IDENTITAS BUKU
Judul : Bedebah di Ujung Tanduk
Penulis : Tere Liye
Bahasa: Indonesia
Penerbit : Sabak Grip Nusantara
Tahun Terbit : 2021
Tebal : 415 Halaman ; 20 cm
ISBN: 9786239726218
Genre : Aksi, Thriller, Fiksi Kontenporer
"Bedebah di Ujung Tanduk" merupakan Salah satu novel karya Tere liye, didalam novel ini terdapat tokoh utama bernama Thomas, yang merupakan seorang konsultan hukum dan keuangan elite yang menjadi incaran pihak yang mempunyai kekuasaan besar di balik krisis ekonomi nasional. Ia bukan seorang pahlawan yang suci dan penuh idealisme, ia adalah seorang "Bedebah" yang memilih untuk melawan bedebah lain degan caranya sendiri. Ia  cerdas, taktis, dan memahami permainan di medan lawan, ia memilih melawan kebusukan sistem dengan cara liciknya. Namun di balik segala kelicikannya, ia tetap mempunyai hati nurani.
Meskipun ini hanyalah kisah fiksi saya merasa seolah-olah sedang membaca cerminan realitas yang seringkali kita lihat di berita, ironi sosial yang begitu nyata, akan tetapi terasa mustahil untuk di lawan. Penulis berhasil menggambarkan sistem sosial dan hukum yang sudah rusak. Di mana hukum bisa di beli, media bisa di manipulasi, dan orang yang baik/ tidak bersalah bisa saja di penjara tanpa alasan yang benar.
Novel ini tidak hanya mengisahkan hiburan dan ketegangan semata, tetapi juga membuka mata pembaca terhadap berbagai realitas sosial politik di Indonesia. Dalam novel "bedebah di ujung tanduk" terdapat beberapa kritik sosial yang diangkat:
1. Korupsi dan kolusi di balik kekuasaan
Penulis menggambarkan kekuasaan sebagai ladang permainan kotor yang di penuhi kolusi dan suap. Tokoh- tokoh elit dalam dunia politik, hukum, dan keuangan saling bersekongkol demi keuntungan pribadi, sementara rakyat kecillah yang menjadi korban. Dalam cerita ini Thomas terjebak dalam konspirasi besar yang memperlihatkan bahwa keadilan sering kali hanya berlaku untuk mereka yang punya kuasa dan uang.
2. ketimpangan sosial dan kemunafikan elite
Novel ini menyoroti bagaimana para elite sosial membungkus kemewahan dan kepentingan pribadinya dengan citra moralitas dan keadilan. Di depan publik mereka bersorak akan etika, namun di belakang layar jurstru merekalah yang menjadi pelaku utama atas ketidak adilan. Novel ini merupakan sindiran tajam bagi pejabat dan pengusaha yang mempermainkan sistem demi keuntungan pribadinya.
3. Manipulasi media dan opini publik
Di dalam cerita ini media digambarkan sebagai alat penguasa yang digunakan untuk menggiring opini publik untuk menutupi suatu kebenaran. Informasi bisa sangat mudah di putar balikan untuk menciptakan narasi sesuai keinginan kaum elite. Ini sangat relevan dengan kondisi saat ini, d imana media kerap menjadi corong kekuasaan alih-alih suara rakyat.
4. Hukum sebagai alat kekuasaan
Salah satu kritik paling menohok dalam novel ini adalah bagaimana sistem hukum tidak lagi berfungsi untuk menegakkan keadilan dan pelindung rakyat, melainkan sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan.polisi, jaksa, hingga hakim bisa di beli atau di tekan. Keadilan menjadi barang mewah yang sangat sulit di jangkau oleh mereka yang tidak memiliki koneksi atau kekuatan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI