Mohon tunggu...
Alfiano Rokan Ardira
Alfiano Rokan Ardira Mohon Tunggu... mahasiswa

Alfiano adalah seorang penggiat olahraga yang aktif mempromosikan gaya hidup sehat dan pentingnya keseimbangan antara fisik dan mental, khususnya di kalangan pelajar dan generasi muda. Ia percaya bahwa olahraga bukan hanya soal prestasi, tetapi juga media yang ampuh untuk membangun karakter, disiplin, dan ketahanan mental.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Membangun Sinergi Guru Mapel Dan Guru Bk untuk Kesehatan Mental Siswa

24 Juni 2025   12:18 Diperbarui: 24 Juni 2025   12:18 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Alfiano dan Muslikah
Abstrak

Kesehatan mental siswa memainkan peran fundamental dalam keberhasilan pembelajaran dan perkembangan karakter peserta didik. Sayangnya, pendekatan sekolah terhadap isu ini masih sering bersifat terpisah dan reaktif. Padahal, guru mata pelajaran (mapel) dan guru Bimbingan Konseling (BK) memiliki peran yang saling melengkapi dalam mengidentifikasi, memahami, dan merespons kondisi psikologis siswa. Artikel ini mengulas pentingnya kolaborasi strategis antara guru mapel dan guru BK dalam rangka membangun sistem pendukung kesehatan mental yang kuat di lingkungan sekolah, serta mengusulkan langkah-langkah praktis yang dapat diterapkan secara kolektif.

Pendahuluan

Tekanan hidup modern telah merambah ke ruang-ruang kelas. Di balik lembar soal dan tugas harian, tidak sedikit siswa yang sedang berjuang secara emosional --- entah karena tekanan akademik, konflik keluarga, kesepian, atau bahkan perundungan digital. Data dari berbagai studi menunjukkan peningkatan kasus gangguan kecemasan, stres kronis, dan depresi pada pelajar usia sekolah, bahkan sejak usia SD dan SMP.

Situasi ini menantang peran guru dalam konteks yang lebih luas. Guru tidak lagi hanya bertugas sebagai pengajar, tetapi juga sebagai pengamat sosial dan pendamping psikologis. Di sinilah kolaborasi antara guru mata pelajaran dan guru BK menjadi relevan dan mendesak. Guru mapel adalah penghubung awal terhadap keseharian siswa, sedangkan guru BK adalah mitra profesional dalam proses penanganan.

Mengapa Kolaborasi Ini Penting?

Masing-masing guru memegang potongan puzzle dari gambaran utuh kehidupan siswa. Ketika potongan-potongan itu disatukan, kita memperoleh pemahaman yang lebih utuh, dan dari situlah intervensi yang tepat bisa dirancang.
*Guru Mapel: Memiliki kontak rutin dengan siswa dan mampu mengenali perubahan perilaku kecil, misalnya siswa yang mendadak menjadi pendiam, tidak mengumpulkan tugas, atau kehilangan minat belajar. Namun, mereka belum tentu memiliki latar belakang untuk menindaklanjuti sinyal-sinyal ini secara psikologis.
*Guru BK: Terlatih dalam menangani dinamika psikososial, tetapi tidak selalu memiliki akses real-time terhadap dinamika keseharian siswa di kelas. Tanpa informasi dari guru mapel, proses identifikasi seringkali terlambat atau tidak akurat.

Kolaborasi keduanya memungkinkan proses deteksi dini, rujukan yang cepat, serta pendampingan yang lebih personal dan berkelanjutan.

Bentuk-Bentuk Kolaborasi Ideal

1. Sistem Deteksi Dini Berbasis Observasi Guru Mapel

Guru mapel bisa dibekali formulir pengamatan singkat yang dapat digunakan untuk mencatat perubahan perilaku siswa. Formulir ini kemudian dapat menjadi dasar komunikasi awal dengan guru BK.

2. Forum Diskusi Kasus

Sekolah dapat menyelenggarakan pertemuan triwulan atau bulanan antar guru untuk membahas kasus-kasus siswa yang memerlukan perhatian khusus. Diskusi ini melibatkan guru BK, wali kelas, dan beberapa guru mapel yang relevan.

3. Protokol Rujukan yang Cepat dan Efektif

Banyak sekolah tidak memiliki SOP yang jelas untuk rujukan siswa dari guru mapel ke guru BK. Padahal, rujukan yang sistematis dan berbasis data dapat mempercepat proses penanganan dan menghindari miskomunikasi.

4. Pendekatan Pembelajaran yang Empatik

Guru mapel bisa menyisipkan prinsip-prinsip sosial-emosional dalam pembelajaran, seperti memberi ruang diskusi, tidak hanya berorientasi nilai, dan membangun kepercayaan dengan siswa.

5. Program Sekolah Peduli Kesehatan Mental

Kegiatan tematik seperti Pekan Kesadaran Mental, seminar ringan, atau mindfulness class bisa menjadi ruang kolaboratif di mana guru mapel dan guru BK bekerja sama merancang dan melibatkan siswa secara aktif.

Contoh Praktik Baik: Kolaborasi Nyata di Sekolah

Di sebuah SMP negeri di Jawa Timur, program Mentoring Tematik digagas oleh guru BK bekerja sama dengan guru mapel. Setiap bulan, guru mapel menyiapkan waktu 15 menit di awal pelajaran untuk menyampaikan materi ringan terkait isu-isu psikologis, seperti manajemen stres atau cara mengatasi overthinking. Materi disiapkan oleh guru BK dalam bentuk kit sederhana.

Guru mapel bertindak sebagai fasilitator, bukan konselor. Sementara itu, siswa yang menunjukkan ketertarikan atau kebutuhan tambahan diarahkan untuk berkonsultasi lebih lanjut dengan guru BK. Hasilnya, banyak siswa yang awalnya diam dan tertutup mulai berani membuka diri.

Tantangan dalam Implementasi

Kolaborasi bukan tanpa hambatan. Beberapa tantangan yang kerap muncul antara lain:
*Waktu dan Beban Kerja: Guru mapel sudah memiliki beban akademik tinggi, dan guru BK menangani terlalu banyak siswa.
*Kurangnya Pemahaman Guru Mapel tentang Psikologi Anak.
*Stigma terhadap Masalah Mental: Baik dari guru maupun siswa sendiri.
*Kebijakan Sekolah yang Belum Mendukung Sistem Terintegrasi.

Untuk itu, pihak sekolah perlu menyediakan waktu khusus untuk koordinasi, pelatihan lintas profesi, serta kebijakan yang mendorong kolaborasi tanpa membebani.

Rekomendasi Kebijakan Sekolah
1.Membentuk Tim Kesejahteraan Siswa yang beranggotakan guru BK, guru mapel, dan manajemen sekolah.
2.Menjadikan Kesehatan Mental sebagai Agenda Resmi Sekolah, bukan sekadar kegiatan tambahan.
3.Mengintegrasikan Pendidikan Karakter dan Sosial-Emosional ke dalam silabus mata pelajaran.
4.Mengadakan Pelatihan Literasi Mental bagi Semua Guru secara berkala.
5.Membangun Sistem Pendokumentasian Kasus Siswa yang bersifat aman, rahasia, dan bisa diakses oleh pihak terkait.

Penutup

Kesehatan mental siswa bukan tanggung jawab satu profesi, melainkan tanggung jawab bersama seluruh ekosistem sekolah. Guru mapel dan guru BK memiliki kekuatan masing-masing yang, jika disinergikan, akan menciptakan sistem pendukung yang tangguh dan berkelanjutan.

Sudah saatnya kita berhenti bekerja dalam sekat peran, dan mulai bekerja dalam semangat kolaborasi. Karena di balik setiap nilai ujian, ada hati yang perlu dimengerti. Di balik setiap tugas yang tak dikerjakan, ada mungkin cerita yang belum terungkap. Dan di balik setiap anak yang diam, bisa jadi ia sedang berteriak --- hanya saja belum terdengar.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun