih mungkin muncul. Ketika kita memahami bahwa dunia digital hanyalah salah satu bentuk realitas, kita dapat memilih untuk tidak sepenuhnya tunduk pada logika konsumtif yang menipu. Bermain bisa kembali menjadi kegiatan yang murni untuk bersenang-senang, bukan untuk mengejar status semu. Ketika kita menyadari bahwa top up berlebihan di game hanya lah kegiatan "buy for nothing", mungkin di situlah makna sejati dari "bermain" bisa kita temukan kembali.

Referensi


Featherstone, M. (1987). Consumer Culture, Symbolic Power and Universalism. In G. Stauth & S. Zubaida (Eds.), Mass Culture, Popular Culture, and Social Life in the Middle East. Routledge.

Purba, R., & Raharja, S. J. (2022). A Study of Flow and Its Factors Towards Compulsive Buying Based on Player Behavior of Mobile Legends In-Game Items. Dinasti International Journal of Management Science, 3(3), 437--451.

Warf, B. (2011). Teaching Time--Space Compression. Journal of Geography in Higher Education, 35(2), 143--161.

Wolny, R. W. (2017). Hyperreality and Simulacrum: Jean Baudrillard and European Postmodernism. European Journal of Interdisciplinary Studies, 3(3), 75--77.

Zendle, D., Meyer, R., & Over, H. (2022). Loot box spending is associated with problem gambling but not mental wellbeing. Royal Society Open Science, 9(3), 220111.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Games Selengkapnya
Lihat Games Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun