Mohon tunggu...
Re Ayudya
Re Ayudya Mohon Tunggu... Lainnya - Psikoedukator_Konselor

Enthusiast to Psychology and Education

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Problematika School From Home (SFH) dan Alternatif Solusinya

17 Juli 2020   20:04 Diperbarui: 17 Juli 2020   20:19 1100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Di tengah situasi pandemi covid-19 saat ini, ada banyak tantangan yang dihadapi, tak terkecuali di dunia pendidikan. School from home (SFH) merupakan salah satu kebijakan yang dikeluarkan sebagai bentuk penyesuaian dunia pendidikan dalam rangka menghadapi tanggap darurat covid-19. 

Pembelajaran yang sebelumnya dilaksanakan di sekolah, selama pandemik ini dihimbau untuk  diselenggarakan di rumah. Bahkan di tahun ajaran baru yang dimulai tanggal 13 Juli lalu pun, pemerintah menghimbau agar anak-anak tetap bersekolah dari rumah. 

Manajemen sekolah, guru, orang tua bahkan siswa menanggapi kebijakan ini dengan beragam respon. Ada yang cukup merasa siap dan bersedia menyesuaikan diri, namun tidak sedikit juga yang merasa tidak siap dan mulai kembali mengeluh.

Khususnya dalam dunia pendidikan sebenarnya era yang disebut new normal ini, dapat dikatakan justru back to normal, di mana tanggung jawab pendidikan dikembalikan kepada orang tua di rumah. Orang tualah yang paling utama bertanggung jawab memberikan pendidikan bagi anak. 

Paradigma yang terbentuk selama ini cenderung menganggap bahwa pendidikan itu hanya berlangsung di sekolah dan diserahkan sepenuhnya kepada sekolah, maka tidak heran banyak orang tua yang gagap dan tidak siap menghadapi sistem pembelajaran school from home (SFH) ini.

Sebagian orang tua mengeluhkan anak-anak yang mulai jenuh dan bosan di rumah, sehingga dirasa semakin menambah beban orang tua karena harus memikirkan bagaimana cara mengatasinya. Belum lagi keluhan mengenai sistem pembelajaran di rumah yang menghadapi berbagai kendala. 

Beberapa orang tua mengeluhkan mengenai minimnya fasilitas sekolah yang mendukung proses pembelajaran dari rumah. Anak hanya diberikan tugas melalui aplikasi whatsapp, sedangkan pemaparan materi hanya didapat dari modul atau LKS yang dibagikan sekolah, atau terkadang materi dibagikan melalui video Youtube atau whatsapp tanpa ada interaksi dengan anak. 

Anak semakin merasa bosan dengan menumpuknya tugas-tugas yang diberikan, dan orang tua merasa anak tidak mendapatkan pelayanan pendidikan secara maksimal.

Ketidaksiapan orang tua dalam menghadapi perubahan proses pembelajaran online di rumah menjadi salah satu pemicu tingkat stres yang dialami. Ketidaksiapan itu membuat beberapa orang tua mengalami kebingungan dan merasa cemas. 

Orang tua yang penuh kecemasan dan merasa bingung dalam menghadapi perubahan proses pembelajaran ini cenderung membuat anak juga menjadi ikut merasa cemas dan bingung.

Orang tua yang tidak siap membuat anak menjadi tidak siap, maka penting bagi orang tua untuk dapat menyiapkan diri terlebih dulu dengan belajar mengelola pikiran, membuka diri, dan belajar menyesuaikan diri terhadap kondisi yang memang tidak ideal ini. 

Orang tua juga perlu sedikit menyesuaikan ekspektasinya, agar dapat lebih rileks dalam menjalani aktivitas keseharian termasuk ketika mendampingi anak yang belajar dari rumah di masa pandemik ini. 

Hindari juga kecenderungan  menuntut anak dan pasangan terlalu berlebihan. Orang tua perlu mengatasi stres dan mengelola emosinya secara mandiri dengan melakukan latihan perawatan mental setiap harinya. 

Misalnya dengan melakukan relaksasi secara rutin, menulis jurnal harian mengenai pikiran dan perasaan yang dirasakan, melakukan self talk, menjalankan hobi, tetap terhubung secara sosial melalui pertemuan online atau jika dirasa perlu, orang tua dapat mencari pertolongan tenaga profesional kesehatan mental.

Pengaturan waktu menjadi salah satu tantangan lain yang dihadapi orang tua, apalagi ketika mereka masih harus tetap bekerja. Struktur waktu yang sedikit berubah dan harus disesuaikan  dengan kondisi pandemik ini menuntut orang tua untuk menyesuaikan diri juga. Orang tua merasa perlu membagi waktunya dalam  mendampingi anak belajar, mengurus rumah dan melakukan pekerjaan. 

Diperlukan ketenangan agar orang tua dapat mencari jalan keluar yang tepat, misalnya dengan mengatur jadwal harian yang disepakati bersama seluruh anggota rumah, berbagi tugas rumah tangga dan menempelkan jadwal di tempat yang dapat dilihat oleh seluruh anggota rumah. 

Perlu diingat, bahwa suami dan istri adalah satu tim, maka libatkan pasangan dalam pengasuhan anak. Bangun ruang diskusi yang nyaman secara emosi dengan pasangan dan anak, serta berikan afirmasi pada mereka karena bersedia bekerjasama.

Hal lainnya mengenai hambatan pembelajaran secara online akibat koneksi, dan sinyal yang tidak lancar serta borosnya quota yang diperlukan. Tidak dapat dipungkiri faktor ekonomi juga menjadi salah satu pencetus stres pada orang tua. 

Proses pembelajaran online ini membutuhkan fasilitas berupa perangkat digital dan biaya untuk quota setiap harinya, apalagi jika memiliki anak lebih dari satu orang, dan mereka semua perlu belajar online menggunakan aplikasi tertentu hingga lebih dari satu jam. 

Tentu hal tersebut mengeluarkan biaya yang juga tidak sedikit, sehingga orang tua dan anak merasa lelah baik secara fisik maupun psikis. Jika diperlukan, ada baiknya orang tua dapat menghubungi pihak sekolah dan mendiskusikan jalan keluarnya berkaitan dengan kesulitan tersebut.

Permasalahan yang dihadapi selama anak school from home (SFH) ini tidak selalu berkaitan dengan proses pembelajaran. Beberapa kasus yang ditemui di lapangan, menemukan bahwa hubungan dengan orang tua yang tidak sehat juga menjadi pemicu anak menjadi stres selama di rumah. 

Orang tua yang tidak efektif cenderung memiliki hubungan yang tidak sehat dengan anak. Terkadang yang membuat anak merasa jenuh, bosan, dan tidak tahan berlama-lama di rumah, karena tidak ada hubungan emosional yang nyaman dengan orang tuanya. 

Beberapa anak terpaksa harus mendengarkan pertengkaran orang tuanya setiap hari, bahkan beberapa anak harus mengalami kekerasan dari orang tuanya baik secara fisik maupun verbal. 

Di sisi lain, orang tua yang terlalu sibuk mencari uang untuk memfasilitasi kebutuhan keluarga membuat anak lebih banyak sendiri di rumah, sehingga anak didera perasaan kesepian dan merasa helpless juga hopeless.

Sejatinya, rumah tidak hanya membuat anak nyaman dan aman secara fisik, tetapi seharusnya juga aman dan nyaman secara emosional. Anak dapat mengekspresikan emosinya dengan leluasa dan menjadi dirinya apa adanya yang diterima oleh orang tua. Ketika kepribadian orang tua secara individu belum matang, maka orang tua menjadi tidak terampil dalam berhubungan dengan pasangan. 

Hubungan suami istri yang ringkih tersebut, cenderung membuat keduanya menjadi orang tua yang tidak stabil. Orang tua perlu belajar untuk menyelesaikan konflik internalnya terlebih dulu, agar dapat mendampingi anak secara sehat dan efektif.

Materi pelajaran yang diberikan dengan setumpuk tugas juga membuat anak merasa terbebani, apalagi ketika di rumah tidak terdampingi oleh orang tua. Keluhan-keluhan tersebut dapat dipahami, karena memang ada tuntutan untuk mengikuti perubahan. Masa transisi dalam sebuah perubahan dapat mendatangkan satu krisis apabila tidak ditangani dengan tepat. 

Penyelenggaran school from home ini (SFH) sebenarnya tidak sepenuhnya dibebankan hanya kepada orang tua saja. Orang tua tetap dapat berkoordinasi dengan guru dan pihak sekolah, baik sekolah formal maupun non formal untuk memberikan pendidikan yang layak bagi anak selama masa pandemik covid-19 ini.

Sebaiknya pihak sekolah tidak hanya memikirkan tentang kemasan materi, metode dan media pembelajaran yang digunakan saja, tetapi juga dapat turut memantau kondisi psikologis anak selama  bersekolah dari rumah. Misalnya dengan menyediakan tenaga konselor sekolah secara khusus yang dapat dihubungi di waktu tertentu oleh anak, sehingga ketika anak tidak memiliki teman untuk bercerita dan berkeluh kesah, anak dapat menghubungi konselor sekolah secara leluasa. 

Ada baiknya juga pihak sekolah secara aktif berkoordinasi dengan orang tua agar anak tetap mendapatkan pendampingan dan tidak menghadapi kesulitan belajar seorang diri. Sekolah juga dapat menyediakan tenaga guru yang dapat melakukan visit ke rumah siswa jika diperlukan, tentu dengan memperhatikan protokol kesehatan dan keamanan bagi anak.

Selain orang tua dan anak, tidak sedikit pula guru yang turut merasa stres menghadapi sistem pembelajaran baru ini, terutama bagi mereka yang cukup senior dan tidak familiar dengan dunia digital. Guru merasa kewalahan memikirkan bagaimana harus mengemas pembelajaran yang menarik secara digital, yang tidak kalah dengan konten-konten media sosial yang bisa jadi lebih menarik bagi anak-anak.

Tidak dapat dipungkiri sejumlah guru pun dilanda perasaan putus asa dan terbeban menghadapi perubahan proses pembelajaran ini. Guru-guru dengan kepribadian tertentu merasa tidak nyaman ketika harus berakting di depan kamera untuk membuat video pembelajaran, atau merasa tidak terbiasa ketika harus berhadapan dengan siswa melalui kamera digital dalam pertemuan kelas online. 

Beberapa guru juga merasa stres karena harus belajar banyak menggunakan perangkat teknologi, beragam platform bahkan media sosial. Beberapa guru sampai harus belajar secara khusus untuk bisa menggunakan aplikasi Google meet, Microsoft Teams, Zoom, Weebex dan sebagainya. 

Guru dituntut harus mengemas materi secara kreatif, menggunakan metode dan media pembelajaran yang menarik, belum lagi kebijakan sekolah mengenai jumlah jam pelajaran yang dibebankan pada guru, maka tidak heran jika banyak guru yang merasa kelelahan dan kewalahan hingga stres. 

Kita perlu menyadari bahwa bukan hanya orang tua dan anak yang mengalami tantangan di tengah masa pandemik ini, posisi guru pun tentu tidak mudah. Manajemen sekolah dan orang tua sebaiknya dapat menerima dan memahami kondisi tersebut juga, serta menjalin kerjasama yang efektif. Membudayakan untuk saling memanusiakan dan saling menghargai keterbatasan masing-masing.

Pihak manajemen sekolah juga dapat memberikan training singkat bagi para guru dalam hal penggunaan teknologi, dan menyeleksi guru dengan memperhatikan tipe kepribadian dan potensi yang dimiliki oleh para guru dalam proses pembuatan media pembelajaran,. Misalnya, guru yang memiliki kepribadian terbuka dapat diminta untuk lebih banyak tampil di video, sedangkan guru yang agak tertutup dapat lebih banyak dilibatkan di belakang layar. 

Ciptakan  iklim organisasi sekolah yang kondusif dan bangun kerjasama antar rekan kerja secara sehat, sehingga setiap warga sekolah dapat bergotong royong bersama-sama menghadapi perubahan pembelajaran di era new normal ini.

Satu-satunya cara agar tetap dapat bertahan di tengah pandemik ini adalah berusaha beradaptasi. Orang tua, anak, dan pihak sekolah bekerjasama untuk dapat saling menyesuaikan diri. Salah satunya dengan memperhatikan struktur-struktur yang ada di sekolah agar dapat disesuaikan selama anak belajar di rumah. Ada tiga struktur yang perlu diperhatikan yaitu struktur waktu, tempat dan materi.

Struktur Waktu 

Pengaturan waktu sebaiknya tetap diterapkan selama anak belajar dari rumah sebagaimana ketika anak masih berangkat ke sekolah sebelum pandemik. Orang tua dan guru bekerjasama mengatur jadwal pembelajaran secara online, sehingga anak tahu kapan waktunya dia siap di depan laptop atau perangkat digitalnya untuk mulai mengikuti proses pembelajaran  tersebut. Tentukan juga pukul berapa anak perlu beristirahat dan menyelesaikan proses pembelajaran online setiap harinya.

Orang tua dan anak perlu membuat kesepakatan mengenai aturan dan jadwal aktivitas selama di rumah. Di hari-hari sekolah, sebaiknya anak dihimbau untuk tetap bangun pagi seperti biasa kemudian mandi, sarapan dan bersiap untuk melakukan aktivitas sekolah dari rumah. Jelaskan hal ini pada anak dengan seksama melalui komunikasi yang jelas. 

Di awal masa penyesuaian mungkin anak akan protes dan menghadapi kesulitan beradaptasi terhadap struktur waktu tersebut, tetapi jika orang tua tidak menyerah dan tetap konsisten, maka secara tidak langsung anak sedang belajar untuk memiliki kemampuan fleksibilitas yang tinggi terhadap segala situasi. Aturan rumah yang jelas dan konsisten sesungguhnya tidak mengekang anak, melainkan memberi kesempatan untuk anak lebih berkembang dengan bahagia, sehat dan merasa dicintai.

Rasa jenuh dan bosan yang dirasakan anak merupakan hal yang wajar, maka orang tua perlu memahami kondisi anak tersebut. Kita tidak bisa mengatur perasaan orang lain, termasuk perasaan anak. Hal yang dapat kita lakukan adalah menerima kondisi perasaan anak terlebih dulu, mendengarkan dan menunjukkan empati terhadap perasaannya. 

Penerimaan orang tua akan berdampak positif pada anak. Ketika anak merasa diterima maka dia merasa berharga, merasa dicintai, merasa pantas dan layak menjadi bagian dari anggota keluarganya. Ketika anak merasakan hal positif terebut, maka proses pendisiplinan akan berjalan lebih mudah. Kemudian orang tua dapat membantu anak untuk belajar mengelola perasaannya. 

Sebenarnya di masa sebelum pandemik pun, banyak juga anak yang mengalami kebosanan dan enggan berangkat ke sekolah. Ini hanya mengenai pembiasaan dan pendisiplinan. Dari kondisi ini jika dilakukan secara konsisten, maka secara tidak langsung anak jadi belajar untuk memiliki kemampuan beradaptasi dan pengaturan diri yang baik.

Struktur Tempat

Jika sebelum pandemik anak belajar di gedung sekolah, di ruang kelas yang telah ditentukan, dan kursi serta meja tertentu, maka selama school from home (SFH) ini sebaiknya struktur tempat itu disesuaikan dengan kondisi rumah. Orang tua dapat menyediakan ruangan khusus atau tempat khusus yang dilengkapi dengan kursi, meja dan peralatan belajar anak. 

Usahakan agar posisi duduk anak menghadap ke perangkat digitalnya atau ke dinding ruangan, sehingga anak dapat menjalankan proses pembelajaran dengan lebih fokus. Upayakan tempat belajar anak jauh dari televisi, mainan atau kemungkinan orang lalu-lalang yang dapat mengganggu konsentrasi anak. 

Mungkin tidak semua orang tua mampu memfasilitasi, tetapi orang tua dapat mulai membuka diri untuk berkreasi bersama dengan anak dalam menentukan tempat belajarnya yang nyaman. Hal tersebut selain dapat merangsang kreativitas anak, juga dapat membuat hubungan orang tua dengan anak semakin akrab dan dekat.

Struktur Materi

Pembelajaran yang diselenggarakan di sekolah selalu mengacu pada silabus pembelajaran yang telah disusun untuk satu tahun ajaran. Berdasarkan silabus tersebut akan ditentukan tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran. Ketika pembelajaran dialihkan ke rumah, maka guru dan pihak sekolah perlu menyesuaikan materi yang ada dan mengkomunikasikannya kepada orang tua, sehingga orang tua dapat mengantisipasi proses pembelajaran yang akan ditempuh oleh anak.

Guru dan orang tua dapat berkoordinasi dalam menetapkan tujuan yang hendak dicapai setiap harinya. Bila perlu susun daftar tujuan yang hendak dicapai per hari, per minggu dan per bulan, sehingga orang tua memahami tujuan yang akan dicapai oleh anak dalam proses pembelajarannya. Pemahaman ini akan membuat orang tua menjadi lebih tenang dan tidak lekas stres, karena orang tua dapat mengantisipasinya.

Ketika anak mengalami kesulitan dalam mempelajari materi pelajaran, orang tua dapat menanyakan kepada anak mengenai kesulitan apa yang dihadapinya, kemudian diskusikan dengan anak mengenai bagaimana cara pemecahan masalahnya. Biarkan anak mengatasinya terlebih dulu, jangan terburu-buru orang tua yang mengerjakan. 

Orang tua dapat memberikan stimulus pada anak misalnya mendorong anak untuk membaca kembali materi yang ada, atau bertanya pada gurunya. Terkadang orang tua perlu belajar untuk mengijinkan anak mengalami kesulitan, agar anak dapat belajar secara mandiri dan memiliki kemampuan dalam memecahkan persoalan. 

Orang tua cukup mendampingi, hadir, menerima, mengarahkan dan mendukung anak, sehingga anak tidak hanya bertumbuh dalam pengetahuan akademisnya saja, tetapi juga dalam pembentukan karakternya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun