Maka dimulailah gerakan kecil itu. Setiap hari, mereka menyisihkan sebagian uang jajan. Ada yang tidak membeli permen, ada yang menahan diri untuk tidak ikut main kelereng berbayar. Semua dilakukan demi satu tujuan: membuat Pak Hasyim bisa mengajar tanpa harus berlumur debu kapur lagi.
Beberapa minggu kemudian, uang yang terkumpul cukup banyak. Mereka menyerahkannya kepada wali kelas, lalu bersama-sama membelikan papan tulis putih sederhana dan beberapa spidol warna-warni.
Hari Senin pagi, ketika Pak Hasyim masuk kelas, ia tertegun. Di depan sudah berdiri papan tulis putih baru, dengan spidol yang tertata rapi di meja. Murid-murid bersorak kecil. Dina maju ke depan, mewakili teman-temannya.
"Pak, ini hadiah dari kami semua. Kami ingin Bapak lebih nyaman mengajar, tanpa harus batuk-batuk lagi."
Pak Hasyim terdiam. Matanya berkaca-kaca. Tangannya bergetar saat menyentuh papan tulis baru itu. Dalam sekejap, seluruh kenangan tiga puluh tahun pengabdiannya berkelebat di kepalanya: ribuan coretan kapur, debu yang menempel di baju, dan wajah-wajah murid yang silih berganti.
"Anak-anak... terima kasih. Kalian benar-benar membuat Bapak merasa perjuangan ini tidak sia-sia," ucapnya dengan suara serak.
Hari itu, untuk pertama kalinya, suara kapur "kriet... kriet..." digantikan oleh suara spidol yang lebih lembut. Dan untuk pertama kalinya pula, batuk Pak Hasyim tak lagi terdengar memenuhi kelas.
Pagi itu menjadi awal baru, bukan hanya bagi Pak Hasyim, tapi juga bagi murid-muridnya yang belajar tentang arti penghargaan, kepedulian, dan balas budi. Mereka memahami bahwa guru bukan sekadar pengajar, melainkan pelita yang harus dijaga nyalanya.
Lorong sekolah yang dulu penuh debu kini terasa lebih bersih. Namun, kenangan tentang kapur yang terhapus akan selalu hidup di hati mereka, sebagai tanda cinta kepada seorang guru yang setia mengabdikan diri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI