Mohon tunggu...
Rionanda Dhamma Putra
Rionanda Dhamma Putra Mohon Tunggu... Penulis - Ingin tahu banyak hal.

Seorang pembelajar yang ingin tahu Website: https://rdp168.video.blog/ Qureta: https://www.qureta.com/profile/RDP Instagram: @rionandadhamma

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ahok, Anies, dan Machiavelli

5 Januari 2020   06:58 Diperbarui: 6 Januari 2020   14:25 2584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lantas, drama ini terus berlanjut. Menteri Basuki tetap menyebarkan common sense mengenai normalisasi yang mandek. Sementara, Pak Anies justru menantang menteri PUPR untuk berdebat soal banjir. 

Beliau seakan mencari-cari pembenaran bahwa "bencana banjir DKI Jakarta bukan salah saya". Ibarat orang yang tertimpa bola api, kini Beliau melemparkan bola api itu ke mana-mana. Pointing his finger towards others.

Ini jauh berbeda dengan apa yang dilakukan Ahok saat masih menjabat gubernur DKI. Waktu Jakarta terkena banjir di tahun 2016, Ahok segera mengadakan rapat penanganan pascabanjir. 

Padahal, pada waktu itu, titik banjir di DKI Jakarta sudah turun menjadi 400 titik. Dalam rapat terbuka tersebut, salah satu kalimat ikonik yang diucapkan oleh Beliau:

"Yang bodoh nurut, yang pinter ngajar. Jadi orang jangan bodoh kagak mau nurut, pinter gak mau ngajar. Jadi gak usah pandang saya gubernur hari ini. Kalau saya bodoh ajarin saya! Capek udah puluhan tahun Jakarta banjir-banjir, ngarang aja!"

Kalimat amarah ini menunjukkan bahwa Ahok merasa bersalah atas terjadinya banjir. Bahkan, Beliau sampai mengatakan agar jangan dipandang gubernur pada kesempatan tersebut. 

Selain itu, rapat penanganan juga fokus mencari penyebab terjadinya banjir dalam kewenangan Pemprov DKI Jakarta. Bukan menunjuk-nunjuk kesalahan pihak lain seperti saat ini.

Perbedaan respons ini menunjukkan perbedaan kualitas kepemimpinan Ahok dan Anies. Ketika terjadi banjir, Ahok langsung merasa bersalah dan mengungkapkannya dengan amarah. 

Amarah terhadap dirinya sendiri, Pemprov DKI sebagai badan, dan anak-anak buahnya. Sementara Anies langsung went into defensive dan enggan mengoreksi diri dan institusi yang Beliau pimpin.

Melihat perbedaan ini membuat penulis mengingat satu nama; Niccolo Machiavelli. Beliau adalah salah satu filsuf politik  yang menyatakan bahwa nilai-nilai positif bisa dibuang kalau nilai-nilai negatif lebih efisien untuk menggapai kekuasaan. 

Dengan kata lain, the end justify its means dan para pemimpin bisa bertindak semena-mena. “A wise ruler ought never to keep faith when by doing so it would be against his interests,” tandas Beliau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun