"It may all indeed be a blessing in disguise," tandas Winston Churchill setelah menikmati waktu luangnya, tak lama setelah kalah di Pemilu 1945. Kini, penulis merasakan hal yang sama dengan dampak COVID-19. Ternyata, physical distancing ini menjadi ajang petualangan literasi. Terutama melahap banyak buku yang belum disentuh.
Salah satunya adalah buku karya Bapak Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok. Buku ini sendiri baru dirilis pada bulan Maret kemarin. Judulnya? Panggil Saya BTP.Â
Sesuai judulnya, buku ini menceritakan sebuah pembaharuan, penyempurnaan dari kepribadian seorang Ahok melalui jurnal harian yang ditulis selama ditahan di "Universitas Mako Brimob". Buat penulis, pembaharuan ini sungguh luar biasa.
Sebagai insan, BTP dilahirkan dengan kepribadian ENTJ. Kebanyakan pengamat dan penggandrung Myers-Briggs Type Indicator (MBTI) menyatakan demikian. Memang, seperti apa kepribadian seorang ENTJ?
ENTJ (The Commander) adalah manusia-manusia yang terlahir menjadi pemimpin. Mereka memiliki kharisma dan kepercayaan diri yang tinggi. Selain itu, mereka memiliki sense of authority yang mendorong pencapaian tujuan bersama.Â
Dalam mencapai tujuan itu, mereka adalah sosok yang efisien, berkemauan kuat, energik, dan berpikir strategis. Namun, mereka juga memiliki tendensi arogan, tidak sabaran, dan emosional (16personalities.com, 2020).
Karakteristik Ahok yang kita kenal mengkonfirmasi analisis ini. Sebagai pejabat publik (Gubernur DKI Jakarta), Beliau sangat workaholic. Lima jam adalah waktu tidur Beliau.Â
Sisanya digunakan untuk menahkodai DKI. Energinya seakan tak pernah habis untuk rakyat. Keluhan-keluhan ditangani langsung, begitu pula dengan disposisi yang datang silih berganti. Sungguh seorang pekerja keras yang tulus mencurahkan energinya.
Akan tetapi, energi ini juga sering lepas kendali. Khususnya marah-marah di depan orang banyak. Mulai dari rakyat sampai institusi negara pernah kena semprotannya.Â
Belum lagi ekspresi geram dan gemasnya terhadap bawahan yang tidak kompeten saat rapat. Konten yang disampaikan Beliau memang benar. Namun, kata-kata yang digunakan sangat menusuk, bahkan kasar untuk standar pejabat publik di Dunia Timur.
Kombinasi ini tercermin dalam catchphrase yang sering muncul dari diri Beliau. "Sikat abis! Pemahaman nenek lu! Gua pecat lu!" Meski berbeda tingkatannya, mayoritas memiliki karakteristik yang sama. Nadanya keras, mengintimidasi, dan konfrontatif. Mereka dengan lantang menyampaikan pesan, "My way or the highway." Ikuti cara saya atau keluar!