Sekitar 70 persen buah-buahan yang kini beredar di pasar-pasar di seluruh Nusantara berasal dari impor. Â Dan, yang lebih menyesakkan dada, negara yang memiliki potensi produksi perikanan terbesar di dunia (100 juta ton/tahun), justru sejak Juni 2016 membuka keran impor untuk semua jenis ikan. Kerugian yang ditimbulkan akibat ketergantungan kita pada bahan pangan impor pun sangat besar. Mulai dari penghamburan devisa, membunuh daya saing petani dan nelayan kita, memandulkan sektor pertanian dan kelautan-perikanan yang seharusnya menjadi keunggulan kompetitif bangsa, sampai gizi buruk.
Makna Kedaulatan Pangan
Menurut Undang-Undang Nomor 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi seluruh rumah tangga di wilayah NKRI yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau.Â
Di sini tidak disebutkan sumber bahan pangan itu berasal dari mana. Â Artinya bisa diproduksi sendiri di dalam negeri atau impor.
Sementara itu, sebuah negara dikatakan memiliki kedaulatan pangan, bila pemenuhan kebutuhan pangan rakyatnya berasal dari produksi dalam negeri. Â Dan selain itu, negara yang berdaulat di bidang pangan juga mampu secara mandiri menentukan kebijakan pangannya, dan memberikan hak bagi warga negaranya untuk menentukan sistem usaha produksi pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal.
Oleh karenanya wujud nyata dari kedaulatan pangan di suatu negara tergambarkan pada empat kondisi. Â Pertama adalah bila total produksi pangan nasional lebih besar dari pada kebutuhannya. Â Kedua, semua bahan pangan (khususnya sembilan bahan pokok), dalam jumlah yang cukup, kualitas yang baik serta aman untuk dikonsumsi dan harga terjangkau, setiap saat dapat diakses oleh segenap rakyatnya.
Ketiga, semua produsen pangan (petani dan nelayan) hidup sejahtera. Â Dan keempat, keberlanjutan (sustainability) sistem usaha produksi pangan (pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan budidaya, dan perikanan tangkap), baik luas kawasan maupun produktivitas nya terpelihara dengan baik.
Solusi teknis
Belum terwujudnya kedaulatan pangan di Nusantara yang subur bak 'zamrud di khatulistiwa' ini ditenggarai karena 'salah urus' baik pada tataran kebijakan makro (politik-ekonomi) maupun pada tataran teknis pembangunan kedaulatan pangan.
Oleh sebab itu, perlu mewujudkan kedaulatan pangan dan sekaligus menjadikan sektor pertanian, dan kelautan dan perikanan sebagai keunggulan kompetitif dan mesin pertumbuhan ekonomi yang berkualitas secara berkelanjutan.Â
Maka, pembangunan kedua sektor itu mesti diarahkan untuk mencapai empat tujuan: (1) menghasilkan bahan pangan beserta segenap produk hilirnya yang berdaya saing untuk memenuhi kebutuhan nasional maupun ekspor, (2) meningkatkan kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, (3) meningkatkan kesejahteraan petani dan nelayan, dan (4) memelihara daya dukung lingkungan dan kelestarian sumber daya hayati.